Cacar Monyet Diduga Bisa Menular Lewat ASI, Ibu Disarankan Rehat Menyusui Saat Terinfeksi

Laporan pada kasus cacar monyet yang muncul dahulu kala diduga bisa menular melalui ASI.

oleh Diviya Agatha diperbarui 29 Jul 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2022, 07:00 WIB
Tangkapan mikroskop elektron bagian ultratipis dari virus cacar monyet file 2004. (Gambar: AFP/RKI Institut Robert Koch/Freya Kaulbars)
Tangkapan mikroskop elektron bagian ultratipis dari virus cacar monyet file 2004. (Gambar: AFP/RKI Institut Robert Koch/Freya Kaulbars)

Liputan6.com, Jakarta Beragam informasi soal cacar monyet atau monkeypox kini semakin mencuat. Terutama sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan penyakit satu ini sebagai Darurat Kesehatan Global (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC).

Salah satu laporan yang ditemukan sejauh ini berkaitan dengan cara penularan cacar monyet, yang salah satunya ternyata bisa menular pada bayi lewat ASI. Lalu, benarkah demikian?

Dokter spesialis penyakit dalam, Robert Sinto mengungkapkan bahwa laporan dalam The New England Journal of Medicine menemukan cacar monyet ada pada cairan sperma. Namun hingga saat ini, belum dapat dipastikan bahwa virus cacar monyet tersebut hidup atau mati.

"Nah karena dia (sperma dan ASI) sama-sama pernah melewati aliran darah, maka secara hipotesis kita bisa menduga bahwa virus ini bisa ditransmisikan lewat air susu ibu," ujar Robert dalam konferensi pers bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI ditulis Kamis, (28/7/2022).

Robert menjelaskan, itulah mengapa Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menyarankan untuk ibu menyusui agar tidak memberikan ASI pada anak secara langsung ataupun ASI perah.

"CDC sampai sekarang ini menyarankan bahwa sampai kita bisa mendapatkan kejelasan apakah dia bisa menular dari ASI atau tidak, maka untuk ibu-ibu menyusui yang terinfeksi oleh monkeypox disarankan untuk tidak memberikan ASI," kata Robert.

"Tujuannya bukan hanya supaya tidak ada kontak erat. Tapi bahkan ASI perah yang dihasilkan pun tidak disarankan untuk tidak diberikan pada anak," tambahnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Penelitian Cacar Monyet Masih Dilakukan

Virus Cacar Monyet
Ilustrasi ilmuwan sedang meneliti virus cacar monyet. Credits: pexels.com by Anna Shvets

Robert mengungkapkan bahwa persoalan cacar monyet dan ASI masih terus diteliti dan dapat bersifat dinamis. Namun anjuran untuk berhenti menyusui saat terinfeksi tersebutlah yang sejauh ini disarankan oleh pihak CDC.

Dalam kesempatan yang sama, Robert menjelaskan, dalam laporan yang merujuk pada kasus di Afrika soal cacar monyet yang muncul pada tahun-tahun sebelumnya, cacar monyet diduga bisa menular pada bayi dalam kandungan atau janin.

Laporan tersebut pun masih belum dapat diketahui kepastiannya secara keseluruhannya. Sejauh ini informasi yang tersedia masih berupa laporan-laporan yang dikumpulkan.

"Ada laporan karena dia (virus cacar monyet) melewati darah pada fase tertentu, maka dia bisa menular lewat cairan plasenta ke bayi," kata Robert.

"Jadi penularan ke anak bisa terjadi pada dua, bayi yang baru lahir. Kedua lewat justru kontak erat pada waktu sesuai yang bersangkutan lahir, bayi dengan ibu kontak erat," tambahnya.

Sehingga Robert menjelaskan, dampak cacar monyet pada kehamilan yakni dapat berujung pada kematian janin ketika masih dalam kandungan.


Bisa Berujung Kematian pada Bayi atau Janin

Monkeypox
Ilustrasi penyakit cacar monyet atau monkeypox. Credits: pixabay.com by TheDigitalArtist

Cacar monyet yang dapat berujung pada kematian janin masih berupa laporan kasus. Sehingga Robert menegaskan, tidak ada angka agregat pasti yang menunjukkan berapa persen kematian akibat kasus cacar monyet pada ibu hamil.

"Beberapa laporan kasus menunjukkan bahwa bisa ada kematian janin, laporan kasus tetapi. Kalau ditanya angka agregatnya berapa, tidak ada yang melaporkan berapa persen kejadiannya sampai saat ini," kata Robert.

Sebelumnya cacar monyet pertama kali terdeteksi pada tahun 1958. Bahkan pada 1970, cacar monyet sempat menjadi endemi di negara-negara Afrika Barat dan Afrika Tengah.

Tetapi, cacar monyet yang muncul kali ini dengan yang pernah muncul sebelumnya diketahui memang memiliki perbedaan yang cukup signifikan.

Cacar monyet yang sebelumnya muncul dapat terjadi pada segala kategori usia, termasuk pada anak-anak. Namun yang terjadi saat ini, cacar monyet lebih banyak terdeteksi pada orang dewasa.


Perbedaan Cacar Monyet Dulu dan Sekarang

Cacar Monyet
Ilustrasi virus penyebab cacar monyet. Credits: pixabay.com by Geralt

Cacar monyet yang sebelumnya muncul dapat terjadi pada segala kategori usia, termasuk pada anak-anak. Namun yang terjadi saat ini, cacar monyet lebih banyak terdeteksi pada orang dewasa.

"Sebetulnya ada perbedaan gambaran klinis yang bisa kita temukan dari laporan kasus cacar monyet yang ditemukan di Afrika dengan tiga bulan terakhir ini mulai merebak," ujar Robert.

Robert menjelaskan, cacar monyet yang pernah ditemukan dahulu dapat menginfeksi banyak usia, mulai dari anak-anak, wanita, dan pria. Biasanya, gejala cacar monyet yang muncul kala itu berupa dataran merah, menonjol, berisi cairan, dan terakhir akan menjadi keropeng dan melepas.

Sedangkan, lesi yang ditemukan pada cacar monyet kali ini justru lebih terlokalisir dan tidak selalu menyebar ke seluruh tubuh seperti yang muncul dahulu kala.

"Biasanya itu di sekitar mulut, kemaluan, atau di sekitar lubang dubur. Jadi di laporannya justru localize. Jumlah lesinya juga 50 persen itu justru lima sampai 10 saja, jadi tidak menyebar dari seluruh atas sampai kaki," kata Robert.

Infografis Mengenal Cacar Monyet yang Menginfeksi Manusia
Infografis Mengenal Cacar Monyet yang Menginfeksi Manusia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya