Manfaat Bermain untuk Anak, Tingkatkan Kognisi Sosial sampai Kembangkan Kesejahteraan Emosi

Orangtua bisa membantu mengembangkan intelegensi dan kognitif anak lewat beragam aktivitas permainan.

oleh Putu Elmira diperbarui 06 Nov 2022, 07:02 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2022, 07:02 WIB
Ilustrasi Anak Bermain
Ilustrasi anak bermain. (dok. Unsplash.com/@anaklipper)

Liputan6.com, Jakarta - Psikolog anak Anastasia Satriyo menyampaikan bahwa bermain memiliki peran yang sangat penting bagi anak. Bermain, dikatakannya, merupakan aktivitas natural untuk otak si buah hati.

"Otak anak itu berkembang paling awal di tujuh tahun pertama di area emosinya. Area emosi ini terkait imajinasi, storytelling, cerita, beragam warna, dan ekspresi bentuk wajah," kata Anas dalam bincang virtual "Ayo Main: Bawa Perubahan Lewat Bermain" bersama IKEA, Kamis, 3 November 2022.

Anas melanjutkan, lewat perkembangan otak di area imajinasi ini, bermain juga jadi sarana anak untuk belajar. Dikatakannya, belajar buat anak bukan selalu duduk dengan kertas atau diceramahi semata.

"Justru, bermain adalah belajarnya anak dan alat bermain itu mengembangkan aspek emosinya, sehingga kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar, bagaimana sosialisasi dengan teman," terang Anas.

Terlebih, interaksi berkurang akibat pandemi Covid-19 yang melanda. Hal ini memunculkan isu adaptasi ke lingkungan sosial, bagaimana anak bertemu dengan teman-teman sebaya mereka. "Ini sangat bisa kita bantu fasilitasi sebagai orangtua lewat aktivitas bermain dengan anak," tambahnya.

Orangtua dapat mengembangkan pemahaman tentang diri anak, memahami emosi, memahami peran di lingkungan, serta lewat bermain peran. Orangtua bisa membantu mengembangkan intelegensi dan kognitif anak lewat beragam aktivitas permainan, mulai dari beragam ekspresi, komunikasi, hingga pemecahan masalah yang dilakukan lewat bermain.

"Ketika anak dan orangtua ada waktu bermain, anak perlu waktu main sendiri, tapi orangtua juga perlu 20--30 menit berkala menemani anak bermain. Itu ternyata juga memperkuat emotional bonding dan attachment," tutur Anas soal manfaat bermain.

Pentingnya Bermain

Ilustrasi Anak Bermain
Ilustrasi anak bermain. (dok. Unsplash.com/@lastnameeaster)

Anas menambah, bila orangtua paham otak anak berkembang di area emosi, berarti dengan setiap kali orangtua menemani anak bermain, itu adalah upaya mengembangkan otak anak, bukan sekadar membuang waktu. Manfaat bermain anak juga menyentuh elemen yang sangat penting.

"Manfaat bermain untuk anak meningkatkan kognitif sosial. Fisik anak juga, dan mengembangkan kesejahteraan emosi, sosial, atau kesehatan mental. Ini juga fondasi dari masa anak-anak sampai remaja," ungkap Anas.

Lewat bermain pula, disebut Anas, anak-anak akhirnya belajar mengerti tentang dirinya dan dunia sekitar. Maka, sangat diharapkan supaya anak-anak berkembang menjadi orang-orang yang punya empati dan kepedulian dengan lingkungannya.

"Ternyata apapun isu emosi anak, itu dimulai dari perkembangan fisik dulu. Ada pendekatan namanya movement and learning, jadi kita enggak bisa meminta anak punya kemampuan fokus atau kasus-kasus yang banyak aku tangani anak-anak yang terlambat bicara," lanjut Anas.

Ia menjelaskan, "Apalagi karena pandemi minim interaksi sama orang sekitar, terus kita berharap anak-anak langsung bisa optimal perkembangan emosi psikologisnya tanpa perkembangan fisik."

Kekuatan dan Kendali

Ilustrasi Anak Bermain
Ilustrasi anak bermain. (dok. Unsplash.com/@gautamarora1991)

Anas mengatakan, perkembangan fisik berkaitan dengan anak dilatih, mulai dari merangkak hingga berlari. Maka, aktivitas bermain dengan fisik di usia awal bahkan hingga usia 10 tahun, jadi salah satu favorit anak-anak yang berperan penting.

"Kita perlu menyadari anak-anak ini hidupnya masih sangat rentan dan rapuh. Maksudnya, mereka itu bisa berkembang tergantung apa yang diberikan orangtua dan pengasuhnya. Orangtuanya yang harus belajar tentang parenting, tumbuh kembang anak," terang Anas.

Ia menyebutkan bahwa kehidupan sehari-hari anak di luar kendali mereka. "Maksudnya, ia harus melakukan aktivitas makan, mandi, ke sekolah, itu kan di luar dirinya. Misalnya, kalau sudah usia sekolah, harus mengerjakan tugas, buka buku, di luar kontrol dirinya," katanya.

"Kegiatan bermain dilakukan setiap hari (secara) berkala, bukan cuma nanti bermain tunggu liburan sekolah. Jadi, kesempatan anak punya kekuatan dan kontrol apa yang ingin mereka lakukan, sesuai usia dan minat mereka, itu akan mengembalikan kontrol dan power ke diri mereka lagi," tambah Anas.

Pengalaman Bermain Holistik

Ilustrasi Anak Bermain
Ilustrasi anak bermain. (dok. Unsplash.com/Phil Hearing)

Cara ini membuat anak belajar cara menggunakan kekuatan dan kontrol dalam hidup. "Karena kita lihat contoh-contoh kasus di Indonesia, bagaimana orang-orang dewasa yang tidak berlatih menggunakan power dan kontrol secara sehat bahaya sekali, bahkan bisa membahayakan nyawa dan lingkungan sekitar kita," lanjutnya.

Anas mengungkapkan, bila orangtua dapat memberi pengalaman bermain secara holistik, baik dari segi fisik, emosi sosialnya, maupun bermain peran dengan lingkungan, hal tersebut akan menjadi fondasi, bahkan sampai ke usia dewasa. Ia juga mencontohkan kasus yang banyak ditangani saat ini terkait anak.

"Saya sendiri banyak menangani kasus-kasus mulai anak terlambat bicara, ternyata melatih anak bicara itu enggak cuma, 'Ayo ngomong,' tapi bermain role play pakai boneka tangan atau boneka jari. Kita bikin kegiatan interaksi, ternyata kemampuan bicaranya jadi meningkat," ungkapnya.

Anas menjelaskan, "Anak-anak yang setelah pandemi ini jadi punya masalah emosi saat bertemu teman-teman sebaya, ketika diberi kesempatan bermain dan seni kreatif untuk menyalurkan emosinya, mereka jadi bisa lebih calming down dan tahu cara meregulasi emosi yang lebih sehat."

Infografis 5 Tips Ajarkan Anak Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Infografis 5 Tips Ajarkan Anak Pakai Masker Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya