1.000 Hari Pertama Kehidupan Tentukan Masa Depan, Dokter Ingatkan Ortu untuk Pantau Tumbuh Kembang Anak

Apa yang terjadi pada 1.000 hari pertama akan berpengaruh terhadap kehidupan seseorang hingga dewasa.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 19 Okt 2024, 12:31 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2024, 12:15 WIB
Psikolog: Menghalangi Anak Menggunakan Gadget dapat Menghambat Tumbuh Kembangnya
Simak alasan mengapa orang tua tidak boleh menghalangi anak menggunakan gadget menurut psikolog. (Foto: Unsplash.com/Tanaphong Toochinda)..

Liputan6.com, Jakarta - Orangtua perlu memantau 1.000 hari pertama kehidupan anak dengan baik dan benar. Spesialis anak Hari Wahyu Nugroho mengatakan, hal tersebut guna memastikan tumbuh kembang anak bisa optimal.

"Pemantauan terhadap tumbuh kembang seorang anak selama 1.000 hari pertama kehidupan dengan baik dan benar sehingga tumbuh kembangnya terjamin untuk bisa optimal sampai dengan usia 18 tahun," kata dia dalam webinar bertajuk "Mengurai Kebijakan Pembangunan (Pembiayaan) Kesehatan Inklusi Bagi Anak dengan Penyandang Disabilitas", di Jakarta, Jumat.

Menurutnya, seribu hari pertama kehidupan adalah salah satu periode terpenting dalam kehidupan manusia. Apa yang terjadi pada durasi tersebut akan berpengaruh terhadap kehidupan seseorang hingga dewasa.

"Karena apa yang terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan akan mempengaruhi sampai dengan anak tersebut dewasa," jelas Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta itu, dilansir ANTARA.

Hari pun mencontohkan, anak yang terlahir prematur atau berat badan lahir rendah (BBLR) lebih berisiko terkena penyakit di usia dewasa. Penyakit tersebut seperti diabetes melitus, hipertensi dan stroke.

"Bila anak lahirnya prematur, BBLR, maka kemudian di usia dewasa, dekade ke-4, ke-5, risiko untuk terjadi hipertensi, diabetes melitus, stroke, menjadi lebih tinggi dibandingkan anak yang lahir normal," kata Hari.

Pada kasus stunting, jika kondisi tersebut tidak dikoreksi dalam 1.000 hari pertama kehidupan anak, maka setelah periode tersebut berlalu, akan sulit untuk mengoreksinya.

"Setelah dua tahun, stunting sudah sangat sulit dikoreksi, hampir tidak bisa. Kita hanya menekan terjadinya komorbid maupun komplikasi dari stunting," jelas Wakil Ketua IDAI Jawa Tengah ini.

 

Tiga Langkah Kenali Kondisi Stunting pada Anak

Sebelumnya, dalam kesempatan berbeda, spesialis anak konsultan nutrisi dan penyakit metabolik Damayanti Rusli Sjarif menjelaskan tiga langkah untuk mengenali kondisi stunting pada balita.

Menurutnya yang pertama adalah mengukur anak dengan alat ukur dan cara yang benar.

"Pertama, anak itu harus diukur dengan alat ukur dan cara yang benar, jangan diterawang saja, jangan juga dibandingkan dengan anak-anak tetangganya, enggak boleh itu," ungkap Damayanti, ditujukan pada kader posyandu di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dalam Kelas Orang Tua Hebat (Kerabat) yang diselenggarakan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di awal 2024, Damayanti menegaskan alat ukur untuk balita sudah dibagikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di setiap posyandu. Alat tersebut yakni infantometer untuk anak usia 0-2 tahun. Selepas usia 2 tahun, anak harus diukur dalam posisi berdiri dengan alat stadiometer.

Cara kedua untuk mengenali balita stunting yakni dengan mencatat atau plotting berat badan dan tinggi badan dalam pengukuran grafis buku Kartu Ibu dan Anak (KIA).

Ketiga, jika sudah terbukti anak bertubuh pendek atau sangat pendek, segera dilaporkan pada dokter atau puskesmas. Jika memang tingga badan anak pendek, anak dapat segera dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) agar dokter anak bisa memastikan anak tersebut benar terbukti stunting atau tidak.

Balita yang berisiko stunting, kata Damayanti, memiliki tinggi badan di bawah standar 2,1 deviasi yang terterap pada buka KIA.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya