Defekasi adalah Pengeluaran Zat Sisa Pencernaan, Begini Prosesnya

Defekasi adalah salah satu aktivitas manusia yang tidak mungkin terlewatkan di dalam kehidupannya.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 31 Okt 2023, 18:30 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2023, 18:30 WIB
Ilustrasi toilet
Ilustrasi toilet. Sumber foto: unsplash.com/Giorgio Trovato.

Liputan6.com, Jakarta Defekasi adalah salah satu proses dalam rangkaian metabolisme pencernaan manusia. Defekasi adalah tahap akhir dalam pengolahan makanan setelah nutrisi penting diserap oleh tubuh. Ketika makanan dicerna dalam tubuh, nutrisi yang dapat diserap seperti vitamin, mineral, dan nutrisi lainnya diserap oleh usus ke dalam aliran darah untuk digunakan sebagai sumber energi dan pembentukan jaringan. 

Defekasi adalah salah satu aktivitas manusia yang tidak mungkin terlewatkan di dalam kehidupannya. Sisa makanan yang tidak dapat dicerna dan tidak memiliki nilai gizi, bersama dengan bakteri dan sel-sel mati, membentuk feses atau tinja. Feses ini kemudian dikumpulkan di rektum dan akhirnya dikeluarkan dari tubuh melalui anus dalam proses yang disebut defekasi.

Proses defekasi ini penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa yang tidak diperlukan. Jika proses ini terganggu atau tidak berfungsi dengan baik, dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti sembelit atau diare. Berikut ulasan tentang defekasi adalah bagian dari metabolisme pencernaan yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (31/10/2023).

Proses Akhir dalam Pencernaan

Mengejan Terlalu Kuat Akibat Sembelit
Ilustrasi Mengejan dan Sembelit Saat Buang Air Besar Credit: pexels.com/Drio

Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses (tinja) dan flatus (gas usus) yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Proses ini penting untuk mengeluarkan sisa-sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Terdapat dua tipe refleks yang terlibat dalam proses defekasi yaitu reflek defekasi intrinsik dan reflek defekasi parasimpatis.

Refleks defekasi intrinsik dimulai ketika feses masuk ke dalam rektum, menyebabkan distensi atau peregangan rektum. Peregangan ini merangsang flektus mesentrikus dan memicu gerakan peristaltik (kontraksi dan relaksasi berurutan) dalam usus. Setelah feses mencapai anus, otot sfingter internal secara sistematis mengendur, sehingga terjadi defekasi.

Refleks defekasi parasimpatis terjadi ketika feses masuk ke rektum. Saraf rektum akan memberi respons dengan mengirimkan sinyal ke sumsum tulang belakang. Sinyal tersebut kemudian dikirim kembali ke kolon desendens, sigmoid, dan rektum, menyebabkan peningkatan peristaltik dan relaksasi otot sfingter internal, yang akhirnya memungkinkan terjadinya defekasi.

Defekasi adalah aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Bahan sisa yang tidak digunakan oleh tubuh dapat menjadi racun bagi tubuh jika tidak dikeluarkan, oleh sebab itu defekasi perlu untuk menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Dilansir dari laman fkkmk.ugm.ac.id, posisi defekasi yang tepat adalah posisi setengah jongkok atau “semisquatting” dimana sudut anorektal posisi jongkok mendekati lurus atau tegak sehingga mempermudah proses defekasi. Kebanyakan orang tidak terbiasa dengan posisi berjongkok, tetapi dapat dibantu dengan menggunakan pijakan kaki dan membungkuk badan ke depan saat di toilet. 

Proses Defekasi

sembelit
Ilustrasi sakit sedang latihan buang air besar. (Foto: Freepik/Freepik)

Proses defekasi dimulai dengan munculnya gerakan massa (mass movement) dari kolon desenden. Gerakan ini mendorong feses ke dalam rektum. Mass movement ini terjadi sekitar 15 menit setelah makanan masuk ke dalam sistem pencernaan dan biasanya hanya terjadi beberapa kali sehari.

Adanya feses dalam rektum menyebabkan peregangan pada dinding rektum dan mendorong feses menuju sfingter ani (otot cincin di sekitar anus). Peregangan ini menciptakan sensasi ingin buang air besar (defekasi).

Proses defekasi dapat dicegah oleh kontraksi tonik dari sfingter ani internus dan eksternus. Sfingter ani internus adalah kumpulan otot polos cincin yang terletak di dalam anus bagian proksimal, sedangkan sfingter ani eksternus terdiri dari otot lurik yang terletak di bagian distal. Kedua otot ini dikendalikan oleh sistem saraf somatik.

Rangsangan pada dinding rektum akan mengaktifkan serabut saraf sensoris rektum. Impuls dari saraf ini akan dikirimkan ke segmen sakrum medula spinalis.Impuls saraf sensoris ini kemudian akan merangsang serabut saraf parasimpatis nervus erigentes, yang akan mengirimkan isyarat refleks ke kolon desenden, sigmoid, rektum, dan anus.

Serabut saraf parasimpatis bekerja secara sinergis untuk menyebabkan gerakan peristaltik yang kuat di seluruh usus besar, mulai dari fleksura lienalis (sudut usus besar) hingga ke anus. Ini membantu dalam proses pengosongan usus besar.

Selain pengosongan usus besar, refleks yang terkait dengan proses defekasi juga dapat mempengaruhi berbagai fungsi lain, termasuk bernafas dalam, penutupan glotis, dan kontraksi otot abdomen, seperti otot kuadratus, rektus abdominis, oblik eksternus, dan internus.

Pada orang dewasa, kontraksi sfingter ani eksternus dapat diatur sehingga proses defekasi dapat ditunda hingga kondisi yang memungkinkan. Namun, jika ada sensasi yang menurun atau jika kondisi ini berulang kali terjadi, hal ini dapat menyebabkan rasa nyeri saat defekasi, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan gangguan defekasi seperti konstipasi.

Organ yang Terlibat dalam Defekasi

Ilustrasi buang air besar (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)
Ilustrasi buang air besar (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Proses defekasi melibatkan beberapa organ dan komponen penting dalam sistem pencernaan dan sistem saraf. Berikut adalah organ-organ yang terlibat dalam proses defekasi.

1. Kolon Desenden

Proses defekasi dimulai dengan gerakan massa (mass movement) dari kolon desenden. Gerakan ini mendorong feses ke dalam rektum.

2. Sigmoid

Sebagai bagian dari usus besar, sigmoid juga berperan dalam proses penggerakan feses ke arah rektum.

3. Rektum

Rektum adalah organ penyimpanan sementara feses sebelum dikeluarkan dari tubuh. Adanya feses di dalam rektum menyebabkan peregangan pada dinding rektum, yang memicu sensasi ingin buang air besar.

4. Sfingter Ani Internus dan Eksternus

Sfingter ani internus dan eksternus adalah dua kelompok otot yang berperan dalam mengontrol aliran keluar feses. Sfingter ani internus terletak di dalam anus bagian proksimal, sedangkan sfingter ani eksternus terdiri dari otot lurik yang terletak di bagian distal. Kedua sfingter ini mengatur aliran keluar feses dan dikendalikan oleh sistem saraf somatik.

5. Serabut Saraf

Proses defekasi juga melibatkan serabut saraf sensoris yang merespons rangsangan pada dinding rektum. Impuls dari serabut saraf ini mengirimkan sinyal ke segmen sakrum medula spinalis.

6. Sistem Saraf Parasimpatis

Serabut saraf sensoris ini merangsang serabut saraf parasimpatis nervus erigentes, yang mengirimkan isyarat refleks ke berbagai bagian usus, termasuk kolon desenden, sigmoid, rektum, dan anus. Sistem saraf parasimpatis memainkan peran penting dalam mengoordinasikan gerakan peristaltik usus besar.

Selain organ-organ di atas, proses defekasi juga mencakup beberapa otot abdomen yang terlibat dalam penggunaan tekanan untuk membantu dalam pengeluaran feses. Semua organ ini bekerja bersama-sama dalam serangkaian tindakan koordinasi yang kompleks untuk memungkinkan pengosongan usus besar dan pengeluaran feses dari tubuh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya