Liputan6.com, Jakarta - Maksiat hati sering kali muncul dalam bentuk pemikiran atau perasaan yang tidak kita sadari, seperti ketika kita bergumam bahwa menjadi koruptor itu menggiurkan karena tampak mudah mendapatkan kekayaan dengan cepat.
Pemikiran semacam ini adalah bentuk dari maksiat hati yang berbahaya, karena mengabaikan dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat.
Korupsi merusak integritas, keadilan, dan kesejahteraan sosial, serta membawa dampak buruk jangka panjang.
Advertisement
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab disapa Gus Baha, mengupas tentang maksiat hati yang sring dilakukan tanpa disadari. Hal ini tentu berkaitan dengan bagaimana hati dan cara pandang kita terhadap nikmat dan maksiat,
Gus Baha menjelaskan betapa pentingnya memiliki pandangan yang benar dalam menilai perbuatan manusia.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Inilah Maksiat Hati
Gus Baha memulai dengan menyatakan bahwa Allah akan menindak apa yang kita perbuat melalui hati kita. "Allah itu akan menindak apa yang kamu perbuat oleh hati kamu," ujar Gus Baha, dikutip kanal YouTube @AlGhifari27.
Ia menekankan bahwa hati yang salah dalam memaknai sesuatu yang dibenci Allah akan mendapatkan hisab di akhirat.
Sebagai contoh, Gus Baha menjelaskan tentang orang yang mengagumi seorang koruptor hanya karena kekayaan yang dimilikinya.
"Kamu melihat orang koruptor misalnya punya uang miliaran jumlahnya, terus kamu kagum. Wah enak jadi koruptor, uangnya banyak bisa apa saja kesampaian," kata Gus Baha.
Pandangan seperti ini disebut maksiatul qulb, yaitu hati yang berbuat maksiat karena menganggap nikmat yang diperoleh dari perbuatan yang dibenci Allah.
Gus Baha menekankan bahwa kenikmatan yang diperoleh dari korupsi adalah sesuatu yang dibenci oleh Allah. "Korupsi itu dibenci Allah, kamu sifati enak, maksiat dibenci Allah, kamu sifati enak," lanjutnya.
Advertisement
Bagaimana Orang Baik Menurut Gus Baha?
Ia mengingatkan bahwa memandang sesuatu yang buruk sebagai sesuatu yang baik adalah kesalahan besar yang akan dihisab oleh Allah.
Sebaliknya, orang yang baik adalah orang yang senang melihat orang lain berbuat taat kepada Allah.
"Kalau kamu orang yang baik, nyifati enak yo taat," tegas Gus Baha. Orang baik akan menganggap hal-hal yang baik, seperti ibadah dan ketaatan kepada Allah, sebagai sesuatu yang menyenangkan.
Gus Baha menjelaskan bahwa orang yang senang melihat orang lain sujud, tahajud, dan beribadah adalah orang yang memiliki pandangan yang benar.
"Wong kok seneng sujud, seneng tahajud, wong kok senenge ibadah," kata Gus Baha. Pandangan yang benar ini menunjukkan hati yang bersih dan cinta kepada ketaatan kepada Allah.
Lebih lanjut, Gus Baha mengutip ayat yang menggambarkan bagaimana orang yang baik akan selalu melihat keimanan dan ketaatan sebagai sesuatu yang menyenangkan.
"Disebut wakinallah habba ilaikumul Iman wallahu fiikum," ujarnya. Orang yang baik akan selalu merasa senang dengan keimanan dan ketaatan yang ada di dalam hati mereka.
Gus Baha menekankan pentingnya memiliki cara pandang yang baik terhadap segala sesuatu. "Orang baik itu orang yang cara pandangnya baik," tegasnya.
Hal ini menunjukkan bahwa keimanan yang sejati tercermin dari bagaimana seseorang memandang dan menilai perbuatan manusia.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul