BPOM Pastikan Vaksin COVID-19 Sinovac Tidak Mengandung Bahan Berbahaya

BPOM memastikan vaksin COVID-19 Sinovac bernama CoronaVac tidak mengandung bahan berbahaya.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 04 Jan 2021, 17:45 WIB
Diterbitkan 04 Jan 2021, 17:45 WIB
FOTO: 6 Jenis Vaksin COVID-19 yang Ditetapkan Pemerintah Indonesia
Vaksin COVID-19 Sinovac Biotech Ltd ditampilkan dalam konferensi pers di Beijing, China, 24 September 2020. Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin COVID-19 Sinovac telah sampai di Indonesia, sementara 1,8 juta dosis lagi akan menyusul kemudian. (WANG ZHAO/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Hingga saat ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) belum menerbitkan izin penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA) vaksin COVID-19 CoronaVac dari Sinovac.

Meski begitu,  Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dari BPOM RI, Lucia Rizka Andalusia, mengatakan, BPOM sudah merilis bahwa vaksin COVID-19 tersebut tidak mengandung bahan berbahaya.

"Berdasarkan evaluasi mutu, BPOM memastikan vaksin ini tidak mengandung bahan berbahaya seperti pengawet, boraks dan formalin," kata Lucia dalam konferensi pers virtual pada Senin (4/1/2021).

Lucia meyakini bahwa BPOM terus memantau mutu vaksin COVID-19 dari Sinovac. Mulai dari bahan baku, proses pengawasan hingga produk jadi vaksin. Hal tersebut salah satunya diketahui dengan mendatangi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac di China beberapa waktu lalu.

Selain itu, BPOM juga memastikan mutu dari produk vaksin COVID-19 CoronaVac yang tiga juta dosis sudah sampai di Indonesia. Caranya dengan melakukan sampling dan pengujian vaksin.

"Sejak kedatangan vaksin tersebut di Indonesia pada 6 Desember dan 31 Desember, BPOM memastikan mutu dan kemananan vaksin COVID-19 terjaga dengan melakukan sampling dan pengujian vaksin," kata Rizka.

 

Alasan EUA Belum Terbit

Vaksin COVID-19 Sinovac, Sinovac, Vaksin Corona Sinovac, Vaksin COVID-19 Sinovac, Dr dra lucia rizka andalusia MPharm Apt
Dr dra Lucia Rizka Andalusia MPharm Apt, yang merupakan juru bicara BPOM, ditunjuk sebagai juru bicara terkait vaksin COVID-19 Sinovac yang berkaitan dengan perizinan vaksin Corona buatan Sinovac Biotech Ltd dari China. (Foto: Tangkapan layar)

Namun, untuk menerbitkan EUA, bukan hanya soal mutu. Ada beberapa parameter lain yang harus diperhatikan yakni efikasi dan imunogenisitas.

"Efikasi klinis diukur dari persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok atau subyek penerima vaksin dibandingkan yang mendapat plasebo pada uji klinis ketiga," tuturnya di Kantor Presiden Jakarta.

Sementara itu, imunogenisitas untuk melihat antibodi yang terbentuk usai diberikan suntikan. Parameter imunogenisitas diperoleh berdasarkan hasil pengukuran antibodi setelah diberikan suntikan dan pengukuran netralisasi antibodi untuk menetralkan virus.

"Pengukuran imunogenisitas dilakukan dua minggu setelah dosis terakhir diberikan. Kemudian diukur ulang setelah tiga sampai enam bulan setelah vaksin disuntik ke tubuh," katanya.

Sementara itu, soal efektivitas vaksin COVID ini, BPOM akan terus memantau dalam jangka waktu lama ketika sudah digunakan secara luas.

"Saat ini, BPOM masih tunggu penyelesaian analisis data uji klinis tahap tiga di Bandung untuk mengonfirmasi khasiat atau efikasi vaksin CoronaVac. Data-data tersebut digunakan tuntuk penerbitan EUA," katanya.

Data uji kllinis di negara lain seperti Brasil dan Turki juga menjadi dasar pemberian EUA.

Infografis Vaksin Sinovac

Infografis Menguji Calon Vaksin Covid-19 Sinovac. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Menguji Calon Vaksin Covid-19 Sinovac. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya