Cara Menghitung PPN, Pengertian, Objek, dan Dasar Pengenaannya

Cara menghitung PPN perlu dipahami setiap produsen maupun pedagang, apalagi bagI Pengusaha Kena Pajak (PKP).

oleh Husnul Abdi diperbarui 16 Jul 2021, 20:15 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2021, 20:15 WIB
Pajak
Ilustrasi Pajak Credit: pexels.com/Karolina

Liputan6.com, Jakarta Cara menghitung PPN perlu dipahami setiap produsen maupun pedagang, apalagi bagI Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sebenarnya PPN ini dibebankan kepada konsumen. Namun, penguasaha atau produsen yang wajib memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) ini. 

Hal ini disebabkan karena PPN atau Pajak Pertambahan Nilai ini sangat memengaruhi aktivitas jual beli. Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak.

Cara menghitung PPN tidak begitu sulit karena sudah ada besarannya. Namun, sebelum mengetahui cara menghitung PPN, kamu tentunya perlu memahami terlebih dahulu apa itu PPN. Kenali pula objek PPN hingga dasar-dasarnya.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Jumat (16/7/2021) tentang cara menghitung PPN.

Mengenal PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Ilustrasi Pajak (2)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak. Hal ini dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak atau PKP. PKP ini lah yang akan memungut, menyetor, dan melapor PPN para konsumen nantinya. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.

Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009.

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 18/2000 tidak dikenakan PPN. 

Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Sebelum mengetahui cara menghitung PPN kamu perlu mengetahui objek dari PPN itu sendiri. Objek Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam pasal 4 Undang-undang PPN 1984 dan perubahannya (UU 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2010) adalah:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

2. Impor Barang Kena Pajak;

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;

6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan

8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Objek Pajak Pertambahan Nilai yang lain diatur dalam pasal 16 C dan Pasal 16 D UU PPN 1984 dan perubahannya yaitu

- Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan

- Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.

Dasar Pengenaan PPN

Ilustrasi: Pajak
Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Cara menghitung PPN harus mengacu pada Dasar Pengenaan PPN (DPP). DPP sendiri adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lain yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang.

Sebelum mengenali cara menghitung PPN, kamu tentunya perlu memahami tarif pajak terlebih dahulu. Setiap jenis pajak memiliki tarif pajaknya masing-masing, begitu pula dengan PPN. Tarif PPN adalah10%.

Namun ada juga tarif PPN sebesar 0% yang diterapkan untuk penyerahan, yaitu Ekspor BKP tidak berwujud, Ekspor BKP berwujud, dan Ekspor Jasa Kena Pajak.

Cara menghitung PPN adalah sebagai berikut, karena PPN yang dipungut penjual/pengusaha langsung dari konsumen belum disetorkan ke pemerintah, maka disebut PPN terutang.

Cara menghitung PPN atau Pajak Pertambahan Nilai sangat mudah, yaitu mengalikan tarif PPN dengan dasar pengenaan pajak (DPP) yang meliputi harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain.

Cara menghitung PPN dapat dirumuskan sebagai berikut:

PPN = Tarif PPN x DPP

Contoh kasus:

Jika sebuah perusahaan A (PKP) menjual Barang Kena Pajak (BKP) pada Perusahaan B dengan harga Rp 100.000.000. Maka, cara menghitung PPN yang harus disetorkan adalah:

PPN terutang: 10% x Rp 100.000.000 = Rp 10.000.000

Jadi, PPN yang menjadi pajak keluaran yang dipungut Perusahaan A dari Perusahaan B adalah Rp 10.000.000.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya