Liputan6.com, Jakarta - Pedofilia adalah ketertarikan seksual yang tidak lazim, di mana individu dewasa atau remaja yang lebih tua merasakan ketertarikan seksual terhadap anak-anak yang belum mencapai usia pubertas, yaitu 13 tahun ke bawah. Kasus pedofilia umumnya terjadi di berbagai belahan dunia, sering kali menimbulkan dampak traumatis bagi korban yang rentan.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Faktor penyebab utama pedofilia adalah kombinasi dari gangguan neurobiologis. Seperti perubahan pada neurotransmitter serotonin dan perbedaan pada struktur otak, serta pengalaman traumatis masa kecil, seperti pelecehan seksual.
Selain itu, gangguan perkembangan saraf juga dikaitkan dengan terjadinya pedofilia. Individu yang mengalami gangguan perkembangan saraf, seperti autisme atau ADHD, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan pedofilia.
Cara menghindarkan anak-anak dari potensi bahaya pedofil, penting untuk meningkatkan kesadaran dan pengawasan terhadap lingkungan anak, termasuk dalam interaksi dengan orang dewasa yang tidak dikenal. Pendidikan seksual yang tepat dan pembicaraan terbuka tentang tubuh dan batasan pribadi juga dapat membantu anak-anak memahami dan melaporkan perilaku yang tidak pantas kepada orang dewasa yang dipercaya.
Berikut Liputan6.com ulas tentang pedofilia, jenis, dan faktor penyebabnya, Kamis (14/3/2024).
Pedofilia Adalah Bentuk Gangguan Jiwa
Pedofilia adalah suatu bentuk ketertarikan seksual yang tidak lazim, di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua merasakan ketertarikan seksual terhadap anak-anak prapubertas yang berusia 13 tahun ke bawah. Istilah "pedofilia" berasal dari bahasa Yunani yang berarti cinta atau kasih sayang terhadap anak-anak.
Pelaku pedofilia, yang dikenal sebagai pedofil, umumnya memiliki usia minimal 16 tahun dan menjadikan anak-anak sebagai objek atau sasaran dari dorongan seksual mereka. Menurut jurnal penelitian Universitas Warmadewa, pedofilia adalah gangguan jiwa di mana seseorang menggunakan anak-anak sebagai instrumen atau sasaran dari dorongan seksual mereka, sering kali dalam bentuk pelecehan seksual.
Pedofilia sering kali menimbulkan kekhawatiran dan keresahan di masyarakat karena melibatkan perlakuan seksual terhadap anak-anak yang rentan. Sebagaimana dijelaskan dalam e-journal Universitas Tarumanegara, pedofilia merupakan bentuk penyiksaan anak di mana korban yang masih berusia belia menjadi objek atau alat untuk memuaskan kebutuhan seksual pelaku.
Dampaknya pada Anak-Anak
Keterlibatan anak-anak dalam tindakan seksual dewasa atau remaja yang lebih tua merupakan bentuk eksploitasi yang merusak bagi korban. Ini dapat menyebabkan dampak psikologis yang serius hingga berkepanjangan.
Meskipun kebanyakan kasus pedofilia melibatkan pelaku laki-laki, namun tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan juga dapat mengidap gangguan ini. Ini menunjukkan bahwa pedofilia bukanlah fenomena yang eksklusif terhadap satu jenis kelamin saja.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih memahami pedofilia sebagai suatu gangguan jiwa yang memerlukan perhatian serius dan penanganan yang tepat, bukan sekadar stigma atau hukuman semata. Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda dan bahaya pedofilia juga merupakan langkah penting dalam melindungi anak-anak dari risiko eksploitasi seksual.
Pemahaman yang lebih mendalam tentang pedofilia sebagai gangguan jiwa yang serius, diharapkan masyarakat dapat bersama-sama dalam mencegah dan mengatasi kasus-kasus pedofilia. Langkah-langkah seperti pemberdayaan anak-anak dengan pengetahuan tentang hak mereka.
Lalu peningkatan pengawasan terhadap perilaku orang dewasa terhadap anak-anak, serta dukungan kepada korban pedofilia dalam mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang tepat dapat membantu mengurangi dampak negatif pedofilia pada masyarakat.
Â
Advertisement
Jenis-Jenis Pedofilia
1. Pedofilia Eksklusif
Jenis pertama adalah pedofilia eksklusif (exclusive type), di mana individu hanya tertarik secara seksual kepada anak-anak yang belum mencapai usia pubertas. Dalam kasus ini, individu tidak memiliki ketertarikan seksual terhadap orang dewasa, melainkan secara khusus terfokus pada anak-anak yang masih dalam tahap perkembangan prapubertas.
2. Pedofilia Non-Eksklusif
Sementara itu, jenis kedua adalah pedofilia non-eksklusif (non-exclusive type), di mana individu yang mengidap gangguan ini tetap memiliki ketertarikan seksual terhadap anak-anak prapubertas, namun juga dapat menunjukkan ketertarikan seksual terhadap orang dewasa.
Dalam kasus ini, individu yang pedofil dapat menunjukkan perilaku seksual terhadap anak-anak maupun orang dewasa, meskipun preferensinya lebih condong kepada anak-anak.
Kedua jenis pedofilia ini memperlihatkan variasi dalam pola perilaku seksual individu yang mengalami gangguan tersebut, dan perbedaan ini dapat memengaruhi penanganan dan intervensi yang diberikan oleh profesional kesehatan mental.
Faktor Penyebab Pedofilia
Faktor penyebab pedofilia dapat berasal dari berbagai aspek, mulai dari faktor biologis hingga pengalaman masa lalu seseorang.
1. Lingkungan dan Kondisi Psikologis
Awalnya, pedofilia terjadi pada individu yang memiliki preferensi seksual terhadap orang dewasa. Namun, ketika individu tersebut mengalami stres atau frustasi karena tidak dapat mencapai hubungan seksual yang diharapkan dengan orang dewasa, mereka dapat beralih kepada anak-anak sebagai objek pemenuhan kebutuhan seksual mereka.
Ini menunjukkan bahwa lingkungan dan kondisi psikologis seseorang dapat memainkan peran dalam perkembangan pedofilia.
2. Gangguan Saraf di Otak
Dari segi neurobiologis, penelitian menunjukkan adanya perubahan pada otak individu dengan pedofilia. Penurunan neurotransmitter serotonin, yang mengatur mood dan perilaku, teramati pada otak orang dengan pedofilia.
Gangguan pada saraf pembawa pesan dari otak ke bagian tubuh lain juga terjadi, mengindikasikan adanya ketidaknormalan dalam fungsi otak pada individu pedofil. Selain itu, perbedaan pada lobus frontal dan temporal yang mengatur perilaku seksual dan memproses emosi juga ditemukan pada otak pedofil, seperti yang diungkapkan dalam penelitian Archives of Sexual Behavior (2015).
3. Gangguan Perkembangan Saraf
Selain faktor neurobiologis, gangguan perkembangan saraf juga dikaitkan dengan pedofilia. Pedofilia sering terkait dengan gangguan seperti autisme dan ADHD, yang memiliki dampak pada perkembangan saraf dan fungsi kognitif.
Penelitian dari jurnal Acta Psychiatrica Scandinavica (2021) menunjukkan bahwa orang dengan gangguan pedofilia cenderung memiliki kecerdasan intelektual yang lebih rendah, menyoroti keterkaitan antara faktor neurobiologis dan pedofilia.
4. Pengalaman Trauma Masa Kecil
Selain faktor neurobiologis, pengalaman trauma masa kecil juga dapat mempengaruhi perkembangan pedofilia. Pengalaman pelecehan seksual saat masa kanak-kanak dapat menjadi pemicu perkembangan pedofilia pada beberapa individu, meskipun tidak semua orang yang mengalami pelecehan akan menjadi pedofil.
5. Gen dan Hormon
Faktor genetik dan hormonal juga dapat berperan dalam menentukan predisposisi seseorang terhadap pedofilia, menunjukkan bahwa faktor-faktor biologis dan psikososial saling berinteraksi dalam memengaruhi perkembangan gangguan ini.
Advertisement