Fenomena Maulid Nabi Disusul Tradisi Tedak Siten, Ini Pandangan Buya Yahya

Dalam perkembangannya, kata si jemaah, kerapkali Maulid Nabi yang nyaris dilakukan tiap pekan itu lantas disusul dengan permintaan khusus shohibul bait untuk tradisi tedak siten

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Sep 2022, 04:30 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2022, 04:30 WIB
Tedak siten
Tedak siten sumber: Wikimedia

Liputan6.com, Jakarta - Seorang jemaah menanyakan apa hukum Maulid Nabi yang dilakukan tiap pekan dengan bacaan sholawat dan pengajian secara bergilir dalam ceramah Kh Yahya Zainul Maarif atau populer disebut Buya Yahya.

Dalam perkembangannya, kata si jemaah, kerapkali Maulid Nabi yang nyaris dilakukan tiap pekan itu lantas disusul dengan permintaan khusus shohibul bait untuk tradisi tedak siten.

Tedak siten adalah tradisi turun ke tanah yang berkembang di dalam masyarakat Jawa. Biasanya, tradisi ini digelar saat bayi berusia 7-8 bulan, atau ketika sudah hampir berjalan.

Menjawab pertanyaan itu, Buya Yahya mengatakan diperbolehkan memperingati hari lahir nabi tiap waktu dan itu merupakan bentuk kecintaannya terhadap Nabi Muhammad SAW. Maulid Nabi juga bisa dikombinasikan dengan acara lainnya, asal tidak bertentangan dengan syariat atau hal yang bathil.

Pada pertanyaan kedua, Buya sempat menanyakan arti dari tedak lemah. Sebelum itu, jemaah sempat menjelaskan bahwa dalam tradisi tersebut ada prosesi menggendong Al-Qur'an.

Soal ini, Buya Yahya menjelaskan tidak boleh dengan mudah memvonis bahwa sebuah tradisi bertentangan dengan syariat. Harus diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tedak lemah.

"Apa sih tedak lemah? Kita tidak ada keyakinan yang bathil, artikan saja yang baik. Ini karena sudah mau jalan, ayo kita syukuran lagi, menyembelih kambing," kata Buya Yahya, dikutip dari Al Bahjah TV, Selasa (27/9/2022).

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Gendong Al-Qur'an dalam Tedak Siten

tedak siten
Ilustrasi tedak siten/copyright shutterstock.com/Wulandari23

Hanya saja, tradisi tedak siten ini perlu diisi dengan hal-hal yang baik. "Tapi Al-Qur'an bukan digendong, tapi dibaca," ujar dia, sembari tertawa.

Namun demikian, Buya Yahya pun tak hendak menyalahkan tradisi gendong Al-Qur'an. Bisa jadi, karena keterbatasan pengetahuan dan demi syiar, Al-Qur'an itu digendong yang menyimbolkan kebaikan.

Alangkah lebih baik, kata Buya, tedak siten dibarengi dengan kebaikan dan tidak bertentangan dengan syariat. Misalnya, dibarengi dengan sedekah sebagai bentuk syukur.

"Sedekah, silaturahmi, baca Al-Qur'an, surat-surat tertentu. Nggak papa mudun lemah, yang penting isinya diubah. Niat, Insyaallah Abah sama Umi akan mengajarimu jalan di tempat yang benar, bukan ikut-ikutan," ujar dia.

Dia juga menegaskan, tidak boleh menentang tradisi yang baik. "Selama tidak bertentangan dengan syariat, jangan terlalu ditentang," dia menegaskan.

 

Tradisi Tedak Siten Adalah

[Bintang] Ahmad Dhani - Ahmad Syailendra Airlangga - Mulan Jameela
Acara Tedak Siten Ahmad Syailendra Airlangga anak dari Ahmad Dhani (Nurwahyunan/bintang.com)

Tedak Siten berasal dari dua kata bahwa Jawa, yakni ‘Tedak’ yang maknanya turun, serta ‘Siten’ yang berasal dari kata ‘Siti’ yang memiliki arti tanah. Upacara Tedak Siten biasanya digelar sebagai bentuk rasa syukur karena si kecil sudah hampir bisa berjalan.

Acara Tedak Siten ini juga diisi oleh doa dari orang tua bayi serta sesepuh agar si kecil sukses dalam menjalani hidupnya kelak. Tedak Siten yang merupakan tradisi Jawa ini juga tak luput dari proses akulturasi antara agama Islam dengan adat istiadat lokal.

Prosesi dalam tedak siten berbeda antara satu daerah dan lainnya. Namun, secara umum, tradisi tedak siten akan dilakukan dengan rangkaian prosesi ini.

Dari berbagai sumber, upacara Tedak Siten dimulai dengan menyajikan serangkaian makanan tradisional untuk selamatan. Makanan tradisional tersebut berupa ‘jadah’ atau ’tetel’ sebanyak tujuh warna.

Umumnya makanan tersebut terbuat dari beras ketan dicampur parutan kelapa muda. Kemudian ditumbuk sampai bercampur menjadi satu dan bisa diiris. Beras ketan ini nantinya bakal diberi pewarna merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga, dan ungu.

Jadah tersebut merupakan penggambaran kehidupan bagi si anak. Sementara itu aneka warna yang diaplikasikan adalah jalan hidup yang nantinya akan dilalui si kecil. Selanjutnya jadah akan disusun dari mulai warna hitam hingga ke putih.  Sebagai tanda bahwa sebuah masalah yang berat nantinya akan ditunjukkan jalan keluarnya.

Kemudian ada juga makanan tradisional berupa tumpeng serta pelengkapnya, seperti ayam utuh, sayur kacang panjang, sayur kecambah, kangkung, dan yang lainnya. Nasi tumpeng sendiri adalah perlambang permohonan orangtua agar kelak si kecil menjadi insan yang berguna.

 

Doa Panjang Umur dan Harapan

Dalam sebuah prosesi Tedak Siten, Kouichi Kamayel masuk ke dalam sebuah kandang yang berisi beberapa barang. Ia terlihat memilih stetoskop, sepertinya Kou ingin jadi dokter.
Fitri Ayu (Sumber: Instagram/@fitriayuu)

Sedangkan sayur kacang panjang sebagai simbol umur panjang. Selanjutnya sayur kangkung sebagai simbol kesejahteraan. Kecambah sebagai simbol kesuburan, terakhir ada ayam sebagai simbol kemandirian.

Acara kemudian dilanjutkan dengan prosesi menapakkan kaki bayi di sebuah tangga. Tangga tradisional ini biasanya dibuat dari tebu jenis ‘arjuna’ dengan dihiasi kertas warna-warni. Prosesi ini melambangkan harapan orang tua agar bayi memiliki sifat yang bertanggung jawab dan tangguh.

Selanjutnya adalah bayi bakal dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang telah dihias dengan kertas berwarna warni. Hal ini menggambarkan kelak si buah hati akan dihadapkan dengan berbagai jenis pekerjaan.

Umumnya bayi bakal dihadapkan dengan beberapa yang bisa dipilih, sebagai contoh uang, alat tulis, buku, cermin, pensil, mainan, dan lainnya. Kalau si kecil mengambil salah satu dari barang tersebut maka dipercaya barang pilihannya adalah gambaran hobi atau minatnya di masa depan yang akan datang.

Upacara Tedak Siten diakhiri dengan memandikan anak ke dalam air bunga lalu dipakaikan baju baru. Pada prosesi ini, disediakan tujuh buah baju, di mana pada akhirnya dia akan memakai baju ketujuh.

Hal ini seperti sebuah harapan agar bayi selalu sehat, membawa nama harum bagi keluarga, hidup penuh keberkahan, dan menjadi anak yang bermanfaat selama hidupnya.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya