Nakhoda KM Restu Tersangka, Dijerat Pasal Berlapis Kasus Penangkapan Lumba-Lumba

Kapal dengan 23 ABK ini bahkan kerap mengarungi perairan lepas hingga menembus wilayah perairan Daerah Istimewa Yogyakarta.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jan 2022, 16:51 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2022, 16:42 WIB
Lumba-Lumba Liar di Pantai Lovina Bali
Lumba-lumba berenang dekat perahu yang berisi wisatawan di perairan Pantai Lovina di Singaraja, Bali, Jumat (30/10/2020). Pantai Lovin aini salah satu destinasi pariwisata di Pulau Bali yang menawarkan pemandangan matahari terbit dan wisata mengamati lumba-lumba di laut lepas. (SONNY TUMBELAKA/AFP)

Liputan6.com, Pacitan - Kepolisian Resor Pacitan, Jawa Timur, Selasa, menetapkan Nakhoda KM Restu berinisial JW alias BJ (35) sebagai tersangka terkait kasus penangkapan tujuh lumba-lumba jenis "long-beaked dolphin" atau "spinner dolphin" di Perairan Pacitan.

Nakhoda asal Pekalongan, Jawa Tengah, itu dijerat tiga pasal berlapis. Selain melanggar Undang-undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, JW juga ditersangkakan karena mematikan piranti GPS kapal yang harusnya bisa dipantau syahbandar sehingga dianggap melakukan penangkapan ikan secara ilegal.

"Tersangka juga kami kenakan Pasal 98 Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11/2020 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 45/2009 tentang Perikanan," kata Kapolres Pacitan AKBP Wiwit Ari Wibisono dalam siaran persnya di Pacitan, dilansir Antara.

Posisi hukum JW semakin sulit lantaran kapal motor yang dia nakhodai untuk menangkap ikan di Perairan Pacitan ternyata tidak dilengkapi surat izin penangkapan di wilayah tangkap Perairan Pacitan yang sesuai dengan zona tangkap.

"Jadi kapal ini berlayar tanpa mengantongi izin layar di Perairan Pacitan. Ini pelanggaran," katanya.

KM Restu yang dinakhodai JW sebenarnya memiliki izin operasional, namun hanya untuk wilayah perairan di Kabupaten Trenggalek. Masalahnya, sebagaimana pengakuan JW dan ABK lain, kapal jenis "purse seine" ini berangkat dan beraktivitas layar di Perairan Pacitan.

Kapal dengan 23 ABK ini bahkan kerap mengarungi perairan lepas hingga menembus wilayah perairan Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Dari koordinat itu yang bersangkutan ada di Pacitan dan sampai Daerah Istimewa Yogyakarta. Ini yang saya bilang serampangan. Alat pelacak di kapal itu dimatikan padahal sangat diperlukan Syahbandar Perikanan untuk memantau pergerakan kapal-kapal ikan," paparnya.

JW diduga menghapus sejumlah dokumen elektronik di dalam ponsel pintarya yang dia gunakan untuk mengunggah video tujuh ekor lumba-lumba yang tersangkut jaring kapal dan ditaruh di atas geladak kapal.

Upaya penghapusan itu menyulitkan petugas dalam proses penyelidikan. Akibatnya, JW diancam dikenai Pasal 48 ayat 1 juncto Pasal 32 ayat UU/11 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Karena ada suatu informasi di ponselnya yang dihilangkan oleh yang bersangkutan, dihapus. Baik berbentuk video maupun chat," kata Kapolres.

Usai ditetapkan tersangka, JW langsung ditahan, sedangkan 22 anak buah kapal hanya berstatus sebagai saksi dan diperbolehkan pulang.

Kasus itu sendiri menjadi perhatian masyarakat dan aparat penegak hukum beserta pemangku kepentingan lain menyusul unggahan video amatir berdurasi 14 detik yang merekam tujuh lumba-lumba jenis "spinner dolphin" tertangkap nelayan dan dibiarkan mati tergeletak di atas geladak kapal.

Unggaha video itu dilakukan nakhoda yang tak lain adalah JW, dan kemudian viral di media sosial yang mendapat banyak kecaman warganet.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya