Liputan6.com, Jakarta - Kiamat adalah keniscayaan. Cepat atau lambat, hari kiamat akan terjadi.
Pada hari Kiamat itu, manusia akan dimatikan untuk kemudian dibangkitkan bersama-sama dengan umat terdahulu. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban apa yang dilakukan selama hidup di dunia.
Saat itulah, umat manusia membutuhkan syafaat. Satu-satunya nabi dan rasul yang bisa memberikan syafaat adalah Rasulullah Muhammad SAW.
Advertisement
Baca Juga
Karena itu, penting agar kita sebagai umatnya berusaha mendapatkan syafaat Rasulullah di hari kiamat.
Lantas, apa amalan yang bisa dilakukan agar mendapatkan syafaat di hari Kiamat? Ulasan Syekh Ali Jaber mengenai hal ini menjadi artikel terpopuler di kanal Islami Liputan6.com, Selasa (20/8/2024).
Artikel kedua yang juga menyita perhatian adalah sentilan Gus Baha untuk orang yang membangga-banggakan nasab. Menurut dia, nasab bukan untuk gagah-gagahan.
Sementara, artikel ketiga terpopuler yaitu Kisah Cinta Gus Baha dan Ning Winda, yang penuh dengan kesederhanaan.
Selengkapnya, mari simak Top 3 Islami.
Simak Video Pilihan Ini:
1. Pesan Rasulullah agar Umatnya Dapatkan Syafaat di Hari Kiamat, Diungkap Syekh Ali Jaber
Ulama asal Madinah, Syekh Ali Jaber dalam ceramahnya mengungkapkan pesan penting dari Rasulullah SAW.
Syekh Ali menjelaskan bahwa Rasulullah tidak banyak meminta dari umatnya, tetapi ada satu hal yang Rasulullah minta untuk diperbanyak, yaitu sholawat kepada beliau.
Syekh Ali Jaber menyampaikan bahwa Rasulullah SAW selalu memohon agar umatnya memperbanyak sholawat.
"Rasul tidak meminta banyak dari kita, hanya satu yang beliau minta, yaitu perbanyaklah sholawat kepadaku," jelas Syekh Ali Jaber, dikutip dari kanal YouTube @syekhalijaberindonesia, dikutip Sabtu (18/08).
Menurut Syekh Ali Jaber, Rasulullah SAW memiliki alasan kuat mengapa beliau meminta umatnya untuk memperbanyak sholawat. "Kenapa Rasul tidak meminta amalan yang lain untuk dibanyakkan, tetapi hanya sholawat? Karena Rasul tahu, dengan memperbanyak sholawat, kita akan dijamin mendapatkan syafaat dari beliau di hari kiamat," jelasnya dengan penuh ketulusan.
Ia menambahkan bahwa sholawat memiliki kedudukan yang sangat istimewa di hadapan Allah SWT. "Sholawat bukan hanya sekadar doa, tetapi juga sebuah bentuk pengakuan akan keutamaan Rasulullah SAW dan rasa cinta kita kepada beliau," tegas Syekh Ali Jaber.
Syekh Ali Jaber juga mengingatkan bahwa memperbanyak sholawat bukan hanya akan mendatangkan syafaat di hari kiamat, tetapi juga rahmat dan keberkahan dalam hidup.
Advertisement
2. Sentilan Keras Gus Baha, Nasab Bukan untuk Gagah-Gagahan
Perbincangan soal nasab ramai di Indonesia, beberapa waktu terakhir ini. Perdebatan ini menjadi perhatian karena menyangkut nasab Rasulullah SAW.
Sekelompok golongan mengaku keturunan Nabi yang di Indonesia populer dengan sebutan habib, habaib, syarif atau sayyid.
Sementara, kelompok lainnya meragukan dan bahkan menolak klaim tersebut. Kelompok ini menilai jalur nasab kelompok pengklaim tak tersambung ke Rasulullah.
Terlepas dari itu, tak dipungkiri, nasab ini kerap membuat seseorang berbangga hati. Ada yang bangga karena orang tua, kakek, atau leluhurnya seorang pejabat, ulama besar, kiai, orang kaya dan lain sebagainya.
Soal nasab, Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) pernah memberi sentilan keras.
Meski dengan balutan canda dan tawa, ada berbagai hikmah yang bisa diambil dari ceramahnya.
3. Kisah Cinta Gus Baha dan Ning Winda, Naik Bus Ekonomi saat Akad Nikah dan Sempat Bujuk Mertua agar Membatalkan
KH Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha dikenal sebagai ulama kharismatik Nahdlatul Ulama (NU) asal Rembang, Jawa Tengah. Ia merupakan salah satu murid kesayangan KH Maimoen Zubair (Mbah Moen).
Gus Baha memiliki penampilan khas yang sederhana dengan mengenakan sarung, koko putih, dan songkok hitam sehari-harinya. Bahkan, ketika bertemu dengan sekelas pejabat pun gaya penampilannya tidak berubah.
Ada satu cerita menarik tentang kesederhanaan Gus Baha. Itu terjadi ketika ulama kelahiran 29 September 1970 itu akan menikah dengan Ning Winda, wanita yang berasal dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur.
Dikisahkan, selepas melamar Ning Winda, Gus Baha menemui calon mertuanya. Ia menjelaskan tentang kehidupannya yang sangat sederhana. Ia berusaha meyakinkan calon mertuanya agar berpikir ulang sebelum menikahkan putrinya dengan Gus Baha.
Apa yang dilakukan Gus Baha bertujuan baik. Ia tidak mau kecewa di kemudian hari lantaran putri kesayangan calon mertuanya dibawa dengan kehidupan yang jauh dari kata mewah.
Mendengar penuturan Gus Baha, orang tua Ning Winda hanya tersenyum dan menyatakan “klop” alias sami mawon kalih kulo. Keluarganya tidak akan mempermasalahkan soal itu jika sang putri menikah dengan Gus Baha.
Advertisement