Hukum Menikah dengan Sepupu, Ketahui Apa itu Mahram dalam Islam

Sepupu adalah anak dari saudara laki-laki atau perempuan ayah atau ibu kita. Apakah mereka termasuk mahram atau tidak?

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 22 Apr 2023, 18:00 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2023, 18:00 WIB
Pernikahan Lee Seung Gi dan Lee Da In. (Instagram/ 9ato_ent -  byhumanmade)
Pernikahan Lee Seung Gi dan Lee Da In. (Instagram/ 9ato_ent - byhumanmade)

Liputan6.com, Jakarta Momen lebaran biasanya dijadikan sebagai momen bertemunya keluarga besar. Di momen ini, ada saja anggota keluarga yang baru bertemu oleh beberapa sanak saudara untuk pertama kalinya.

Bahkan tidak jarang pertemuan dengan saudara lawan jenis menimbulkan ketertarikan satu dengan yang lain. Hal ini tentu sering menimbulkan pertanyaan tentang boleh atau tidaknya menikah dengan sepupu. Di momen seperti ini lantas muncul pertanyaan mengenai hukum menikah dengan sepupu.

Pernikahan memang menjadi salah satu bentuk ibadah dalam ajaran agama Islam. Namun pernikahan juga harus mengikuti aturan agama, salah satunya adalah tidak boleh menikahi seseorang yang termasuk dalam mahram.

Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi dikarenakan sebab keturunan, ibu persusuan yang sama dan pernikahan yang telah dijalinkan. Lalu sepupu termasuk ke dalam mahram yang dilarang untuk dinikahi? Berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (13/4/2023)

Bolehkah Menikahi Sepupu?

Sepupu adalah anak dari saudara laki-laki atau perempuan ayah atau ibu. Apakah mereka termasuk mahram atau tidak? Apakah boleh menikahi sepupu dalam Islam?

Menurut ulama fiqih klasik, sepupu bukanlah mahram karena Allah SWT menghalalkan kita untuk menikahi sepupu, baik sepupu dekat maupun jauh. Hal ini sebagaimana yang Allah SWT tegaskan dalam firman-Nya dalam surat Al-Ahzab ayat 50, yang artinya:

“Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu.”

Ayat ini menunjukkan bahwa menikahi sepupu baik dari ayah atau ibu diperbolehkan dalam Islam. Kesimpulannya, apabila menikah dengan perempuan yang menjadi mahram baginya maka pernikahan tersebut batal. Namun, apabila menikah dengan perempuan yang bukan mahram baginya maka pernikahan tersebut sah.

Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa menikahi sepupu hukumnya halal atau diperbolehkan selama tidak ada hal yang mengalanginya.

Jenis-Jenis Mahram

6 Potret Marshel Widianto dan Cesen Eks JKT48 Sebelum Kabar Nikah Mencuat
Marshel Widianto dan Cesen Eks JKT48. (Sumber: Instagram/marshel_widianto)

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi dikarenakan sebab keturunan, ibu persusuan yang sama dan pernikahan yang telah dijalinkan.

Mahram Muabbad karena Nasab

Berdasarkan sebabnya, mahram dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni mahram muabbad karena nasab, mahram muabbad karena perkawinan, mahram muabban karena persusuan, dan mahram muaqqat.

Ada sebab-sebab yang membuat seorang menjadi seorang mahram, salah satunya adalah nasab. Adapun wanita yang termasuk dalam golongan mahram berdasarkan nasab, antara lain sebagai berikut:

1. Ibu. Ibu merupakan sosok wanita yang hukumnya haram untuk dinikahi. Yang dimaksud ibu dalam hal ini antara lain adalah ibu kandung, dan nenek ke atas.

2. Anak Perempuan. Yang termasuk di sini adalah anak perempuannya, cucu perempuannya dan terus ke bawah.

3. Saudara Perempuan

4. Bibi dari jalur ayah. Yang dimaksud di sini adalah saudara perempuan dari ayahnya ke atas. Termasuk di dalamnya adalah bibi dari ayahnya atau bibi dari ibunya.

5. Bibi dari jalur ibu. Yang dimaksud di sini adalah saudara perempuan dari ibu ke atas. Termasuk di dalamnya adalah saudara perempuan dari ibu ayahnya.

6. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan saudara perempuan (keponakan). Yang dimaksud di sini adalah anak perempuan dari saudara laki-laki atau saudara perempuannya, dan ini terus ke bawah.

Mahram Muabbad karena Perkawinan

Seseorang yang tadinya bukan merupakan mahram bisa menjadi mahram, yakni karena perkawinan. Adapun wanita yang menjadi mahram karena ikatan perkawinan adalah sebagai berikut:

1. Istri dari ayah, termasuk ibu tiri.

2. Ibu dari istri (ibu mertua). Ibu mertua ini menjadi mahram selamanya (muabbad) dengan hanya sekedar akad nikah dengan anaknya (meski anaknya tidak disetubuhi), menurut mayoritas ulama. Yang termasuk di dalamnya adalah ibu dari ibu mertua dan ibu dari ayah mertua.

3. Anak perempuan dari istri (robibah). Ia bisa jadi mahram dengan syarat si laki-laki telah menyetubuhi ibunya. Jika hanya sekedar akad dengan ibunya namun belum sempat disetubuhi, maka boleh menikahi anak perempuannya tadi. Yang termasuk mahram juga adalah anak perempuan dari anak perempuan dari istri dan anak perempuan dari anak laki-laki dari istri.

4. Istri dari anak laki-laki (menantu). Yang termasuk mahram juga adalah istri dari anak persusuan.

Mahram Muabbad kerena Persusuan

Tidak setiap persusuan bisa menyebabkan seseorang menjadi mahram. Para ulama sepakat bahwa bila seorang bayi menyusu pada wanita yang sama sebanyak 5 kali, meski tidak berturut-turut, maka penyusuan itu telah menimbulkan akibat kemahraman.

Kalau baru sekali atau dua kali penyusuan saja, tentu belum mengakibatkan kemahraman. Ketentuan ini didasari oleh hadits yang diriwayatkan ibunda mukminin Aisyah radhiyallahu anha:

Dahulu ada ayat yang diturunkan dengan lafadz: Sepuluh kali penyusuan telah mengharamkan. Kemudian ayat itu dihapus dan diganti dengan 5 kali penyusuan. Dan Rasulullah SAW wafat dalam keadaan para wanita menyusui seperti itu. (HR. Muslim)

Berikut inilah rincian dari siapa saja yang menjadi mahram sepersusuan bila seorang bayi perempuan menyusu kepada ibu susu nya:

1. Wanita yang menyusui dan ibunya.

2. Anak perempuan dari wanita yang menyusui (saudara persusuan).

3. Saudara perempuan dari wanita yang menyusui (bibi persusuan).

4. Anak perempuan dari anak perempuan dari wanita yang menysusui (anak dari saudara sepersusuan).

5. Ibu dari suami dari wanita yang menyusui.

6. Saudara perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.

7. Anak perempuan dari anak laki-laki dari wanita yang menyusui (anak dari saudara sepersusuan).

8. Anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.

9. Istri lain dari suami dari wanita yang menyusui.

Mahram Muaqqat

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mahram adalah wanita yang haram dinikahi. Sementara Mahram Muabbad adalah wanita yang haram dinikahi untuk selamanya, ada pula mahram muaqqat. Mahram muaqqat adalah wanita yang tidak boleh dinikahi hanya pada kondisi tertentu saja, dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal.

Adapun yang termasuk mahram muaqqat antara lain adalah sebagai berikut:

1. Saudara perempuan dari istri (ipar). Berdasarkan kesepakatan para ulama, tidak boleh bagi seorang pria untuk menikahi saudara perempuan dari istrinya dalam satu waktu. Namun jika istrinya meninggal dunia atau ditalak oleh si suami, maka setelah itu ia boleh menikahi saudara perempuan dari istrinya tadi.

2. Bibi dari istri (dari jalur ayah atau ibu). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya:

“Tidak boleh seorang wanita dimadu dengan bibi (dari ayah atau ibu) -nya.” (HR. Muslim no. 1408)

Akan tetapi, jika istri telah dicerai atau meninggal dunia, maka laki-laki tersebut boleh menikahi bibinya.

3. Istri yang telah bersuami dan istri orang kafir jika ia masuk Islam.

4. Wanita yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu sampai ia menjadi istri dari laki-laki lain.

5. Wanita musyrik sampai ia masuk Islam.

6. Wanita pezina sampai ia bertaubat dan telah membuktikan tidak dalam keadaan hamil.

7. Wanita yang sedang ihram sampai ia tahallul.

8. Tidak boleh menikahi wanita kelima sedangkan masih memiliki istri yang keempat.

Risiko Menikahi Sepupu atau Kerabat Dekat

Pernikahan - Vania
Ilustrasi Pernikahan/https://unsplash.com/Wu Jianxiong

Meski menikahi sepupu diperbolehkan dalam ajaran agama Islam, akan tetapi menurut sejumlah penelitian, ada sejumlah risiko yang bisa timbul akibat pernikahan yang terjadi di antara kerabat dekat. Adapun risiko menikah dengan kerabat yang terlampau dekat, termasuk sepupu antara lain adalah sebagai berikut,

1. Peningkatan risiko kelainan genetik

Kerabat dekat berbagi proporsi gen yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang tidak terkait. Jika kedua pasangan membawa gen kelainan genetik, ada kemungkinan lebih tinggi untuk menurunkannya ke keturunan mereka. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan risiko memiliki anak dengan kelainan genetik, seperti fibrosis kistik, anemia sel sabit, talasemia, dan lainnya.

2. Peningkatan risiko cacat lahir

Perkawinan konsekuen telah dikaitkan dengan peningkatan risiko cacat lahir pada keturunannya, terutama dalam hal kelainan genetik resesif. Ketika kerabat dekat memiliki anak bersama, ada kemungkinan lebih tinggi untuk mewarisi dua salinan gen dengan mutasi berbahaya, yang dapat mengakibatkan cacat lahir seperti bibir sumbing dan langit-langit, cacat jantung, dan cacat tabung saraf, dan sebagainya.

3. Peningkatan risiko masalah reproduksi

Perkawinan kerabat telah dikaitkan dengan peningkatan risiko masalah reproduksi, seperti infertilitas, keguguran, dan lahir mati. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kemungkinan membawa gen untuk gangguan reproduksi tertentu yang dapat mempengaruhi kesuburan dan hasil kehamilan.

4. Berkurangnya keragaman genetik

Menikah dalam keluarga dekat dapat menyebabkan berkurangnya keragaman genetik pada keturunannya. Keanekaragaman genetik penting untuk menjaga kumpulan gen yang sehat dan dapat membantu melindungi dari risiko kelainan genetik. Berkurangnya keragaman genetik akibat perkawinan sedarah dapat meningkatkan kemungkinan mewariskan gen berbahaya dan meningkatkan risiko kelainan genetik pada generasi mendatang.

5. Implikasi sosial dan budaya

Penting juga untuk mempertimbangkan implikasi sosial dan budaya dari menikahi sepupu. Sementara pernikahan sepupu diterima dan bahkan umum di beberapa budaya dan wilayah, itu mungkin stigmatisasi atau dikecilkan di negara lain. Faktor sosial dan budaya dapat mempengaruhi dinamika keluarga, hubungan, dan kesejahteraan psikologis individu yang terlibat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya