Benarkah Menara Saidah Miring? Fakta di Balik Gedung Terbengkalai yang Ikonik di Jakarta

Mari kita jelajahi misteri di balik salah satu landmark paling enigmatis di Jakarta

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 24 Sep 2024, 16:15 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2024, 16:15 WIB
Menara Saidah di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan.
Menara Saidah di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Menara Saidah, gedung terbengkalai yang menjulang di Jalan MT Haryono, Jakarta, telah lama menjadi subjek berbagai spekulasi dan mitos urban. Salah satu isu yang paling sering diperbincangkan adalah pertanyaan: benarkah Menara Saidah miring? Rumor ini telah beredar selama bertahun-tahun, memicu rasa penasaran dan kekhawatiran di kalangan masyarakat Jakarta.

Kontroversi seputar kemiringan Menara Saidah miring telah menjadi topik hangat diskusi, baik di media massa maupun di kalangan masyarakat umum. Banyak yang percaya bahwa gedung ini ditinggalkan karena masalah struktural yang serius, termasuk pondasi yang tidak stabil yang menyebabkan Menara Saidah miring. Namun, seberapa akurat klaim ini? Apakah benar Menara Saidah miring, atau ini hanyalah mitos urban yang berkembang seiring waktu?

Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam tentang kontroversi Menara Saidah miring, memeriksa fakta-fakta yang ada, dan mencoba memisahkan mitos dari realitas. Kita akan melihat sejarah gedung ini, alasan-alasan di balik terbengkalainya, dan berbagai klaim serta bantahan terkait kemiringan strukturnya. 

Mari kita jelajahi misteri di balik salah satu landmark paling enigmatis di Jakarta, dalam rangkuman yang telah Liputan6.com rangkum pada Selasa (24/9).

Sejarah Menara Saidah: Dari Kemegahan Hingga Terbengkalai

Menara Saidah di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan.
Menara Saidah di Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Asal Usul dan Pembangunan

Menara Saidah, yang awalnya dikenal sebagai Menara Drassindo, memiliki sejarah yang cukup menarik. Gedung ini dibangun antara tahun 1995 hingga 1997 oleh PT. Hutama Karya, dan merupakan gedung tinggi pertama yang dibangun oleh kontraktor tersebut. Nama "Saidah" diambil dari nama pemiliknya, Saidah Abu Bakar Ibrahim.

Desain Menara Saidah cukup unik dan ambisius untuk zamannya. Gedung ini memiliki 24 lantai, termasuk 2 basement dan 2 semi-basement. Yang membuat gedung ini istimewa adalah desainnya yang menggunakan patung-patung bernuansa Romawi yang diimpor langsung dari Italia. Interiornya juga tidak kalah menarik, dengan "sentuhan Las Vegas" dan langit-langit bagian lobi yang bisa diganti nuansanya.

Masa Kejayaan

Setelah selesai dibangun, Menara Saidah menjadi salah satu pusat perkantoran yang cukup prestisius di Jakarta. Beberapa instansi pemerintah pernah menyewa ruangan di gedung ini, termasuk Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (yang sekarang berubah nama menjadi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal) yang pernah berkantor di lantai 18.

Selain sebagai pusat perkantoran, Menara Saidah juga pernah menjadi tempat berbagai acara, termasuk acara buka puasa bersama yang melibatkan artis Inneke Koesherawati, yang menikah dengan salah satu anggota keluarga Saidah, Fahmi Darmawansyah.

Kontroversi Kemiringan: Fakta atau Mitos?

Awal Mula Rumor

Rumor tentang kemiringan Menara Saidah mulai beredar sekitar tahun 2007, ketika gedung ini resmi ditutup untuk umum. Alasan penutupan yang beredar saat itu adalah karena pondasi gedung tidak tegak berdiri dan miring beberapa derajat, sehingga dianggap membahayakan keselamatan penghuni gedung.

Isu ini dengan cepat menyebar dan menjadi salah satu alasan utama yang sering dikutip terkait terbengkalainya Menara Saidah. Banyak orang percaya bahwa konstruksi gedung ini bermasalah sejak awal, meskipun baik dari pihak pemilik maupun Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) tidak ada yang bersedia memberikan penjelasan resmi pada saat itu.

Bantahan dan Klarifikasi

Meskipun rumor tentang kemiringan Menara Saidah terus beredar, beberapa pihak telah mencoba membantah klaim ini:

Pada tahun 2013, pihak pengelola Menara Saidah, Dami Okta (Manajer Umum) PT Gamlindo Nusa, membantah pemberitaan media yang menyatakan bahwa gedung itu miring. Menurut mereka, gedung itu sengaja dikosongkan sampai masa sewa penyewa habis, dan mereka berencana untuk menyewakan gedung secara keseluruhan kepada calon penyewa berikutnya.

Pada tahun yang sama, Kepala Suku Dinas P2B Jakarta Selatan, Putu Indiana, juga membantah adanya kegagalan konstruksi. Ia menyatakan bahwa terbengkalainya Menara Saidah disebabkan oleh masalah internal manajemen yang tidak dikelola dengan baik dan kisruh kepemilikan, bukan karena masalah struktural. Putu menjelaskan bahwa pengecekan kemiringan bangunan telah dilakukan menggunakan alat ukur bernama teodolit, dan hasilnya mengkonfirmasi bahwa gedung tidak miring.

Analisis Para Ahli

Beberapa pengamat perkotaan telah memberikan pendapat mereka tentang kasus Menara Saidah:

Yayat Supriyatna, seorang pengamat perkotaan, menyatakan bahwa Dinas P2B tidak segera bertindak terhadap pemilik yang terkesan membiarkan gedung terbengkalai. Ia menekankan bahwa tidak boleh ada pembiaran hanya karena alasan kerugian finansial.

Nirwono Joga, pengamat perkotaan lainnya, berpendapat bahwa jika memang benar Menara Saidah miring, hal ini dapat dikategorikan sebagai gagal pembangunan akibat keteledoran. Ia menyarankan agar Dinas P2B seharusnya memerintahkan pemilik gedung untuk segera membongkar dan merenovasi agar gedung aman untuk digunakan.

Penyebab Sebenarnya Terbengkalainya Menara Saidah

Masalah Manajemen Internal

Berdasarkan berbagai sumber, salah satu penyebab utama terbengkalainya Menara Saidah adalah masalah manajemen internal yang kompleks:

Pada tahun 2012, dilaporkan bahwa Menara Saidah dikelola oleh beberapa perusahaan berbeda namun masih di dalam Merial Group, termasuk PT Merial Esa dan PT Merial Medika. Banyaknya pihak yang terlibat dalam pengelolaan gedung, termasuk anggota keluarga pemilik, menyebabkan harga sewa menjadi tinggi.

Kepala Suku Dinas P2B Putu Indiana pada tahun 2013 menegaskan bahwa terbengkalainya Menara Saidah disebabkan oleh masalah internal manajemen yang tidak dikelola dengan baik dan kisruh kepemilikan.

Masalah Hukum dan Finansial

Selain masalah manajemen, Menara Saidah juga menghadapi berbagai masalah hukum dan finansial:

Pada tahun 2007, dilaporkan bahwa pemutusan hubungan kerja dilakukan secara sepihak, dan hingga beberapa tahun kemudian, ratusan karyawan belum memperoleh pesangon.

Meskipun ada banyak penawaran untuk membeli atau menggunakan gedung ini, termasuk dari Universitas Satyagama pada tahun 2011, transaksi tidak pernah terjadi. Salah satu alasan yang disebutkan adalah ketidaksediaan pemilik awal untuk menunjukkan gambar struktur gedung.

Kurangnya Tindakan dari Pemerintah

Pemerintah daerah juga dikritik karena dianggap kurang tegas dalam menangani kasus Menara Saidah:

Lurah setempat, Shalih Nopiansyar, menyatakan bahwa permintaan untuk bertemu dengan pemilik terkait kelangsungan bangunan tidak berhasil.

Pemerintah daerah setempat belum menerima laporan mengenai rencana terkait bangunan Menara Saidah.

Pengamat perkotaan Nirwono Joga mengkritik bahwa pemerintah tidak pernah tegas terhadap perencana, pengawas, dan pelaksana gedung yang bermasalah.

Dampak dan Konsekuensi Terbengkalainya Menara Saidah

Dampak Lingkungan dan Sosial

Terbengkalainya Menara Saidah telah memberikan dampak signifikan terhadap lingkungan sekitar dan masyarakat:

Pada tahun 2012, dilaporkan bahwa gedung dalam keadaan tidak terawat. Jalan akses masuk dan keluar gedung sudah banyak yang pecah, gedung dalam keadaan gelap, dan hanya taman depannya yang masih dibersihkan dengan menyewa jasa petugas kebersihan jalan raya.

Ketidakjelasan status gedung ini mengakibatkan masyarakat yang tinggal di sekitarnya khawatir dan takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Gedung terbengkalai ini juga telah menjadi sumber berbagai cerita hantu dan mitos urban, yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap area sekitarnya.

Masalah Keamanan

Terbengkalainya Menara Saidah juga menimbulkan masalah keamanan:

Pada tahun 2012, gedung ini diserahkan ke dalam pengawasan Polisi Sektor Cawang, Jakarta Timur. Setiap pagi polisi dari Cawang datang dan menandatangani daftar.

Masalah keamanan, termasuk risiko kebakaran, sepenuhnya menjadi tanggung jawab polisi.

Pada 12 Oktober 2017, terjadi longsoran dari dinding penahan tanah yang ada di depan Menara Saidah. Longsoran ini masuk ke dalam area pekerjaan light rail transit (LRT) Jakarta yang sedang dikonstruksi PT. Adhi Karya.

Kasus Menara Saidah menjadi pelajaran penting tentang pentingnya manajemen yang baik, transparansi, dan pengawasan yang ketat dalam proyek pembangunan gedung bertingkat. Ini juga menunjukkan bagaimana rumor dan spekulasi dapat berkembang ketika tidak ada informasi yang jelas dan transparan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab.

Ke depannya, diperlukan tindakan konkret dari pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan masalah Menara Saidah, baik itu melalui renovasi, pengalihan kepemilikan, atau bahkan pembongkaran jika memang diperlukan. Yang terpenting adalah memastikan keamanan masyarakat sekitar dan mengembalikan nilai positif dari lahan yang saat ini terbengkalai ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya