Dokter Hewan: Penyebaran Virus Corona Diduga Akibat Perilaku Manusia

Penyebaran virus Corona (2019-nCov) yang kini statusnya ditetapkan oleh badan kesehatan dunia WHO sebagai darurat pengawasan bermula dari perilaku manusia

oleh Arie Nugraha diperbarui 05 Feb 2020, 15:28 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2020, 15:28 WIB
Virus Corona
Ilustrasi Novel Coronavirus 2019 (2019-nCoV). (CDC via AP, File)

Liputan6.com, Bandung - Penyebaran virus Corona (2019-nCov) yang kini statusnya telah ditetapkan sebagai darurat kesehatan global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dinilai bermula dari perilaku manusia. Meski belum pasti, namun virus yang diduga berasal dari hewan kelelawar itu disebutkan telah berkembang seiring perubahan kebiasaan perilaku manusia.

Menurut Prodi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Roosita L. Balia, saat ini hewan peliharaan bukan lagi kucing dan anjing, melainkan hewan liar. Bahkan, jenis hewan hutan juga dijadikan sebagai bahan baku makanan yang dikonsumsi oleh manusia dari restoran eksotis.  

“Lah wong aneh-aneh, yang kelelawar disup kemudian untuk obat lebih bagus, lebih kuat katanya itu, kalau misalnya makannya tuh setengah matang atau dimakan mentah. Nah, bagaimana kita ketahui yang saya makan itu tidak ada virusnya? Oh, yang saya makan itu sup kelelawar yang (tidak ada virusnya). Karena saya ditentang dari kabupaten atau provinsi lain, yang mengonsumsi itu setiap ada pesta,” kata Roosita dalam talk show virus Corona dalam perspektif medis dan biologi molekuler di Institut Teknologi Bandung (ITB), Rabu, 5 Februari 2020.

Namun sebagian orang lanjut Roosita, mengaku tidak terganggu kesehatannya saat mengkonsumsi kelelawar. Kemungkinan kata Roosita, hal itu disebabkan kondisi kesehatannya dalam kondisi baik.

Roosita mengatakan, kondisi tersebut kemungkinan besar serupa dengan yang terjadi di Wuhan, China. Saat belum terkontaminasi oleh virus 2019-nCoV, kondisi kesehatannya aman.

“Akan tetapi begitu virus sudah bermutasi entah dari negara mana bertenggerlah di pasar itu, di situlah terjadi penyakit. Tapi sebenarnya yang patut dihindari, jangan makan, memelihara yang aneh-aneh di samping pakai masker dan meningkatkan imunitas dan lain sebagainya,” ucap Roosita.

 

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Zaman Semakin Aneh

Roosita L. Balia
Prodi kedokteran hewan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Roosita L. Balia memberikan penjelasan paparan virus Corona dalam talk show virus Corona dalam perspektif medis dan biologi molekuler di Institut Teknologi Bandung (ITB), Rabu (5/2/2020). (sumber foto : tangkap layar situs ITB)

Berdasarkan rekam jejak akademis dan keahliannya sebagai dokter hewan, virus Corona telah ada sejak 2008. Hal itu terlihat dengan banyaknya pemilik hewan peliharaan seperti kucing, anjing dan lain sebagainya sudah meminta diberikan vaksin virus Corona.

Mencuatnya kembali virus Corona terang Roosita, kini banyak pemilih hewan peliharaan kucing dan anjing meminta divaksin dan dites menggunakan antigen tes. Permintaan itu dilayangkan pemilik hewan peliharaan, untuk mengetahui paparan virus Corona.

“Jadi bukan hal baru (virus Corona). Malah sekarang ini dokter hewan kebanjiran job. Karena sekarang ini memang saya juga bingung, dunia ini beda dengan ketika saya sekolah di fakultas kedokteran hewan sampai lulus. Sangat beda dalam mempelajari dunia kehewanan,” lanjut Roosita.

Dahulu sepengetahuan Roosita, hewan peliharaan berupa anjing, kucing burung dan paling maksimal marmot. Tetapi kini diakui Roosita, dokter hewan harus menangani berbagai hewan liar. 

Pemicunya adalah banyaknya berbagai macam komunitas pecinta hewan. Seperti diantaranya adalah komunitas iguana, ular, sugar glider, porcupine bahkan buaya. 

“Mengapa hewan di hutan sana kita angkut ke rumah? Yang salah siapa ? Buaya emang jalan sendiri ke rumah kita ? Jadi mahasiswa fakultas kedokteran hewan sekarang pelajarannya bukan main banyak yang harus dipelajari. Dosennya ikut belajar, karena binatangnya banyak sekali yang diurusi,” ucap Roosita.

Roosita menerangkan penularan virus dari hewan ke manusia, dapat disebutkan tidak secara langsung. Karena paparan virus tersebut harus melalui beberapa tahapan.

Roosita menjelaskan virus tersebut berukuran kecil dan sangat kecil, harus beradaptasi dengan faktor yang mendukung. Jika faktor yang mendukung itu terpenuhi, maka paparan dari hewan ke manusia kemungkinannya dapat terjadi.  

“Wong barang micro sampai nano kok bisa sampai ke kita. Dia ketemu asam mati. (Cuaca) Tropis dan sub beda lagi, mati juga. Ketemu infektan, panas, asam dan sebagainya mati. Kalau sampai kita juga tertular ini patut ditelusuri. Mungkin di sekitar 5 - 10 meter dari rumah kita ada penghuni lain yang memelihara hewan hutan, mungkin. Tapi tak semudah itu,” ungkap Roosita. 

Atas dasar itu sebut Roosita, meminta kepada masyarakat agar tidak panik dengan paparan virus Corona. Perilaku waspada harus ditingkatkan dengan tidak memelihara, mengkonsumsi hewan liar dan berperilaku hidup sehat. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya