Liputan6.com, Jakarta Kesehatan mental menjadi isu yang banyak dibahas di era pandemi COVID-19. Setelah pandemi beralih menjadi endemi, kesadaran akan kesehatan mental pun mengalami penurunan.
Pasalnya pasca pandemi, kesadaran masyarakat terhadap konsumsi vitamin termasuk vitamin D secara signifikan berkurang. Padahal, vitamin D tidak hanya diperlukan pada masa pandemi saja untuk meningkatkan kekebalan tubuh dalam menangkal infeksi virus.
Baca Juga
Melansir data National Center for Biotechnology Information (NCBI), Sabtu (1/9/2023), banyak yang tidak menyadari bahwa vitamin D juga berperan dalam menjaga kualitas kesehatan mental. Studi kedokteran menunjukkan bahwa vitamin D memiliki peran dalam pengaturan hormon serotonin dan melatonin.
Advertisement
Serotonin adalah hormon yang berperan penting dalam memperbaiki suasana hati atau mood. Seseorang yang kekurangan hormon serotonin dapat membuat suasana hatinya menjadi buruk.
Sementara, melatonin adalah hormon yang berperan dalam mengatur pola tidur. Kekurangan vitamin D menyebabkan kedua hormon ini tidak bekerja secara optimal yang akan memengaruhi mood dan kualitas tidur, di mana kedua aspek ini sangat berhubungan dengan kesehatan mental.
Kurangnya Konsumsi Buah dan Sayur
Selain menurunnya kesadaran akan kecukupan vitamin D, hal lain yang terjadi pasca pandemi adalah penurunan perhatian masyarakat terhadap konsumsi serat termasuk buah dan sayur.
“Konsumsi buah dan sayur menjadi tidak lagi sebanyak saat pandemi. Saat pandemi, semua orang berlomba-lomba meningkatkan kesehatan dengan mengkonsumsi banyak buah dan sayur serta makanan bergizi agar tubuh kuat sehingga terbebas dari serangan virus,” mengutip fact sheet yang disusun Prodia, Jumat (1/9/2023).
Perubahan Pola Makan Berhubungan dengan Kesehatan Mental
Berubahnya pola makan akan mempengaruhi pola microbiota dalam usus. Perubahan ini berhubungan dengan kesehatan termasuk kesehatan mental.
Beberapa zat yang diproduksi oleh mikrobiota baik seperti short chain fatty acid (SCFA) memiliki peran dalam menjaga kesehatan mental. Melalui jalur neuro-immune, SCFA dapat memengaruhi fungsi dan juga bentuk sel dalam sistem saraf.
SCFA mampu merangsang produksi serotonin dan hormon lain yang secara langsung memengaruhi sistem saraf vagus, yang menghubungkan otak dan pencernaan.
Advertisement
Lebih Jauh Soal Kesehatan Mental
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan mental adalah keadaan sejahtera mental yang memungkinkan seorang individu mengatasi tekanan hidup.
Orang yang sehat mental memiliki kesadaran akan kemampuan yang dimiliki. Mereka juga dapat belajar dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi untuk masyarakat.
Jika kesehatan mental terganggu, maka berbagai aspek kehidupan lain juga bisa terganggu.
Berdasarkan World Mental Health Report 2022 (WHO), pengidap gangguan kesehatan mental di dunia meningkat kala pandemi COVID-19 melanda. Gangguan kesehatan mental yang meningkat signifikan adalah depresi mayor dan gangguan kecemasan.
Diperkirakan jumlah orang dengan depresi mayor saat pandemi yakni 246 juta jiwa di seluruh dunia. Dan 374 juta jiwa untuk gangguan kecemasan. Masing-masing memiliki persentase kenaikan sebesar 28 persen untuk depresi mayor dan 26 persen untuk gangguan kecemasan.
Rata-Rata Menimpa Remaja hingga Dewasa
Rata-rata gangguan kesehatan mental tersebut menimpa masyarakat kelompok usia remaja dan dewasa produktif dengan rentang usia 12- 49 tahun.
Ini merupakan akibat dari penutupan sekolah dan tempat umum, gelombang besar PHK, pembatasan jarak fisik dan sosial, isolasi ketat, kecemasan akan terpapar virus COVID-19, dan lainnya.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018, prevalensi pengidap gangguan kesehatan mental usia diatas 15 tahun di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 9.8 persen.
Apabila mengacu dari total populasi berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun tersebut, maka diperkirakan sebanyak lebih dari 19 juta jiwa di Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental.
Di Indonesia, diperkirakan 1 dari 5 orang mengidap gangguan kesehatan mental, yang diakibatkan oleh efek benturan dan dampak pandemi COVID-19. Mengacu dari jumlah populasi berdasarkan data yang dihimpun BPS tahun 2022, maka estimasi pengidap gangguan kesehatan mental di Indonesia setara atau lebih dari 50 juta jiwa.
Advertisement