Sosok Mang Udjo, Pelestari Angklung Bambu di Tanah Pasundan

Mang Udjo, sapaan akrab Udjo Ngalagena, adalah pendiri Saung Angklung Udjo yang rombongannya kerap muhibah ke berbagai negara.

oleh Geiska Vatikan diperbarui 16 Nov 2022, 11:02 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2022, 11:00 WIB
Ini dia, Mang Udjo Sosok di Balik Angklung Bambu (Angklung Udjo/https://www.instagram.com/p/Cgl6KB6pf_X/?hl=en/Geiska Vatikan)
Sosok mang Udjo di Balik Budaya Angklung Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Angklung dan Mang Udjo ibarat dua sisi mata uang. Keduanya saling tersambung, tidak terpisahkan satu sama lain. Dalam peringatan Hari Angklung Sedunia yang jatuh pada hari ini, 16 November 2022, momen tepat untuk kembali mengenal kembali pria yang bernama lengkap Udjo Ngalagena.

Dikutip dari laman angklung-udjo.co.id, Mang Udjo lahir pada 5 Maret 1929. Ia adalah putra keenam dari pasangan suami Istri Wiranti dan Imi. Udjo kecil sudah memperlihatkan bakatnya dan ketertarikannya dalam dunia seni, musik dan budaya sejak usia balita.

Seiring berjalannya waktu, dia berguru kepada sejumlah maestro kesenian Sunda, seperti Mang Koko ahli kecapi, Rd. Machyar Angga Kusumahdinata seorang guru gamelan, dan Daeng Soetigna sang inventor angklung diatonik.

Udjo juga mempelajari angklung dalam tangga nada pentatonik yang membuatnya mahir memainkan berbagai jenis musik, mulai dari musik tradisional Sunda dan lagu-lagu populer. Pria yang pernah menjadi guru kesenian di beberapa sekolah di Bandung itu kemudian diangkat menjadi asisten Daeng Soetigna.

Ia sempat mewakili sang guru memimpin sebuah pertunjukan musik. Ia melanjutkan warisan sang guru, yakni mempopulerkan angklung diatonik. Udjo juga mulai membuat calung dan angklung sendiri pada 1962.

Karena kecintaannya pada seni dan budaya, Mang Udjo dan istrinya, Uum Sumiati, mendirikan Saung Angklung Udjo (SAU) pada 1964. Di tempat itu, pengembangan seni berfokus pada tiga unsur, yakni, anak-anak, alam, dan seni dengan alunan angklung.

Saung Mang Udjo

Saung Angklung Udjo
Pertunjukan Regular Bambu dari Saung Angklung Udjo. (dok. Instagram @saungangklungudjo/https://www.instagram.com/p/CJ2UibIJm9b/)

Udjo Ngalagena meninggal pada Sabtu, 3 Maret 2001. Kini, saung angklung dikelola oleh anaknya, Taufik Hidayat Udjo. Anak kesembilan dari Mang Udjo ini turut hadir pada acara Pendeklarasian Bandung sebagai Kota Angklung pada Mei 2022 lalu.

"Kami, mewakili masyarakat Kota Bandung, yang mencintai seni dan budaya angkung meliputi para pengajar, pelajar, pengrajin, pemain, akademisi, pemerhati,dengan tokoh masyarakat dan Pemerintah Kota Bandung, pada hari ini menyatakan bahwa Angklung menjadi identitas baru Kota Bandung dengan sebutan Bandung Kota Angklung," ujarnya dikutip dari bandung.go.id pada Rabu (16/11/2022).

Berlokasi di Jalan Padasuka Nomor 118, Bandung, Jawa Barat, saung ini sudah menjadi tujuan wisata budaya dan edukasi untuk masyarakat. Di sanggar ini, pengunjung juga dapat melihat berbagai jenis angklung dan belajar proses pembuatan angklung.

Saung Angklung Udjo mengadopsi filosofi pertunjukkan yang ringan, menarik, dan mendidik. Pengunjung yang hadir kerap disuguhi pertunjukan angklung interaktif yang mengajak mereka untuk bermain angklung bersama. Mereka tak harus mahir karena akan ada dirijen yang membantu.

Masing-masing pengunjung akan alat musik angklung per tangga nada, kemudian diarahkan untuk membunyikan sesuai perintah yang diberikan. Rangkaian nada yang terbentuk akan memainkan sebuah lagu populer. Selain pertunjukan angklung, mereka juga bisa mempelajari permainan tradisional dari anak-anak sanggar.

 

Sejak 400 Tahun Lalu

Ilustrasi alat musik tradisional angklung
Ilustrasi alat musik tradisional angklung. (Gambar oleh Tri Yugo Wicaksono dari Pixabay)

Melansir dari petabudaya.belajar.kemdikbud, nama angklung diambil dari bahasa Sunda, yaitu angkleung-angkleungan yang berarti diapung-apung dan “klung” yang berarti suara yang dihasilkan. Bentuk angklung yang terdiri dari dua atau lebih batang bambu ini memiliki berbagai ukuran dengan kebutuhan tinggi rendahnya nada. Cara memainkan angklung, yaitu satu tangan memegang bagian atas dan tangan yang lain memegang bagian bawah kemudian digoyangkan secara perlahan sehingga terdengar suara yang sesuai dengan masing-masing nada.

Angklung mulai digunakan di Kerajaan Sunda pada abad ke 12 – abad 16 untuk pemujaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Sri atau dikenal sebagai Dewi Padi. Menurut sejarah dalam Kidung Sunda, alat musik dari bambu ini dimainkan sebagai pemacu semangat dalam peperangan pada saat itu.

Alat musik khas sunda ini mulai dipandang UNESCO dan dinilai memenuhi kriteria prasaasti daftar perwakilan warisan budaya takbenda Kemanusiaan sehingga pada November 2010 lalu, angklung resmi masuk daftar UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity. Setiap 16 November diperingati sebagai hari Angklung Sedunia Peringatan ini ditujukan untuk mendorong masyarakat mengenal angklung lebih dalam sebagai warisan budaya Indonesia. 

Jenis Angklung

Angklung jadi ikon Google Doodle
Angklung ikon google doodle hari ini, 16 November 2022. (Liputan6.com/Google)

Ada berbagai jenis angklung. Masing-masing memiliki keunikan, berikut detailnya:

1. Angklung DogDog Lojor

Angklung ini sering dimainkan dalam kesenian DogDog Lojor yang terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Banten Kidul, yang tersebar di sekitar Gunung Halimun. Biasanya, alat musik ini digunakan untuk pengiring ritus bercocok tanam. Namun, saat masyarakat di sana sudah menganut agama Islam. Kesenian ini digunakan untuk mengiringi khitanan dan perkawinan.

2. Angklung Kanekes

Biasanya dimainkan oleh masyarakat Kanekes (Baduy) di Banten. Penggunaan alat musik ini masih dilestarikan hingga saat ini untuk mengiringi ritus bercocok tanam. Masyarakat yang berhak membuat angklung hanyalah warga Baduy Jero atau Baduy Dalam yang menjadi keturunan pembuat angklung.

3. Angklung Gubrak

Angklung gubrag terdapat di Kampung Cipining, Bogor. Angklung ini digunakan untuk menghormati Dewi Padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ka leuit (lumbung). Angklung ini diciptakan saat Cipining mengalami musim paceklik. Situasi itu dikaitkan dengan mitos Dewi Sri tidak menurunkan hujan saat itu.

4. Angklung Padaeng

Dikenalkan oleh Daeng Soetigna sekitar 1938 lalu. Inovasi angklung padaeng ini terdapat pada laras nada yang digunakan yaitu diatonik yang sesuai dengan sistem musik barat. Angklung Padaeng dibagi dalam dua kelompok, yaitu angklung melodi dan angklung akompanimen.

Angklung melodi terdiri dari dua tabung suara dengan beda nada 1 oktaf. Terdapat 31 angklung melodi kecil dan 11 angklung melodi besar. Sementara, angklung akompanimen biasanya digunakan sebagai pengiring untuk memainkan nada-nada harmoni. Tabung suaranya terdiri dari tiga sampai empat, sesuai dengan akor diatonis.

 

Infografis Daeng Soetigna II
Daeng Soetigna, Bapak Angklung Indonesia (Liputan6.com/Tri Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya