Dokter Jiwa: Setiap Satu Jam Ada 1 Orang Bunuh Diri di Indonesia

Pencegahan usaha bunuh diri menjadi tema peringatan Hari Kesehatan Jiwa pada tahun 2019.

oleh Arie Nugraha diperbarui 10 Okt 2019, 19:00 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2019, 19:00 WIB
Kesehatan Jiwa
Aparatur sipil negara (ASN) tengah berkonsultasi soal berbagai gejala gangguan kejiwaan yang digelar di Kantor Gubernur Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Bandung, Kamis, 10 Oktober 2019, dalam rangkaian peringatan Hari Kesehatan Jiwa Dunia. (Foto: Liputan6.com/Arie Nugraha)

Liputan6.com, Bandung Pencegahan usaha bunuh diri menjadi tema peringatan Hari Kesehatan Jiwa pada tahun 2019. Bedasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 800.000 orang per tahun di dunia meninggal karena bunuh diri atau dirata-ratakan per 40 menit, satu orang melakukan bunuh diri.

Menurut anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia Teddy Hidayat, sementara kasus serupa di Indonesia mencapai 10.000 orang per tahunnya. Teddy mengatakan angka tersebut dapat diartikan dalam satu jam, satu orang melakukan bunuh diri di Indonesia.

"Penyebab orang bunuh diri itu tidak tunggal dan kompleks. Banyak faktor yang menentukan mulai faktor organik, biologis, sosial, ekonomi, gangguan jiwa dan kemiskinan itu menjadi penyebab semua. Tetapi tidak semua bunuh diri akibat gangguan jiwa, 80 - 90 persen orang yang bunuh diri itu ada dalam jalur gangguan jiwa. Yang paling sering depresi," kata Teddy saat dihubungi melalui telepon, Bandung, Kamis, 10 Oktober 2019.

Teddy melanjutkan jenis depresi sendiri memiliki tingkatan mulai dari ringan, sedang dan berat. Orang yang melakukan bunuh diri, ucap Teddy, masuk kategori depresi tingkat berat.

 

Bukan Hanya Orang Depresi yang Berpotensi Bunuh Diri

Tidak hanya orang dengan depresi tingkat berat yang berpotensi bunuh diri jelas Teddy, gangguan jiwa semisal bipolar juga berpeluang melakukan hal yang sama. Sebanyak 40 persen orang yang depresi, dipastikan memiliki ide untuk berusaha bunuh diri.

"Dan 15 persen lainnya, melaksanakan usaha bunuh diri. Ini ditunjang dari dampak gaya hidup, kenyataan yang tidak sesuai, aspek sosial penyakit, kondisi lingkungan, itu semua berperan," ujar Teddy.

Jika melihat angka bunuh diri di seluruh dunia yang tinggi, Teddy menyebutkan usaha penanganan bunuh diri di negara kelas menengah ke bawah dianggap belum optimal. Indonesia berada dalam kelompok negara tersebut.

Akibatnya, angka bunuh diri di sejumlah negara tersebut sangat tinggi. Data resmi dari WHO, menyatakan 75 persen angka bunuh diri berasal dari negara dengan kondisi ekonomi belum mapan dibandingkan dengan negara maju.

"WHO mengangkat tema ini agar pemerintah atau yang berkepentingan dalam hal ini, lebih perhatian merespon hal ini. Jadi supaya pemerintah, praktisi dan semuanya menanggulangi secara bersama," terang Teddy. (Arie Nugraha)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya