Kolusi Adalah Persekongkolan, Berikut Ciri-Ciri dan Konsekuensi Hukum bagi Pelaku

Berikut adalah penjelasan mengenai pengertian kolusi, serta ciri-ciri, contoh, dan konsekuensi hukum bagi pelaku.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 13 Sep 2022, 20:05 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2022, 20:05 WIB
Ilustrasi penyuapan
Ilustrasi penyuapan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Kolusi adalah salah satu praktik yang dilarang untuk dilakukan di Negara Republik Indonesia. Kolusi adalah salah satu praktik dari KKN, yakni Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Dilansir dari laman resmi Dirjen Bea Cukai Bojonegoro, korupsi adalah penggelapan atau penyelewengan harta milik perusahaan maupun milik negara untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan orang lain.

Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum. Kolusi adalah praktik pelanggaran hukum yang bisa dilakukan antara penyelenggara negara dengan pihak lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kolusi adalah adalah bentuk persekongkolan antara dua belah pihak yang bersepakat untuk menjalin kerja sama, yang berdampak pada kerugian bagi masyarakat dan negara.

Sedangkan nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

Untuk lebih memahami tentang kolusi, berikut adalah ulasan mendalam mengenai pengertian kolusi termasuk konsekuensi hukumnya, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (13/9/2022).

Pengertian Kolusi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kolusi adalah kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji; persekongkolan. Dengan kata lain, kolusi adalah kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji. Arti lainnya dari kolusi adalah persekongkolan.

Menurut Merriam-Webster, kolusi adalah perjanjian rahasia atau kerja sama, terutama untuk tujuan ilegal atau menipu. Sedangkan menurut Cambridge Dictionary, kolusi adalah kesepakatan antara orang-orang untuk bertindak bersama secara diam-diam atau ilegal untuk menipu.

Sedangkan menurut UU RI Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 1 angka 4 menyebutkan bahwa kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar-Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara.

Dari sejumlah pengertian tersebut dapat diketahui bahwa kolusi adalah suatu perbuatan persekongkolan yang melanggar hukum dengan maksud menguntungkan pribadi atau kelompok di atas kepentingan umum dan negara.

Konsekuensi Hukum bagi Pelaku Kolusi

KPK Tahan Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti
Petugas menunjukkan barang bukti penangkapan mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022). Haryadi Suyuti ditahan KPK terkait suap pengurusan perizinan di wilayah Pemkot Yogyakarta berikut barang bukti uang USD 27.258. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebagaimana dijelaskan mengenai pengertian kolusi, itu adalah perbuatan yang dilarang. Oleh karena itu, siapapun yang terbukti melakukan tindak kolusi akan menerima sanksi dan konsekuensi hukum, seperti yang disebut dalam UU RI Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 20.

Bunyi UU Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 20:

"Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1, 2, 3, 5, atau 6 dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Setiap Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 atau 7 dikenakan sanksi pidana dan atau sanksi perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Secara khusus, sanksi terhadap pelaku tindak kolusi dijelaskan dalam UU RI Nomor 28 Pasal 21. Seseorang yang terbukti melakukan tindak kolusi diancam dengan hukuman kurungan paling singkat 2 tahun dan paling lama 12 tahun. Selain hukuman kurungan, pelaku tindak kolusi akan dikenai denda minimal Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Bunyi UU RI Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 21:

"Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan kolusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)."

Penyebab Kolusi

Abdul Gafur Mas'ud dan Nur Afifah Balqis Jalani Sidang Lanjutan Kasus Suap di KPK
Bupati nonaktif Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud berjalan keluar usai menjalani sidang lanjutan yang digelar secara virtual melalui Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/9/2022). Sidang tersebut beragendakan pembacaan pledoi atau nota pembelaan dari Abdul Gafur Mas'ud selaku terdakwa dalam kasus dugaan suap pengadaan barang serta jasa di Kabupaten PPU, Kalimantan Timur. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tindak kolusi terjadi bukan tanpa sebab. Kolusi adalah suatu tindakan melanggar hukum yang didorong oleh adanya faktor yang menjadi pendorong timbulnya kolusi.

Secara umum, kolusi disebabkan adanya kekuasaan atau wewenang yang berlebih. Kolusi bisa terjadi karena kekuasaan yang tak terbatas tanpa adanya pertanggungjawaban. Dengan adanya kekuasaan yang tak terbatas, pejabat dapat melakukan kerja sama dengan siapa saja, dan dengan tujuan apa saja, termasuk dengan tujuan menguntungkan pribadi atau kelompok.

Faktor ekonomi juga turut berpengaruh menjadi penyebab tindak kolusi. Terlebih lagi, salah satu tujuan dari tindak kolusi adalah proses kerja sama ilegal yang diharapkan dapat memberikan keuntungan pribadi dan pihak-pihak yang terlibat kerja sama tersebut.

Kolusi adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dapat berbeda dari tindakan melawan hukum lainnya. Perbedaan kolusi dari tindakan melanggar hukum lainnya dapat dikenali dari ciri-cirinya, antara lain sebagai berikut:

a. Kerja sama yang bersifat rahasia dan kesepakatan yang menguntungkan pihak-pihak yang terlibat.

b. Kerja sama rahasia ini umumnya juga melibatkan penyelenggara negara maupun pihak lain yang memiliki posisi penting.

c. Kolusi umumnya juga melibatkan gratifikasi. Gratifikasi sendiri bisa berupa hadiah, uang, atau fasilitas tertentu, yang diberikan kepada pejabat yang terlibat. Gratifikasi diberikan agar kepentingan dari pihak di luar penyelenggara negara dapat dicapai dengan mudah.

Dampak Kolusi

Ilustrasi Kasus Suap
Ilustrasi Kasus Suap (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Selain melawan hukum, kolusi adalah tindakan yang dapat menimbulkan dampak buruk, baik itu bagi masyarakat maupun negara. Adapun dampak dari tindakan kolusi adalah sebagai berikut:

a. Terjadi kesenjangan sosial di masyarakat dan ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan.

b. Proses pertumbuhan ekonomi dan investasi menjadi terhambat sehingga pengentasan kemiskinan menjadi terhambat.

c. Terjadi pemborosan terhadap sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya ekonomi.

d. Proses demokrasi menjadi terganggu karena adanya pelanggaran hak-hak warga negara.

e. Timbulnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat negara.

f. Terjadi ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme proses (sesuai prosedur dan hukum) dengan praktiknya.

Contoh Kolusi di Indonesia

Ilustrasi Suap CPNS
Ilustrasi Suap CPNS (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Tidak bisa dipungkiri, jika praktik kolusi adalah hal yang sering terjadi di Indonesia. Adapun contoh kasus kolusi di Indonesia antara lain sebagai berikut:

a. Menyuap instansi pemerintah agar seseorang diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

b. Menyuap tenaga pengajar agar nilai rapor sekolah murid menjadi lebih baik.

c. Menyuap instansi pendidikan agar seseorang diterima di sekolah atau perguruan tinggi negeri favorit.

d. Menyuap petugas pajak agar nilai pajak yang dibayarkan wajib pajak menjadi lebih kecil dari yang seharusnya.

e. Menyuap hakim atau jaksa agar meringankan hukuman bagi seorang pelaku kejahatan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya