Liputan6.com, Maros- Laporan: Eky Hendrawan
Rammang- rammang Maros merupakan salah satu wisata kelas dunia yang selama ini luput dari mata. Gaungnya nyaris tak terdengar, itu karena namanya tenggelam oleh indahnya wisata alam lain di Kabupaten Maros, bernama Bantimurung.
Saat melakukan kunnjungan wisata ke lokasi yang di kenal Maros Karst Tower ini, jejeran batu karst membuat rombongan takjub. “Wah, mantap ini,” sahut Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sulsel, Didi L Manaba.
General Manager PT Caraka Travelindo, Ilsa Sopamena, sebagai salah satu perusahaan di bidang pariwisata mengaku, Rammang-rammang merupakan salah satu destinasi yang amat disenangi wisatawan mancanegara, khususnya dari Eropa.
“Sejauh ini wisatawan mancanegara yang kami bawa ke sana mengagumi destinasi itu. Rata-rata yang berkunjung ke sana adalah wisatawan dari Eropa seperti Belanda, Prancis, Jerman dan Amerika. Mereka tidak pernah komplain saat berkunjung. Hanya yang masih perlu kita benahi adalah fasilitas pendukung, seperti toilet,” kata Ilsa Sopamena seperti ditulis Minggu (11/5/2014).
Dalam kawasan Rammang-rammang berjejeran batu karst yang membentang sepanjang 4.750 hektare. Panjang karst tersebut terhampar di antara dua kabupaten, Maros dan Pangkep. UNESCO sebagai World Heritage Site pun mengakui destinasi ini sebagai karst terbesar kedua, terluas, terpanjang, dan terindah di dunia.
Destinasi tersebut terletak di Desa Salenrang Dusun Rammang-rammang, Kabupaten Maros. Jarak untuk sampai ke lokasi sekitar 32 kilometer dari pusat Kota Makassar, dengan lama perjalanan sekitar 60 sampai 90 menit.
Di pertigaan arah jalan masuk Semen Bosowa, sekitar 600 meter masuk, tepat di sebuah jembatan terdapat dermaga sebelah kiri jalan poros. Perjalanan kemudian dilanjutkan menggunakan perahu kecil atau yang disebut Jolloro menyusuri sungai Pute. Pemandangan di sana sangat menakjubkan, dengan pegunungan karst dan melewati sungai dalam goa.
Batu karst Rammang- rammang Maros bisa dinikmati keindahannya dengan dua jalur, ada jalur darat dan jalur sungai. Tetapi rombongan lebih memilih jalur sungai dengan perahu (Jolloro’). Tinggal duduk di atas Jolloro’ bertarif sekitar Rp150 sampai Rp200 ribu (pp), mengelilingi batu karst dengan suasana sungai yang tenang dan dikelilingi hijaunya pohon nipa.
Jolloro’ kemudian berhenti di sebuah dusun tersembunyi yang dikelilingi oleh pegunungan karst. Di sana terdapat sawah dan empang. Dalam lokasi ini ada beberapa objek yang bisa dikunjungi, yaitu goa telapak tangan dan telaga bidadari.
Sayang, destinasi yang kini menjadi objek favorit bagi wisatawan mancanegara, khususnya dari benua biru ini belum memiliki fasilitas standar, laiknya sebuah tempat wisata.
“Potensi wisatanya sangat menjanjikan. Tetapi untuk saat ini pemerintah masih harus melakukan penyuluhan kepada masyarakat setempat serta pembenahan infrastruktur,” kata Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sulsel, Syafruddin Rahim, saat melakukan survei destinasi tersebut.
“Pembenahan itu mulai dermaga yang memadai, toilet berstandar, serta penginapan. Semua akan dibenahi tetapi tidak boleh merusak lingkungan sekitar, harus disesuaikan dengan alam,” sambung Syafruddin.
Sebelum melakukan pembenahan, Disbudpar Sulsel terlebih dulu melakukan survei di beberapa titik dalam kawasan Rammang-rammang. Disbudpar juga melibatkan sejumlah stakeholder, seperti Asita Sulsel, pemerintah lintas sektor, dan masyarakat setempat. (Igw)