Cara Sungkem Lebaran yang Benar dan Hukumnya Menurut Islam

Sungkeman sudah menjadi tradisi di Indonesia.

oleh Anugerah Ayu Sendari diperbarui 04 Jun 2019, 08:30 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2019, 08:30 WIB
Ilustrasi sungkem
Ilustrasi sungkem (sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Cara sungkem lebaran menjadi sebuah tradisi tersendiri saat Idul fitri tiba. Di Indonesia, Idul fitri menjadi momen berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga dan kerabat. Tak cuma sekadar berkumpul, lebaran juga dimanfaatkan untuk saling memaafkan.

Tradisi bermaaf-maafan ini biasa dikenal dengan sungkeman. Tradisi ini berasal dari budaya tanah Jawa,yang menggambarkan bakti kasih dari anak kepada orangtua. Sungkeman menjadi sebuah ritual yang tak terlewatkan saat Idul fitri tiba.

Cara sungkem lebaran dimulai dari orang yang lebih muda meminta restu dan maaf pada orang yang lebih tua. Secara teknis, cara sungkem lebaran dapat digambarkan dengan duduk bersimpuh atau berjongkok sambil mencium tangan orang yang lebih tua.

Hingga kini tradisi sungkeman masih melekat kuat pada masyarakat Indonesia. Cara sungkem lebaran juga harus sesuai dengan adab tradisi yang ada. Dengan mengetahui cara sungkem lebaran yang baik, kamu bisa melestarikan tradisi ini ke generasi yang berikutnya.

Jika kamu masih bingung bagaimana cara sungkem lebaran yang benar, simak ulasan cara sungkem lebaran yang berhasil Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (4/6/2019).

Mengenal tradisi sungkem

Irish Bella
Irish Bella saat sungkeman [Foto: Instagram Diera Bachir/ https://www.instagram.com/p/BwqnYmEntXe/]

Tradisi sungkeman umum dilakukan oleh budaya Jawa. Istilah sungkem berasal dari bahasa Jawa yang berarti sujud atau tanda bakti. Dalam catatan sejarah, tradisi sungkeman pertama kali didokumentasikan dan dilembagakan pada masa pemerintahan KGPAA Sri Mangkunegara I.

Sungkeman adalah sebuah prosesi adat yang dilakukan oleh seseorang yang biasanya lebih muda kepada orang yang lebih tua dengan tujuan sebagai bentuk penghormatan ataupun sebagai bentuk permintaan maaf. Sungkem biasa dilakukan ketika Idul fitri tiba atau pada saat prosesi pernikahan untuk meminta restu orang tua.

Sungkeman juga bisa dianggap sebagai wujud ucapan rasa terima kasih. Dalam pernikahan, prosesi sungkeman adalah wujud rasa terima kasih dari anak kepada orangtuanya yang telah berjasa melahirkan dan membesarkannya.

Tujuan sungkem saat Idul Fitri selain untuk menghormati, juga sebagai permohonan maaf, atau "nyuwun ngapura". Istilah "ngapura" bisa jadi berasal dari bahasa Arab "ghafura" yang berarti tempat pengampunan.

Cara sungkem lebaran

Cara sungkem lebaran
Cara sungkem lebaran (sumber: iStockphoto)

Saat sungkem, terdapat cara sungkem lebaran yang benar. Berikut persiapan dan caranya:

- Orang tua dudu di kursi atau tempat yang lebih tinggi

Prosesi ini menggambarkan bahwa orangtua wajib diperlakukan secara hormat oleh seluruh anak-anaknya.

- Apit kedua tangan dengan kepala menunduk dan posisi jongkok di depan orangtua

Sikap tubuh seseorang yang merendah dan dengan tulus meminta maaf kepada orang yang telah berjasa dalam hidupnya juga menjadi sarana menghilangkan ego pribadi.

- Cium tangan orangtua sambil mengucapkan kalimat maaf

Posisi jongkok sambil cium tangan merupakan ekspresi memuliakan orang yang lebih tua. Ucapkan kalimat maaf sebagai permohonan maaf jika telah membuat kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Melalui sungkeman, semua orang diharapkan bisa memulihkan hubungan yang telah rusak. Dengan sungkeman, rasa sakit hati terobati dan rasa percaya dipulihkan.

Hukum Sungkeman menurut Islam

sungkeman
Pembelajaran menghormat kepada yang orang tua, bisa dilakukan melalui sungkeman Idul Fitri. (foto : Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Dilansir dari NU Online, dalam menghukumi sungkeman, setidaknya bisa ditinjau dari dua sisi. Pertama, hukum asal. Kedua, dari sudut pandang tradisi.

Dilihat dari sudut pandang hukum asal, sungkeman sama sekali tidak bertentangan dengan syariat. Posisi jongkok sambil cium tangan merupakan ekspresi memuliakan orang yang lebih tua. Syariat tidak melarang mengagungkan manusia selama tidak dilakukan dengan gerakan yang menyerupai bentuk takzim kepada Allah, seperti sujud dan ruku’.

Berkaitan dengan mencium tangan orang yang lebih tua, al-Imam al-Nawawi mengatakan:

“Tidak makruh mencium tangan karena kezuhudan, keilmuan dan faktor usia yang lebih tua.” (al-Imam al-Nawawi, Raudlah al-Thalibin, juz 10, halaman 233)

Bila melihat dari sudut pandang tradisi, sungkeman merupakan tradisi nenek moyang kita yang perlu dilesatarikan. Sebab, Islam mengajarkan untuk merawat tradisi selama tidak bertentangan dengan agama. Hal tersebut sebagai bentuk pengejawentahan dari sabda Nabi tentang berbudi pekerti yang baik kepada sesama. Nabi bersabda:

“Berbudilah dengan akhlak yang baik kepada manusia.” (HR. Al-Tirmidzi)

Saat ditanya apa yang dimaksud dengan etika yang baik, Sayyidina Ali mengatakan:

“Beretika yang baik adalah mengikuti tradisi dalam segala hal selama bukan kemaksiatan.” (Syekh Nawawi al-Bantani, Syarh Sullam al-Taufiq, halaman 61)

Al-Imam al-Ghazali mengatakan:

"Beretika yang baik dengan manusia adalah engkau tidak menuntut mereka sesuai kehendakmu, namun hendaknya engkau menyesuaikan dirimu sesuai kehendak mereka selama tidak bertentangan dengan syari’at.” (Imam al-Ghazali, Ayyuhal Walad, halaman 12).

Meninggalkan tradisi yang tidak haram merupakan akhlak yang tidak terpuji, sebagaimana penjelasan Syekh Ibnu Muflih berikut ini:

“Tidak sepantasnya keluar dari tradisi manusia kecuali dalam perkara haram.” (Ibnu Muflih, al-Adab al-Syar’iyyah, juz 2, halaman 114).

Simpulannya, sungkeman bukan merupakan tradisi yang haram, bahkan menjaga tradisi tersebut merupakan bentuk pengamalan dari sabda Nabi tentang anjuran beretika yang baik kepada sesama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya