Sejarah Kubah Masjid dan Asal Usulnya, Semula Identik dengan Kuil dan Gereja

Meski sekarang kubah indentik dengan bangunan masjid, namun dulunya kubah merupakan bagian dari bangunan kuil dan gereja.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 09 Mar 2023, 09:30 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2023, 09:30 WIB
Tanda-tanda Datangnya Malam Lailatul Qadar
Ilustrasi Masjid Credit: pexels.com/Stephan

Liputan6.com, Jakarta Pernahkah kamu merasa penasaran, mengapa masjid yang menjadi rumah ibadah umat Islam identik dengan kubah? Bahkan di Indonesia pun sebagian besar masjid pasti memiliki kubah di atapnya.

Sebagian orang mungkin akan berpikir bahwa kubah masjid merupakan hasil dari kebudayaan Arab, di mana agama Islam pertama kali disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun sebenarnya tidak seperti itu.

Gaya arsitektur bangunan dengan kubah sebagai atapnya sebenarnya tidak berasal dari Arab, melainkan hasil dari kebudayaan bangsa Romawi. Menariknya lagi, sebelum identik dengan bangunan masjid, kubah dulunya lebih identik dengan bangunan kuil yang dijadikan tempat pemujaan dewa-dewa.

Tidak hanya itu, kubah dulunya juga menjadi dari bagian bangunan gereja. Lalu bagaimana kubah kemudian kubah bisa identik dengan bangunan masjid? Berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (9/3/2023).

Kelebihan Atap Berbentuk Kubah

Meski dulunya kubah merupakan bagian dari bangunan yang identik dengan bangunan kuil dan gereja, namun Islam tidak ragu-ragu untuk mengadopsi gaya arsitektur tersebut. Bukan tanpa alasan mengapa kubah diadopsi sebagai bagian atap dari masjid. Ini dilakukan karena atap berbentuk kubah memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan atap berbentuk lain.

Salah satu kelebihan atap berbentuk kubah jika dibandingkan atap berbentuk lain adalah tidak membutuhkan tiang penyangga. Bentuk kubah yang menyerupai setengah bola memungkinkan bagian-bagiannya menopang satu dengan yang lain, sehingga tidak membutuhkan tiang penyangga.

Dengan mengadopsi atap dengan bentuk kubah pada bangunan masjid, maka meminimalkan penggunaan tiang pada bangunan. Dengan begitu ketika shalat berjamaah, tidak ada tiang yang memisahkan barisan di antara jamaah, sehingga saf menjadi lebih sempurna.

Selain itu, kubah juga memiliki struktur yang tahan gempa. Maka tidak mengherankan jika usai terjadi gempa bumi, banyak bangunan masjid yang masih utuh meski bangunan di sekitarnya telah runtuh. Bangunan dengan atap berbentuk kubah juga tampak lebih indah.

Karena sekarang kubah identik dengan bangunan masjid, maka kubah bisa menjadi tanda, apakah suatu bangunan merupakan masjid atau bangunan lainnya.

Sejarah Kubah Masjid

Keutamaan Ibadah Puasa Rajab
Ilustrasi Masjid Credit: unsplash.com/Mala

Sebelum identik dengan masjid, kubah tadinya merupakan bentuk atap yang umum digunakan untuk bangunan kuil bahkan gereja. Dilansir dari Kubah Madina, gaya arsitektur bangunan dengan atap kubah diperkirakan berasal bangsa Romawi.

Sebelum ditemukan konsep atap dengan bentuk kubah, bangunan pada masa itu masih menggunakan struktur bangunan yang memerlukan banyak tiang. Kemudian bangsa Romawi menemukan ide dengan membuat bangunan dengan atap dengan bentuk yang menyerupai setengah bola. Atap dengan bentuk setengah bola atau yang sekarang disebut kubah tidak memerlukan tiang, sehingga bisa menyediakan ruang yang lebih banyak karena tidak adanya tiang. Pada saat itu kubah diperuntukan atau difungsikan di dalam kuil agung mereka.

Pada saat itu bangunan dengan atap kubah juga mempunyai peranan sebagai kuil pemujaan Dewa Romawi yang dibuat pada tahun 21 Masehi dan konstruksinya kubah pun berkembang hingga era Kekaisaran Byzantium di abad ke-4.

Dari konstruksi kubah tersebut kemudian dibawa oleh bangsa Romawi yang kemudian di kebangkan secara langsung oleh para arsitek di zaman Byzantium. Teknik pandetive merupakan salah satu teknik yang berhasil dibuat yaitu teknik dengan cara menggabungkan beberapa kubah sehingga mendapatkan hasil dengan ruangan yang luas.

Kemudian melihat perkembangan penggunaan teknik yang meluas, maka teknik ini diaplikasikan di tahun 532, di dalam sebuah gereja yang cukup megah dan termasyhur yang dikenal dengan nama Hagia Sophia.

Sejak saat itu, gaya arsitektur bangunan dengan atap kubah terus dikembangkan hingga pada akhirnya sampai ke negara Arab pada tahun 1453. bahkan Katedral Hagia Sofia telah menginspirasi arsitektur Islam.

Katedral Hagia Sophia Menginspirasi Arsitek Muslim

Hagia Sophia
Kendaraan polisi berpatroli di depan Hagia Sophia di Istanbul pada 11 Juli 2020. Pemerintah Turki memutuskan untuk mengembalikan status Hagia Sophia menjadi masjid setelah difungsikan sebagai museum. (Ozan KOSE/AFP)

Seperti yang telah sedikit dibahas sebelumnya, Katedral Hagia Sofia telah banyak menginspirasi arsitektur Islam. Salah satu arsitek yang sangat terinspirasi dengan Katedral Hagia Sophia adalah Manar Sinan. Manar Sinan adalah seorang arsitek yang menjadi kebangaan Kesultanan Islam Ottoman.

Sinan telah membangun banyak masjid di antaranya Masjid Suleymaniye di tahun 19550, masjid yang merupakan inspirasi dari sebuah pembuatan Blue Mosque, (Sultan Ahmet Mosque).

Dalam perkembangan arsitektur islam itu sendiri banyak dipengaruhi dari penaklukan Islam atas kota–kota di bawah kekaisaran Byzantium yang dalam hal ini termasuk Syiria dan Andalusia (Spanyol). Seperti halnya bentuk bangunan masjid yang berada di wilayah kesultanan ottoman yang pada akhirnya banyak bangunan yang mengaplikasikan secara langsung menggunakan kubah.

Dari sanalah, atap berbentuk kubah banyak digunakan untuk atap masjid. bahkan hingga saat ini, atap berbentuk kubah banyak digunakan untuk bangunan masjid, termasuk di Indonesia. maka tidak mengherankan jika sekarang kubah sangat identik dengan bangunan masjid.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya