Jenis Marah yang Tak Batalkan atau Kurangi Pahala Berpuasa

Umumnya orang berpuasa dilarang untuk marah, sebab marah merupakan bagian dari hawa nafsu.

oleh Azwar Anas diperbarui 09 Jun 2016, 19:45 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2016, 19:45 WIB
Jenis Marah yang Tak Batalkan atau Kurangi Pahala Berpuasa
Umumnya orang berpuasa dilarang untuk marah, sebab marah merupakan bagian dari hawa nafsu.

Liputan6.com, Jakarta Umumnya orang berpuasa dilarang untuk marah, sebab marah merupakan bagian dari hawa nafsu. Di bulan puasa, umat muslim harus pintar mengendalikan amarah agar mendapat hikmah mulia dalam menjalankan ibadah puasa.

Ustad Subki al Bughury pernah menjelaskan, marah memang bukan hal yang langsung dapat membatalkan puasa. Namun bila tidak bisa mengendalikannya marah akan dapat mengurangi kesempurnaan pahala berpuasa. Pun bukan tidak mungkin akan membatalkan puasa.

Namun, marah adalah hal yang sangat manusiawi maka bisa dipastikan seorang manusia tidak bisa terhindar dari rasa marah yang muncul dalam dirinya. Lalu marah yang bagaimana yang dibenarkan dalam agama?

Seorang Cendikiawan Muslim, Komaruddin Hidayat menjelaskan persoalan marah adalah persoalan mengendalikan bukan menahan. Menahan rasa marah justru berbahaya bagi kesehatan. Komaruddin mengatakan, kata yang tepat adalah mengendalikan.

"Yang terpenting adalah bagaimana kemudian kita menyalurkan amarah tersebut, yang artinya harus cerdas, sehat, dan efektif sehingga dapat melakukan perubahan menjadi lebih baik," ujarnya saat talk show di salah satu tv swasta.

Komaruddin membedakan jenis marah menjadi tiga klasifikasi, yakni marah, marah-marah, dan pemarah. Untuk marah-marah dan pemarah bukan sebagai jenis marah yang mengubah keadaan menjadi lebih baik. "Namun lebih kepada orang yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya," ujarnya.

Sementara jenis marah yang baik adalah rasa marah yang muncul saat melihat kemungkaran terjadi. Komaruddin mencontohkan, rasa marah yang muncul karena melihat kesewenang-wenangan, kasus korupsi, penindasan, dan lain sebagainya. Dalam kasus ini seseorang harus marah, jika tidak marah malah aneh. "Namun sekali lagi, tergantung cara yang dilakukan untuk menyalurkan amarah itu," ujarnya menegaskan.

"Semisal kamu seorang aktivis maka kamu akan menggelar aksi tapi yang tertib. Semisal penulis kamu akan menulis kritik dengan santun," ujarnya menambahkan.

Segendang sepenarian, Ustad Subki lebih ke menganjurkan marahlah karena Allah. Misalnya, rasa marah karena melhiat saudara kita tidak melaksanakan syariat agama, maka kita sedang marah pada hal yang benar. Artinya, kita boleh marah tapi tetap pada koridor menguasai diri.

Namun yang kerap terjadi manusia sulit untuk mengendalikan kemarahan sehingga marah menjadi hal yang memperburuk keadaan. Padahal marah adalah bagian dari pernyataan sikap yang memang harus ditunjukkan asal dalam koridor yang baik.

Dalam hal ini Komarrudian memberi tips, ketika marah mengubah kita menjadi sekadar marah-marah apalagi pemarah. "Caranya, ambil air wudu lalu salat. Jika masih marah-marah. Ambil wudu lagi dan salat lagi. Percayalah, ada penjelasan yang ilmiah tentang air wudu bisa meredakan amarah," ujarnya.

(War)

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya