5 Penyebab di Balik Banyak Warga Korsel yang Memilih Lajang dan Tidak Ingin Punya Anak

Berbagai faktor menyebabkan banyak warga Korea Selatan harus memilih untuk realistis dengan tetap melajang dan tidak memiliki anak.

oleh Diviya Agatha diperbarui 28 Nov 2022, 21:18 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2022, 21:00 WIB
FOTO: Seoul, Kota Metropolitan dengan Kombinasi Budaya Kuno dan Modern
Turis mengenakan gaun tradisional Hanbok saat berkunjung ke Istana Gyeongbokgung di Seoul, Korea Selatan, 2 November 2019. Seoul, ibu kota sekaligus kota terbesar di Korea Selatan, merupakan kota metropolitan yang dinamis dengan kombinasi antara budaya kuno dan modern. (Xinhua/Wang Jingqiang)

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, semakin banyak individu yang memilih untuk tetap melajang. Tak sedikit pula pasangan yang memutuskan untuk childfree atau tidak memiliki anak. Fenomena tersebut terjadi di banyak negara, salah satunya Korea Selatan.

Penyebabnya ternyata begitu beragam. Mengulas alasan dibaliknya melalui pendapat beberapa warga Korea Selatan pada laman US News, berikut diantaranya.

1. Ketidakpastian pada Masa Depan

Banyak anak muda di Korea Selatan yang merasa bahwa zaman telah jauh berbeda. Tidak seperti saat era orangtua dan kakek-nenek mereka. Alasan tersebut pun membuat mereka merasa tidak wajib untuk berkeluarga.

Hal itu lantaran ada ketidakpastian pada masa depan yang nyata dirasakan oleh mereka saat ini. Ketidakpastian itu mencakup pasar kerja yang suram, harga perumahan yang mahal, ketidaksetaraan gender dan sosial, tingkat mobilitas yang rendah, dan biaya besar untuk membesarkan anak-anak dalam budaya yang sangat kompetitif.

Tak berhenti di sana, banyak perempuan di Korea Selatan yang mengeluhkan budaya patriarki yang gigih dan memaksa mereka untuk berfokus pada pengasuhan anak sambil menanggung diskriminasi di tempat kerja.

"Singkatnya, orang berpikir negara kita bukan tempat yang mudah untuk ditinggali. Mereka percaya anak-anak mereka tidak dapat memiliki kehidupan yang lebih baik dari mereka, dan akhirnya mempertanyakan kenapa mereka harus repot-repot punya bayi," ujar pakar kebijakan kependudukan di Institut Kesehatan dan Sosial Korea, Lee So-Young.

2. Kesulitan untuk Meniti Karier yang Layak

Ilustrasi Pernikahan
Ilustrasi Pernikahan Credit: unsplash.com/Samantha

Pendapat lain diungkapkan oleh ahli di Korea Institute of Child Care and Education, Choi Yoon Kyung. Menurut dia, banyak orang telah merasakan sulitnya masuk ke sekolah yang bagus dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

Alhasil, banyak dari mereka yang merasa tidak bahagia jika harus menikah dan memiliki anak. Choi mengungkapkan bahwa Korea Selatan telah gagal membangun program kesejahteraan sejak tahun 1960-1980an.

3. Bukan Tempat yang Tepat untuk Membesarkan Anak

Seorang desain grafis Kang Han Byeol (33) memutuskan untuk tetap melajang. Hal ini lantaran menurutnya, Korea Selatan bukanlah tempat yang tepat untuk membesarkan anak.

Kang Han merujuk pada kefrustrasian terhadap ketidaksetaraan gender, kejahatan seks secara digital, dan budaya yang mengabaikan mereka untuk mendorong keadilan sosial.

"Saya dapat mempertimbangkan pernikahan saat masyarakat kita sudah menjadi lebih sehat dan punya status yang lebih setara bagi perempuan dan laki-laki," ujar Kang Han.

4. Menghambat Karir dan Tingginya Biaya Pendidikan

Tipe Belajar Anak
Ilustrasi ibu menemani anak belajar. (Sumber foto: Pexels.com)

Teman sekamar Kang Han yang berusia 26 tahun, Ha Hyunji, juga memutuskan untuk tetap melajang setelah teman-teman wanitanya yang sudah menikah menasehatinya untuk tidak menikah. Hal tersebut lantaran sebagian besar pekerjaan rumah dan perawatan anak akan jatuh pada tangan mereka.

Belum lagi kekhawatiran Ha Hyunji pada sejumlah besar uang yang harus dikeluarkan untuk les privat anak-anak di masa depan demi mencegah mereka tertinggal di negara yang terobsesi pada pendidikan tersebut.

"Saya bisa menjalani kehidupan yang menyenangkan tanpa pernikahan dan menikmati hidup saya bersama teman-teman," kata Ha Hyunji.

Menurut data Badan Statistik Korea Selatan per September 2022, jumlah rata-rata bayi yang lahir di Korea Selatan hanya 0,81 pada tahun 2021. Angka tersebut menjadi yang terendah di dunia selama tiga tahun berturut-turut.

Padahal, ada sekitar 193.000 pernikahan di Korea Selatan pada tahun 2021. Angka tersebut turun dari puncaknya sebesar 430.000 pada tahun 1996.

Sedangkan untuk data anak yang lahir, hanya ada sekitar 260.600 kelahiran pada tahun 2021 di sana. Angka itu turun dari 691.200 pada tahun 1996, dan puncaknya sebesar 1 juta kelahiran pada tahun 1971.

5. Ketidaksetaraan dan Ingin Menikmati Hidup Sendiri

Ilustrasi Pernikahan
Ilustrasi Pernikahan / Lagi Credit: pexels.com/Quang

Cerita lainnya datang dari pasangan suami istri. Yoo (30), seorang karyawan perusahaan keuangan di Seoul, mengungkapkan bahwa ia dan suaminya tidak ingin memiliki anak. Padahal keduanya sama-sama menyukai anak kecil, khususnya bayi.

"Suami saya dan saya sangat menyukai bayi. Tetapi ada hal-hal yang harus kami korbankan jika kami ingin membesarkan anak. Jadi ini masalah pilihan dan kami sepakat untuk fokus pada diri kami masing-masing," ujar Yoo

Yoo pun menjelaskan awal mula perubahan pikirannya terkait memiliki anak. Kala itu, dirinya melihat rekan kerja wanitanya harus menelpon anaknya di toilet perusahaan. Serta, harus meninggalkan pekerjaan saat anak-anak mereka sakit. Sedangkan para pekerja pria tidak harus melakukan itu.

"Setelah melihat itu, saya menyadari konsentrasi saya di tempat kerja akan sangat berkurang jika saya punya anak," kata Yoo.

Sedangkan suami Yoo, Jo Jun Hwi (34) mengatakan bahwa dirinya tidak berpikir bahwa memiliki anak itu perlu. Dirinya lebih ingin menikmati hidup setelah bertahun-tahun mencari pekerjaan yang melelahkan.

Eksploitasi Seksual Anak
Infografis eksploitasi seksual anak (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya