Adab Bercanda dalam Islam, Simak Macam-Macam Candaan yang Dilarang dan Diperbolehkan

Pahami adab bercanda dalam Islam secara lengkap. Temukan batasan, dalil, dan panduan bercanda yang sesuai syariat agar candaan tetap menyenangkan tanpa melanggar ajaran agama.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 04 Des 2024, 21:20 WIB
Diterbitkan 04 Des 2024, 21:20 WIB
Ilustrasi muslimah senyum, Islami
Ilustrasi muslimah senyum, Islami. (Photo Copyright by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Bercanda merupakan bagian natural dari interaksi sosial manusia yang dapat mempererat hubungan dan menciptakan suasana yang menyenangkan. Dalam Islam, aktivitas bercanda tidak dilarang secara mutlak, bahkan Rasulullah ï·º sendiri terkadang bercanda dengan para sahabat dan keluarganya untuk menciptakan keakraban dan membuat mereka bahagia.

Meski demikian, Islam memberikan tuntunan dan batasan dalam bercanda agar tidak melampaui batas dan tetap dalam koridor syariat. Hal ini penting mengingat candaan yang tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak negatif, baik bagi pelaku maupun orang yang menjadi objek candaan.

Sebagai seorang Muslim, memahami adab bercanda sangatlah penting agar kita dapat menciptakan suasana ceria tanpa melanggar nilai-nilai agama dan tetap menjaga hubungan baik dengan sesama. Simak penjelasan mengenai adab bercanda dalam Islam berikut ini, sebagaimana telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (4/12/2024).

Hukum Bercanda dalam Islam

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang adab bercanda dalam Islam, penting untuk memahami bagaimana agama kita memandang aktivitas bercanda dari sisi hukum. Pemahaman ini akan menjadi fondasi bagi kita dalam menentukan batasan dan cara yang tepat dalam bercanda sesuai syariat.

Islam memandang bercanda sebagai sesuatu yang mubah (diperbolehkan) selama dilakukan sesuai dengan batasan syariat. Hal ini didasarkan pada beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa Rasulullah ï·º juga sesekali bercanda dengan para sahabatnya. Seperti diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ketika para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau juga bercanda dengan kami?" Beliau menjawab: "Betul, hanya saja aku selalu berkata benar." Riwayat ini menunjukkan bahwa aktivitas bercanda bukanlah sesuatu yang dilarang, namun harus tetap memegang prinsip kejujuran.

Dalam praktiknya, Rasulullah ï·º sering bercanda dengan cara yang santun untuk mengambil hati dan membuat orang lain gembira. Misalnya, beliau pernah bercanda dengan seorang sahabat bernama Zahir bin Haram yang sedang menjual barang dagangan. Rasulullah ï·º memeluknya dari belakang sambil bercanda mengatakan "Siapa yang mau membeli budak ini?" Zahir yang mengenali beliau kemudian menjawab, "Kalau begitu, demi Allah engkau akan mendapatiku sebagai barang yang tidak laku, wahai Rasulullah." Lalu Rasulullah ï·º bersabda, "Tetapi di sisi Allah engkau tidaklah murah."

Al-'Iz bin Abdissalam rahimahullah menjelaskan tentang hukum bercanda dengan mengatakan, "Jika ada yang bertanya tentang hukum bercanda, maka kami jawab: Bercanda boleh bila menimbulkan rasa nyaman, baik itu bagi orang yang mengajak bercanda, atau bagi orang yang diajak bercanda, atau bagi keduanya." Namun perlu diingat bahwa kebolehan ini tetap terikat dengan syarat-syarat tertentu dan tidak boleh dilakukan secara berlebihan hingga melalaikan dari mengingat Allah atau menyebabkan madharat bagi orang lain.

Dari berbagai dalil dan penjelasan ulama di atas, dapat kita simpulkan bahwa Islam memberikan ruang bagi aktivitas bercanda sebagai bagian dari interaksi sosial manusia. Namun, kebolehan ini bukan berarti kita bebas bercanda tanpa batasan. Islam telah mengatur adab dan tata cara bercanda yang sesuai syariat agar aktivitas yang pada dasarnya mubah ini tidak berubah menjadi sesuatu yang tercela atau bahkan haram karena melampaui batas-batas yang telah ditentukan.

Adab dan Batasan Bercanda dalam Islam

Ilustrasi muslimah, Islami, tertawa, main HP
Ilustrasi muslimah, Islami, tertawa, main HP. (Image by freepik)

Sebagai agama yang sempurna, Islam telah memberikan panduan yang komprehensif dalam setiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal bercanda. Adab dan batasan dalam bercanda ini penting untuk dipahami agar aktivitas yang pada dasarnya mubah ini tidak berubah menjadi sesuatu yang tercela atau bahkan dilarang. Berikut adalah beberapa adab dan batasan penting yang perlu diperhatikan ketika bercanda:

1. Tidak Mengandung Kebohongan

Kejujuran merupakan prinsip fundamental dalam Islam yang harus dijaga dalam segala situasi, termasuk saat bercanda. Rasulullah ï·º dengan tegas memperingatkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud: "Celakalah orang yang berbicara lalu mengarang cerita dusta agar orang lain tertawa. Celaka baginya, celaka baginya." Peringatan ini menunjukkan betapa seriusnya larangan berbohong dalam bercanda, bahkan jika tujuannya hanya untuk menghibur. Bercanda boleh dilakukan, namun harus tetap dalam koridor kebenaran sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah ï·º.

2. Tidak Menyakiti Perasaan Orang Lain

Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan dan perasaan setiap Muslim. Allah ï·» secara khusus memperingatkan tentang hal ini dalam Al-Qur'an surah Al-Hujurat ayat 11: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok." Ayat ini menegaskan bahwa candaan yang menyakiti, merendahkan, atau mengejek orang lain adalah perbuatan yang dilarang, terlepas dari niat pelakunya hanya untuk bergurau.

3. Tidak Berlebihan dalam Bercanda

Meski bercanda diperbolehkan, namun harus dilakukan dengan proporsional. Rasulullah ï·º mengingatkan: "Janganlah engkau sering tertawa, karena sering tertawa akan mematikan hati." Candaan yang berlebihan dapat mengurangi wibawa seseorang dan melalaikannya dari mengingat Allah. Selain itu, bercanda yang terlalu sering juga bisa mengurangi keseriusan dalam beraktivitas dan menurunkan produktivitas. Sebagai Muslim, kita dituntut untuk dapat menjaga keseimbangan antara keseriusan dan candaan.

4. Memperhatikan Waktu dan Tempat yang Tepat

Bercanda harus dilakukan pada waktu dan tempat yang sesuai. Tidak semua situasi cocok untuk bercanda, terutama dalam forum-forum formal atau ketika membahas hal-hal yang serius. Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa bercanda yang dilarang adalah yang berlebihan dan dilakukan terus-menerus hingga menjadikan seseorang lalai dari kewajiban agama dan menurunkan wibawanya di mata orang lain.

5. Menghindari Candaan yang Melibatkan Hal-hal Sensitif

Dalam bercanda, kita harus menghindari topik-topik sensitif seperti SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), aib orang lain, atau hal-hal yang berkaitan dengan syiar agama. Candaan yang menyinggung hal-hal tersebut berpotensi menimbulkan permusuhan dan perpecahan dalam masyarakat. Lebih dari itu, mempermainkan syiar agama dalam candaan bisa membawa pelakunya pada kekufuran.

Memahami dan menerapkan adab-adab bercanda ini sangat penting dalam kehidupan sosial seorang Muslim. Dengan menjaga batasan-batasan yang telah ditetapkan syariat, kita dapat menciptakan suasana yang menyenangkan tanpa melanggar hak-hak orang lain atau nilai-nilai agama. Candaan yang sesuai dengan tuntunan Islam tidak hanya akan menghibur, tetapi juga dapat memperkuat ikatan persaudaraan dan menjadi sarana dakwah yang efektif.

Jenis Candaan yang Diperbolehkan dan Dilarang

Ilustrasi dilarang, dicekal, tidak boleh. (Freepik/syarifahbrit)
Ilustrasi dilarang, dicekal, tidak boleh. (Freepik/syarifahbrit)

Untuk memastikan bahwa candaan kita sesuai dengan syariat, penting bagi kita untuk memahami jenis-jenis candaan mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang dalam Islam. Pemahaman ini akan membantu kita menjaga diri agar tidak terjerumus dalam candaan yang dapat mendatangkan dosa atau merusak hubungan dengan sesama Muslim.

Berikut adalah jenis-jenis candaan yang diperbolehkan dalam Islam:

1. Candaan yang Mengandung Kebenaran

Candaan jenis ini adalah yang paling utama dan sesuai dengan sunnah Rasulullah ï·º. Seperti yang beliau tegaskan bahwa meski bercanda, beliau selalu berkata benar. Candaan seperti ini bisa berupa kisah-kisah nyata yang lucu, pengalaman pribadi yang menghibur, atau situasi yang memang terjadi dan dapat membuat orang tertawa tanpa harus dibumbui kebohongan.

2. Candaan yang Mendidik dan Memberi Pelajaran

Islam membolehkan candaan yang memiliki nilai edukatif dan dapat memberikan pelajaran berharga. Rasulullah ï·º sering menggunakan metode ini dalam mendidik para sahabatnya. Misalnya, ketika beliau bercanda dengan seorang sahabat yang menjual barang dagangan dengan mengatakan "Siapa yang mau membeli budak ini?", sebenarnya beliau sedang mengajarkan tentang kesetaraan manusia di hadapan Allah.

3. Candaan yang Menciptakan Keakraban

Bercanda dengan tujuan mempererat hubungan persaudaraan dan menciptakan suasana yang hangat diperbolehkan dalam Islam. Hal ini bisa dilakukan melalui candaan ringan yang tidak menyakiti hati, seperti memanggil dengan julukan yang disukai, atau membuat lelucon yang dapat dinikmati bersama tanpa ada pihak yang merasa direndahkan.

4. Candaan yang Proporsional

Islam membolehkan candaan yang dilakukan secara proporsional dan pada waktu yang tepat. Candaan seperti ini tidak mengganggu aktivitas serius, tidak melalaikan dari kewajiban, dan tidak menurunkan wibawa atau martabat seseorang.

Sedangkan berikut adalah jenis-jenis candaan yang dilarang dalam Islam:

1. Candaan yang Mengandung Kebohongan

Berbohong dalam candaan, meski tujuannya untuk menghibur, tetap merupakan perbuatan yang dilarang. Rasulullah ï·º telah memperingatkan dengan keras tentang celakanya orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Ini mencakup membuat-buat cerita palsu, melebih-lebihkan kisah, atau mengarang kejadian yang tidak pernah terjadi.

2. Candaan yang Merendahkan Orang Lain

Candaan yang mengandung unsur penghinaan, ejekan, atau merendahkan orang lain sangat dilarang dalam Islam. Hal ini mencakup menertawakan kekurangan fisik, status sosial, atau kondisi ekonomi seseorang. Allah ï·» telah melarang hal ini secara tegas dalam Al-Qur'an.

3. Candaan yang Mempermainkan Agama

Segala bentuk candaan yang melibatkan ayat-ayat Allah, hadits Nabi, atau syiar-syiar agama adalah hal yang sangat dilarang dan bisa membawa pada kekufuran. Ini termasuk menjadikan ibadah, hukum syariat, atau simbol-simbol agama sebagai bahan lelucon.

4. Candaan yang Menakut-nakuti

Islam melarang candaan yang dapat membuat orang lain takut atau terancam, meski dilakukan dengan niat bercanda. Rasulullah ï·º bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain." Ini mencakup menakut-nakuti dengan senjata, menyembunyikan barang, atau mengejutkan orang dengan cara yang menakutkan.

5. Candaan Berlebihan

Candaan yang dilakukan secara berlebihan hingga melalaikan dari kewajiban atau menghilangkan wibawa seseorang juga dilarang dalam Islam. Terlalu banyak tertawa dan bercanda dapat mematikan hati dan membuat seseorang lalai dari mengingat Allah.

Pemahaman tentang jenis-jenis candaan ini sangat penting bagi setiap Muslim. Dengan mengetahui mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang, kita dapat menjaga diri agar tetap bisa menciptakan suasana yang menyenangkan tanpa melanggar batasan syariat. Candaan yang sesuai dengan tuntunan Islam akan membawa keberkahan dan dapat mempererat tali persaudaraan sesama Muslim.

Bercanda merupakan fitrah manusia yang jika dilakukan dengan tepat dapat mempererat hubungan sosial dan menciptakan kebahagiaan. Namun sebagai Muslim, kita perlu memahami dan mematuhi adab bercanda yang telah diatur dalam syariat agar tidak terjerumus dalam kesalahan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

Mari kita jadikan Rasulullah ï·º sebagai teladan dalam bercanda, di mana beliau tetap menjaga kebenaran dan tidak melampaui batas, sehingga candaan kita tidak hanya menghibur tetapi juga bernilai ibadah karena dilakukan sesuai tuntunan agama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya