Psikolog Ingatkan Pentingnya Imajinasi Anak, Berdampak pada Kemampuan Berpikir

Guna menghadapi tantangan dimana kecerdasan buatan berpotensi menggantikan manusia dalam hal tertentu, maka tiga kodrat manusia harus tetap dijaga, salah satunya yaitu imajinasi.

oleh Tim Health diperbarui 09 Nov 2024, 17:27 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2024, 17:00 WIB
Contoh ilustrasi seorang anak dengan mainan yang digemarinya
Cara sederhana lain yang dapat menstimulasikan kecerdasan otak anak adalah dengan melibatkan anak pada mainan yang digemarinya (Foto: Unsplash.com/Yuri Shirota)

Liputan6.com, Jakarta - Orangtua dan guru perlu selalu memberi ruang imajinasi kepada anak-anak agar kemampuan berpikir tingkat lanjutnya (advanced thinking) terlatih dengan baik. Hal tersebut disampaikan psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Novi Poespita Candra.

Novi mengingatkan, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang lahir di era revolusi industri 5.0 akan berpotensi menggantikan manusia dalam hal tertentu. Guna menghadapi tantangan tersebut, maka tiga kodrat manusia harus tetap dijaga, salah satunya yaitu imajinasi.

“Imajinasi itu diciptakan dalam ruang-ruang kreatif. Bahkan seorang anak itu bisa mengimajinasikan sesuatu yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Dan AI belum punya kemampuan itu dan akan sulit punya kemampuan imajinasi itu,” katanya di Jakarta, Jumat, dilansir ANTARA.

Namun, menurutnya, imajinasi anak seolah-olah saat ini ditumpulkan dengan standar-standar tertentu di dalam sistem pendidikan. Banyak orang masih beranggapan bahwa aktivitas belajar berarti harus mengerjakan tugas sekolah dan sejumlah keharusan lainnya.

Orangtua juga kerap mengidealkan standar tertentu kepada anak, misalnya menaruh ekspektasi pada anak bahwa pekerjaan yang ideal di masa depan yaitu dokter atau posisi yang dianggap prestisius lainnya. Padahal, bisa saja anak-anak memiliki imajinasi lain tentang masa depannya yang sebelumnya tidak dibayangkan oleh orangtua.

Selain imajinasi, orangtua maupun orang dewasa di lingkungan sekitar juga diingatkan untuk tidak membunuh rasa ingin tahu pada anak. Dengan demikian, anak-anak akan membangun budaya atau kebiasaan untuk berani mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan.

 

Rasa Ingin Tahu Anak

Bertanya, jelas Novi, menjadi mesin utama bagi manusia untuk terus belajar ketika mereka dibiarkan untuk memiliki rasa ingin tahu.

Hanya saja, menurut Novi banyak penelitian saat ini yang menemukan bahwa sistem pendidikan di Indonesia perlahan-lahan berpotensi membunuh rasa ingin tahu anak di samping membunuh imajinasi anak.

Bukan hanya soal imajinasi dan rasa ingin tahu, Novi menyebut bahwa keberagaman pun menjadi kodrat manusia yang juga perlu dijaga. Dia mengingatkan, manusia pada dasarnya akan menukan potensi terbaiknya apabila tidak ada keseragaman.

 

Sistem Pendidikan di Negara Maju

Belajar dari negara-negara maju, Novi mengatakan, sistem pendidikan di negara lain justru lebih banyak membuka ruang dialog sehingga guru punya kesempatan untuk mengenali setiap anak dengan berbeda.

Melalui dialog, ujar dia, maka kesadaran diri dan potensi terbaik pada anak akan muncul.

“Kecerdasan-kecerdasan tinggi milik manusia seperti creative thinking, critical thinking, dan analytical thinking itu akan muncul kalau kodrat manusia itu dikembangkan. Ketika tiga kodrat manusia itu tidak pernah dikembangkan, maka jangan harap advance thinking system-nya bakal terlatih dengan baik,” kata Novi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya