Liputan6.com, Jakarta - Perbincangan soal nasab ramai di Indonesia, beberapa waktu terakhir ini. Perdebatan ini menjadi perhatian karena menyangkut nasab Rasulullah SAW.
Sekelompok golongan mengaku keturunan Nabi yang di Indonesia populer dengan sebutan habib, habaib, syarif atau sayyid.
Advertisement
Baca Juga
Sementara, kelompok lainnya meragukan dan bahkan menolak klaim tersebut. Kelompok ini menilai jalur nasab kelompok pengklaim tak tersambung ke Rasulullah.
Terlepas dari itu, tak dipungkiri, nasab ini kerap membuat seseorang berbangga hati. Ada yang bangga karena orang tua, kakek, atau leluhurnya seorang pejabat, ulama besar, kiai, orang kaya dan lain sebagainya.
Soal nasab, Rais Syuriyah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) pernah memberi sentilan keras.
Meski dengan balutan canda dan tawa, ada berbagai hikmah yang bisa diambil dari ceramahnya.
Simak Video Pilihan Ini:
Nasab Bukan untuk Gagah-gagahan
Gus Baha menegaskan agar nasab atau jalur keturunan janganlah untuk gagah-gagahan. Nasab yang baik menurutnya agar dapat dijadikan sarana mengontrol diri.
Mengisi pengajian umum dalam rangka haul Kiai Ahmad Mutamakkin di Desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah Kamis (27/7/2023). Gus Baha menggambarkan dengan baik bagaimana nasab mestinya berkorelasi dengan perilaku.
"Kalau direnungkan, masak keturunan seorang wali yakni Mbah Ahmad Mutamakkin malah dugem ataupun bodoh. Bukankah itu sangat tidak pantas?," kata Gus Baha dikutip dari tayangan Takhtimul Quran Binnadhor Tahlil Haul & Mauidhoh Hasanah Haul Mbah Ahmad Mutamakkin Kajen 1445H, via NU Online, ditulis Senin (19/8/2024).
Menurut Gus Baha, nasab itu penting, dengan mengingat nasab orang jadi menjauhi akhlak yang tidak terpuji.
Nabi-nabi terdahulu, kata Gus Baha, juga menyebut atau bangga akan nasabnya, tetapi secara perilaku para nabi juga meniru atau mengikuti leluhurnya.
"Yang repot sekarang itu bangga dengan nasab tapi tidak mau meniru atau mencontoh (hal-hal baik) leluhurnya," ungkapnya.
Advertisement
Pentingnya Menguasai Ilmu
Sebelumnya, dalam kesempatan tersebut Gus Baha menegaskan betapa penting betapa penting seorang Muslim menguasai ilmu fiqih.
Gus Baha bahkan mengatakan jika dirinya diberikan pilihan oleh Allah antara memliki kemampuan untuk terbang atau mampu mengajar kitab Taqrib, ia akan memilih bisa mengajar kitab Taqrib.
"Umpamanya saya bisa terbang, yang menyaksikan mungkin beberapa orang saja. Dan saat beberapa saksi tersebut menceritakan kisah tersebut ke orang lain, belum tentu dipercaya.
Berbeda kalau saya mengajar Taqrib, nanti ada orang yang sujud kepada Allah, orang jadi bisa shalat secara benar, zakat dengan benar, dan itu karena jasa saya mengajarkan Taqrib," Gus Baha menjelaskan.