Liputan6.com, Jakarta - Alih-alih memberikan uang kertas baru dalam angpao Tahun Baru Imlek, warga Singapura diminta mempertimbangkan fit notes atau angpao digital sebagai alternatif lebih ramah lingkungan. Pesan ini disampaikan Monetary Authority of Singapore (MAS) sebagai bagian dari upaya mempromosikan kelestarian lingkungan.
"Fit notes adalah uang kertas bekas yang umumnya bersih dan kualitasnya sesuai untuk disirkulasi ulang, termasuk dalam angpao Imlek," kata MAS, dikutip dari CNA, Sabtu (14/1/2023). "Kondisi uang kertas ini telah diverifikasi mesin pengolah uang kertas dan kualitasnya mirip dengan uang kertas dari anjungan tunai mandiri (ATM)."
Advertisement
Baca Juga
Demi mendorong penggunaan uang kertas yang sesuai, MAS akan berhenti menerbitkan uang kertas 2 dolar Singapura baru pada periode Tahun Baru Imlek mendatang. Uang kertas bekas adalah opsi lebih berkelanjutan, kata MAS, karena uang kertas baru menghasilkan emisi karbon tambahan karena diperlukan pemrosesan tambahan.
Menjelaskan perbedaan antara uang kertas, otoritas mengatakan, uang kertas baru diambil dari uang kertas yang diterbitkan hanya sekali selama Tahun Baru Imlek dan segera disetorkan kembali ke MAS oleh bank.
"Uang kertas ini diproses dua kali oleh MAS untuk memastikan bahwa hanya uang kertas baru berkualitas baik yang diterbitkan kembali untuk Tahun Baru Imlek berikutnya," kata MAS, menambahkan bahwa uang kertas baru hanya datang dalam denominasi 2 dolar Singapura.
Sekitar 100 juta uang kertas baru dikeluarkan setiap tahun untuk Tahun Baru Imlek dan periode perayaan lain, MAS mencatat. Pihaknya menambahkan bahwa sebagian besar uang kertas ini hanya digunakan sekali untuk pemberian sebelum dikembalikan ke otoritas.
Emisi Karbon
MAS menerangkan, "Sementara sebagian besar uang kertas yang dikembalikan disirkulasikan kembali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti untuk mengganti uang kertas yang tidak layak edar, volume uang kertas tersebut jauh melebihi kebutuhan penggantian. Kelebihan uang kertas tersebut selanjutnya dimusnahkan sebelum habis masa pakainya."
Uang baru yang ditebitkan hanya untuk memenuhi permintaan perayaan, termasuk Imlek, menghasilkan emisi karbon yang tidak perlu dan merupakan pemborosan sumber daya, sambung MAS.
Mereka menambahkan bahwa emisi karbon dari penerbitan uang kertas baru yang berlebihan akan membutuhkan penanaman 10 ribu pohon baru untuk mengimbangi emisi. Praktik mencetak uang kertas baru "tidak sejalan dengan kelestarian lingkungan" atau target Singapura untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada 2050, kata MAS.
Mereka yang lebih suka memberikan angpao fisik untuk Tahun Baru Imlek dapat memilih menggunakan uang kertas bekas, alih-alih baru. MAS mengaku akan bekerja sama dengan bank untuk membuat uang kertas bekas lebih mudah diakses oleh publik Singapura.
Advertisement
Asal-mula Angpao
Secara tradisional, angpao biasanya diberikan orang tua dan pasangan menikah sebagai hadiah untuk anak-anak dan mereka yang belum menikah. Selain saat Imlek, angpao juga umum didapati di pertemuan sosial atau keluarga seperti pernikahan dan perayaan ulang tahun, lapor Says.
Warna merah pada amplop menandakan keberuntungan. Itu juga merupakan simbol untuk mengusir roh jahat, dengan ilustrasi yang biasanya memberikan berkah, serta harapan baik untuk umur panjang, kemakmuran, dan kesehatan bagi penerimanya.
Dipercaya secara luas bahwa praktik pemberian angpao sudah ada sejak Dinasti Qin (221--206 sebelum Masehi), di mana orang tua akan merangkai koin dengan benang merah untuk diberikan pada generasi muda sebagai ya sui qian.
Saat itu, ya sui qian berarti "uang untuk mengusir roh jahat," dan diyakini melindungi penerima dari penyakit dan kematian. Ya sui qian kemudian diganti dengan amplop merah saat mesin cetak jadi lebih umum.
Saat itulah dikenal sebagai "uang untuk menangkal usia tua" ketika frasa yā suì qián ditulis dengan homofon untuk suì yang berarti "usia tua", bukan "roh jahat."
Legenda Lain
Dalam cerita lain, legenda mengatakan bahwa angpao pertama diberikan pada seorang yatim piatu pemberani setelah ia mengalahkan iblis mirip naga dan menyelamatkan sebuah desa selama Dinasti Song. Dikisahkan bahwa suatu masa saat Dinasti Song (960–1279), sebuah desa bernama Chang-Chieu diteror iblis raksasa berbentuk naga.
Tidak ada seorang pun di desa yang bisa mengalahkannya, bahkan pejuang dan negarawan terhebat mereka sampai seorang anak yatim piatu datang membawa pedang ajaib yang diwarisi dari nenek moyangnya.
Anak muda itu bertarung dan akhirnya mengalahkan naga itu. Penduduk desa sangat gembira dan memberi anak yatim piatu yang pemberani itu sebuah amplop merah (atau kemungkinan besar kantong) berisi uang untuk berterima kasih padanya karena telah menyelamatkan desa.
Sejak saat itu, membagikan angpao telah jadi kebiasaan tradisional untuk menandakan keberuntungan, kemakmuran, dan niat baik. Di zaman modern, angpao mungkin hadir dalam nuansa oranye, merah muda, dan kuning, tapi signifikansinya sebagian besar tetap berwarna merah.
Advertisement