Liputan6.com, Jakarta Warga Louisiana, Amerika Serikat, dilaporkan meninggal dunia akibat infeksi virus flu burung. Ini menjadi kasus kematian flu burung pertama di AS yang diumumkan oleh Departemen Kesehatan Louisiana pada Senin. Pasien berusia di atas 65 tahun dan memiliki kondisi medis yang mendasarinya.
Kasus ini bermula ketika pasien terpapar virus H5N1 dari kombinasi kawanan ternak nonkomersial dan burung liar. Meskipun investigasi ekstensif dilakukan, tidak ditemukan bukti penyebaran virus antar manusia. Flu burung tetap dianggap berisiko rendah bagi masyarakat umum meskipun memiliki potensi fatal.
Baca Juga
Lebih dari 65 kasus flu burung telah dilaporkan di AS dalam wabah kali ini. Sebagian besar pasien terpapar saat bekerja dengan unggas atau sapi perah yang terinfeksi. Meskipun kebanyakan mengalami gejala ringan, virus H5N1 historis memiliki tingkat kematian hingga 50%.
Advertisement
Menurut Jennifer Nuzzo, Direktur Pusat Pandemi di Universitas Brown, virus H5N1 masih menyimpan banyak risiko. "Kami memiliki data selama lebih dari 20 tahun yang menunjukkan bahwa virus ini cukup berbahaya," ujarnya dikutip Liputan6.com dari NPR, Selasa (7/1/2025).
Kronologi Kasus Kematian Akibat Flu Burung Pertama di AS
Pasien asal Louisiana ini pertama kali dirawat di rumah sakit bulan lalu akibat gejala parah flu burung. Infeksi virus H5N1 diduga berasal dari kontak langsung dengan unggas dan kawanan ternak nonkomersial. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya memperburuk situasi pasien.
Departemen Kesehatan Louisiana mengonfirmasi kematian pasien tetapi tidak merilis rincian lebih lanjut karena alasan privasi. Investigasi menyeluruh tidak menemukan penyebaran virus ke orang lain. Para ahli menegaskan bahwa risiko penularan ke masyarakat umum masih rendah.
Meski demikian, kasus ini menjadi peringatan bagi petugas kesehatan di AS. "Kita tidak boleh mengabaikan kematian ini," ujar Jennifer Nuzzo. Ia menekankan pentingnya pemantauan berkelanjutan terhadap perkembangan virus H5N1.
Advertisement
Seberapa Mematikan Virus H5N1 bagi Manusia?
Virus H5N1 memiliki catatan historis dengan tingkat kematian tinggi pada manusia. Dari lebih dari 950 kasus yang dilaporkan secara global, sekitar 50% berakhir dengan kematian. Kebanyakan kasus terjadi akibat kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi.
Dikutip dari Cleveland Clinic, Infeksi flu burung pada manusia sering kali menimbulkan gejala pernapasan parah. Pada beberapa kasus, pasien memerlukan dukungan alat medis canggih seperti ECMO untuk bertahan hidup. Penyakit ini sulit diprediksi tingkat keparahannya pada setiap individu.
Jennifer Nuzzo menegaskan pentingnya kewaspadaan dalam menangani kasus flu burung. "Sangat sulit untuk memprediksi siapa yang akan sakit parah setelah terinfeksi," katanya. Kasus ini menunjukkan bahwa risiko infeksi serius tetap ada meskipun penularan antar manusia jarang terjadi.
Langkah Pencegahan dan Risiko Penyebaran Virus Flu Burung
Meskipun risiko penyebaran virus H5N1 ke manusia masih rendah, langkah pencegahan tetap diperlukan. Pekerja yang sering kontak dengan unggas atau ternak harus menggunakan alat pelindung diri. Pengawasan kesehatan rutin juga menjadi kunci dalam mencegah penyebaran virus.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menegaskan bahwa belum ada bukti kuat terkait penyebaran antar manusia di AS. Virus H5N1 yang ditemukan di Louisiana memiliki genotipe serupa dengan yang beredar di ternak dan burung liar secara global. Hal ini menambah tantangan dalam pengendalian virus.
"Tidak ada perubahan virologi yang mengkhawatirkan yang dapat meningkatkan risiko kesehatan manusia," ujar CDC dalam pernyataannya. Meski demikian, kewaspadaan tetap diperlukan untuk mencegah potensi mutasi virus di masa depan.
Â
Advertisement