Liputan6.com, Jakarta Perkembangan teknologi yang semakin pesat berpengaruh dalam berbagai hal, termasuk gaya hidup masyarakat. Bahkan pergeseran gaya hidup para perokok juga terjadi. Banyak perokok yang dulunya merokok menggunakan rokok konvensional beralih menggunakan rokok elektrik atau yang sering disebut dengan vape.
Baca Juga
Advertisement
Namun ada pula orang yang sebelumnya tidak merokok kemudian tertarik menggunakan vape. Rokok elektrik dianggap menjadi alternatif yang lebih aman dibanding rokok konvensional. Selain itu, Vape juga dipandang kekinian dan dapat diisi ulang dengan varian rasa yang beragam.
Tidak heran vape semakin digandrungi oleh banyak orang, terutama anak muda. Kendati demikian, Rokok elektrik ternyata juga dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh para dokter di Children's National Hospital di Washington DC.
Penelitian tersebut dilakukan pada kasus seorang gadis remaja yang menderita pembengkakan tenggorokan. Para dokter tersebut meyakini bahwa penyebabnya terkait dengan penggunaan vape.
Remaja yang tidak disebutkan namanya itu mengunjungi dokter setelah mengalami suara serak di tenggorokannya dan ia merasa seolah-olah ada makanan yang bersarang di tenggorokannya. Dokter awalnya curiga bahwa gejala yang dialami gadis tersebut adalah akibat alergi. Namun ketika dokter memberinya antihistamin tidak ada pengaruh sama sekali. Kemudian gadis itu dirujuk ke rumah sakit.
Remaja ini menggunakan vape selama 5 bulan
Dokter Michael Jason Bozzella yang memimpin penelitian ini melakukan beberapa tes. Namun penelitian yang dilakukan itu tidak ditemukan bukti infeksi jamur, bakteri atau virus. Hal tersebut membuat dokter bingung.
“Dengan epiglottitis - radang flap yang ditemukan di pangkal lidah yang mencegah makanan memasuki trakea, kekhawatiran pertama kami adalah bahwa infeksi yang mendasarinya yang harus disalahkan". ungkap Michael Jason Bozzella seperti dikutip oleh Liputan6.com dari Mirror, Selasa(11/2/2020).
“Kami juga mencari lebih banyak infeksi atipikal dengan bakteri, seperti Arcanobacterium, Mycoplasma, dan Gonore. Itu semua juga negatif," kata dokter lebih lanjut.
Namun dalam pembicaraannya dengan dokter, remaja itu mengakui bahwa dirinya telah mengkonsumsi permen dan menggunakan rokok elektrik rasa buah. Ia mengkonsumsinya sejumlah tiga hingga lima kali bersama teman-temannya selama berbulan-bulan menjelang gejala yang dialaminya.
Meski ini tidak serta merta membuktikan bahwa penggunaan vape menjadi penyebab gejalanya, para peneliti mengatakan bahwa penggunaan vape sebagai penyebabnya. Dokter Kathleen Ferrer, penulis senior studi ini, juga mengatakan demikian. Bahkan ia juga menyampaikan kasus seperti yang dialami gadis tersebut dapat mengancam nyawa penderitanya.
“Penggunaan remaja ini terhadap rokok elektrik adalah alasan yang paling masuk akal untuk diagnosis epiglottitis subakut ini, suatu kondisi yang dapat mengancam jiwa," kata Dokter Kathleen Farrer.
Kasus yang dialami gadis tersebut menjadi pelajaran bagi orang-orang yang menggunakan vape atau rokok elektrik agar lebih berhati-hati, karena bukan tidak mungkin dapat membahayakan kesehatan.
Advertisement