[Kolom Pakar] Prof Tjandra Yoga Aditama: Tuberkulosis, Merokok dan Puasa

Indonesia menduduki urutan ketiga di dunia, pada tahun 2020 diperkirakan ada 93.000 jiwa meninggal akibat tuberkulosis dinegara kita, dan 824.000 orang jatuh sakit TB.

oleh Prof Tjandra Yoga Aditama diperbarui 09 Apr 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2022, 12:00 WIB
Kolom Pakar Prof Tjandra Yoga (Dok: Pribadi)
Kolom Pakar Prof Tjandra Yoga (Dok: Pribadi)

Liputan6.com, Jakarta Setiap hari di dunia ada lebih dari 4.100 yang meninggal karena TB, dan hampir dari 28.000 orang yang jatuh sakit tuberkulosis. Indonesia menduduki urutan ketiga di dunia, pada tahun 2020 diperkirakan ada 93.000 jiwa meninggal akibat tuberkulosis dinegara kita, dan 824.000 orang jatuh sakit TB.

Di sisi lain, di negara kita dilaporkan ada lebih dari 61,4 juta perokok, dengan prevalensi merokok sebesar 67,4% di antara pria dewasa. Kita tahu bahwa asap rokok mengandung ribuan bahan kimia dan berhubungan dengan berbagai penyakit di tubuh manusia, salah satunya terhadap tuberkulosis.

Menurut WHO kebia,saan merokok meningkatkan kemungkinan terinfeksi TB, dapat memperparah gambaran klinis, mempengaruhi masa pengobatan serta meningkatkan kemungkinan kekambuhan pula. Masalah TB dunia dapat menurun hingga 20% jika merokok dikendalikan dengan baik.

Di dunia sekitar 0.73 juta kasus TB terkait dengan kebiasaan merokok. Di Indonesia, merokok merupakan faktor risiko TB yang utama setelah kekurangan gizi berdasarkan Global TB Report 2020. Data di Indonesia tahun 2018 menunjukkan ada 152 ribu pasien TB berisiko merokok.

Investasi dalam pengendalian tembakau tentu akan berperan besar dalam upaya kita bersama utuk eliminasi tuberkulosis di negara kita, a.l dalam dukungan upaya berhenti merokok bagi semua orang dengan TB, menciptakan Kawasan Tanpa Asap Rokok, dan Rumah Bebas Asap Rokok dan memasukkan terapi pengganti nikotin (NRT) bersama dengan konsultasi singkat dalam layanan penanganan tuberkulosis di fasilitas pelayanan kesehatan primer kita.

Tentu upaya lain program pengendalian merokok juga perlu terus digalakkan, seperti peningkatan cukai rokok dan pencantuman peringatan kesehatan bergambar yang lebih besar pada kemasan rokok serta pengendalian iklan, promosi dan sponsor tembakau.

 

Anjuran bulan puasa

Sehubungan dengan bulan puasa tahun ini, WHO “Eastern Mediterranean Regional Office (EMRO)” memberi beberapa anjuran penting dalam bulan puasa ini, yaitu a.l. makan gizi yang seimbang, minum air yang cukup serta jangan merokok dan jangan vaping.

Semua sepakat bahwa kebiasaan merokok berakibat buruk bagi kesehatan. Bagi kaum muslim yang berpuasa maka tentu tidak merokok sejak adzan subuh sampai maghrib. Akan baik sekali kalau teman-teman perokok yang berpuasa dapat melanjutkan untuk tetap tidak merokok di malam hari bulan puasa ini, dan menggunakan momentum bulan Ramadhan tahun ini untuk berhenti merokok sepenuhnya sesudah Idul Fitri nanti, demi kesehatan kita sendiri, keluarga kita, dan juga orang disekitar kita.

 

*Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

Infografis TBC (Liputan6.com/Yoshiro)
Infografis TBC (Liputan6.com/Yoshiro)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya