Imam Besar Istiqlal: Mengkafirkan Orang, Mental Kita Jadi Kafir

Imam Besar Istiqlal mengatakan, tak ada untungnya mengkafirkan orang.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 07 Jun 2017, 06:00 WIB
Diterbitkan 07 Jun 2017, 06:00 WIB
Ahmad Romadoni/Liputan6.com
Imam besar Istiglal KH Nasaruddin Umar (Ahmad Romadoni/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar menilai sudah tidak relevan lagi saling mengkafirkan orang. Sebab, urusan hati setiap manusia hanya Allah SWT yang tahu.

Nasaruddin mengatakan, dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW dalam kitab Hadits Syarh Misykat al Mashabhih disebutkan kita hanya menghukum apa yang tampak. Maka, jangan menghukum akidah seseorang.

"Mau aliran sesat mau aliran apa pun juga asal formalnya bersyahadat jangan dikorek-korek lagi. Hanya Allah yang tahu apa yang tersembunyi dalam hati orang," kata Nasaruddin.

Hal ini disampaikan saat tausiah di acara buka puasa bersama di kediaman Ketua DPR Setya Novanto di kawasan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin, 5 Juni 2017.

Saling tuding ini bahkan berujung pada kecurigaan tak mendasar antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Misalnya saja saling menyebut satu kelompok lain sesat atau bahkan kafir.

"Karena hadits Nabi mengatakan, kalau kita mengkafirkan orang yang tidak kafir itu mental kita jadi kafir," ujar dia.

Karena itu, Ramadan seharusnya bisa menjadi momen untuk mengendalikan dan menahan diri. Sebab, tidak ada manfaatnya bagi siapa pun yang gemar mengkafirkan orang.

"Tidak ada keuntungan memvonis seseorang itu kafir atau sesat," ucap Nasaruddin Umar.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya