Liputan6.com, Jakarta - Kecelakaan tragis melibatkan sedan listrik Xiaomi SU7, pada 29 Maret 2025 lalu di Provinsi Anhui, Tiongkok, dan mengakibatkan tiga mahasiswi kehilangan nyawa. Mobil bertenaga baterai tersebut, dilaporkan beroperasi dalam mode "Navigate on Autopilot" ketika mendeteksi hambatan di jalan dan secara otomatis mengaktifkan rem.
Namun, kendaraan akhirnya menabrak pembatas jalan dengan kecepatan sekitar 97 km/jam.
Baca Juga
Disitat dari Carnewschina, akibat insiden ini memicu penurunan saham Xiaomi di Bursa Hong Kong sebesar 5,5 persen, dan mencerminkan kekhawatiran investor terhadap keamanan sistem bantuan mengemudi canggih yang ditawarkan perusahaan teknologi Tiongkok tersebut.
Advertisement
Xiaomi menyatakan, bahwa pihaknya bekerja sama dengan pihak berwenang dalam investigasi, dan telah menyediakan data terkait sistem dan pengoperasian kendaraan.
Peristiwa tersebut menimbulkan diskusi luas di media sosial Tiongkok, mengenai keandalan fitur mengemudi pintar. Beberapa media pemerintah menyoroti bahwa promosi berlebihan terhadap teknologi ini, dapat menyebabkan kesalahpahaman di kalangan konsumen tentang kemampuan sebenarnya dari sistem tersebut.
Istilah seperti mengemudi otomatis tingkat tinggi dan bebas tangan, yang digunakan dalam pemasaran dianggap dapat menyesatkan pengguna yang kurang memahami teknologi canggih ini.
Selain itu, muncul kekhawatiran bahwa video promosi yang menunjukkan pengemudi melepaskan tangan dari kemudi untuk waktu yang lama dapat mendorong perilaku berkendara yang tidak aman. Beberapa produsen mobil listrik, termasuk Tesla, telah mulai menghapus istilah seperti "Full Self-Driving" dari materi promosinya untuk menghindari kesalahpahaman.
Kecelakaan dan Recall
Sebelumnya, pada Januari 2025, Xiaomi mengumumkan penarikan kembali alias recall sekitar 30.931 unit SU7 karena masalah perangkat lunak, yang mempengaruhi fungsi bantuan parkir pintar. Masalah ini berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan saat fitur tersebut digunakan.
Xiaomi menawarkan pembaruan perangkat lunak secara over-the-air (OTA) untuk mengatasi masalah ini.
Kecelakaan dan recall ini menyoroti pentingnya regulasi yang lebih ketat dalam pemasaran fitur mengemudi pintar, serta edukasi yang lebih baik bagi konsumen mengenai batasan teknologi tersebut. Meskipun produsen mobil berusaha menawarkan fitur canggih, tanggung jawab utama tetap pada pengemudi untuk memahami dan menggunakan teknologi ini dengan bijak demi keselamatan bersama di jalan raya.
Advertisement
Infografis Tarif Impor Ala Donald Trump
