IDI: Mubazir Bila Program Studi DLP Tetap Berjalan

Bila program studi yang menghasilkan dokter setara spesialis ini terus berjalan malah nanti akan mubazir dalam hal anggaran.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 21 Jan 2017, 11:00 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2017, 11:00 WIB
Dokter Layanan Primer di Era Jaminan Kesehatan Nasional
Dokter Layanan Primer di Era Jaminan Kesehatan Nasional

Liputan6.com, Jakarta Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersikukuh menolak kehadiran progam studi dokter layanan primer (DLP). Menurut IDI, kehadiran DLP hanya berdasarkan asumsi-asumsi bukan fakta.

Disebutkan bahwa kehadiran DLP diantaranya karena kompetensi dokter lulusan fakultas kedokteran tidak cukup di layanan primer dan angka rujukan yang tinggi di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Padahal berdasarkan data yang dimiliki IDI tidak seperti itu. Bila program studi yang menghasilkan dokter setara spesialis ini terus berjalan malah nanti akan mubazir dalam hal anggaran dan pelayanan masyarakat.

"Ada yang mengatakan program ini biarkan berjalan sajalah. Namun ini sangat mubazir dan tidak bijak (jika terus berjalan)," kata Sekretaris Badan Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (BP2KB) PB IDI, Fika Ekayanti di SCTV Tower, Jumat (20/1/2017).

Bila DLP ini berjalan diperhitungkan akan terjadi pemborosan APBN mencapai 500 miliar per tahun. Selain itu, dokter yang belajar selama tiga tahun berarti berkurang waktunya bekerja melayani masyarakat.

"Lalu, jikapun nanti sudah lulus, apakah sudah ada sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan tingkat pertama? Selama ini angka rujukan tinggi karena banyak infrastruktur yang belum memadai. Jika sarana prasarana tidak ada ya tidak semua ilmu bisa diterapkan," kata Fika lagi.

Program studi DLP, kata Fika, sudah berjalan di Universitas Padjadjaran sejak tahun ajaran September 2016. Sekitar 40 dokter sedang belajar di sini dan bakal lulus selama 3 tahun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya