Kesaksian Bocah 9 Tahun Lihat Ayahnya Terbakar Hidup-Hidup Saat Israel Serang Rafah

Bocah sembilan tahun itu mengaku baru keluar tenda karena diminta ayahnya beberapa saat sebelum bom Israel jatuh.

oleh Asnida Riani diperbarui 02 Jun 2024, 11:30 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2024, 11:30 WIB
Bola api meletus selama pemboman Israel di Rafah, di Jalur Gaza selatan, pada 26 Maret 2024. (AFP)
Bola api meletus selama pemboman Israel di Rafah, di Jalur Gaza selatan, pada 26 Maret 2024. (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - "Ayahku sudah meninggal. Aku harus pergi ke mana sekarang?" sebut Omar Hamad, bocah berusia sembilan tahun yang baru saja mengalami hari terburuk dalam hidupnya. Ia menyaksikan ayahnya terbakar hidup-hidup saat Israel menyerang kamp pengungsi di Rafah, Minggu, 26 Mei 2024.

Melansir Al Jazeera, Minggu (2/6/2024), momen Omar menangis meraung terekam kamera seorang fotografer, yang mana klip itu telah jadi viral di media sosial. Saat diwawancara outlet itu, anak Gaza ini mengaku tidak tahu harus ke mana. "Saya tidak tahu bagaimana saya bisa hidup tanpanya (ayah Omar)," kata dia. "Saya hanya bisa menangis."

Disebutkan bahwa ayah Omar sedang berada di tenda temannya ketika serangan terjadi. Tidak ada orang dari tenda tersebut yang selamat. "Saat berada di tenda temannya, ayah mengatakan padaku, 'Pulanglah (ke tenda mereka), berjaga-jaga sesuatu terjadi,'" ia bercerita.

Menuruti nasihat ayahnya, Omar berjalan ke tenda mereka ketika bom jatuh di tenda di mana ayahnya berada. "Aku berlari dan menangis dalam keadaan panik," kenangnya. "'Mana ayahku?' Kemudian, api mulai muncul dari dalam tenda."

"Orang-orang hampir tidak bisa menariknya keluar. Mereka kemudian menyiramnya (ayah Omar) dengan air seadanya saat ia berhasil keluar tenda," ia menyambung. Saksi mata serangan di selatan Palestina itu mengatakan bahwa beberapa orang menderita luka bakar terlalu parah untuk bisa selamat.

Tidak Diizinkan Ikut ke Rumah Sakit

Serangan Udara Israel Gempur Jalur Gaza
Bola api terlihat setelah serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza, Palestina, Minggu (23/2/2020). Selain di Jalur Gaza, pasukan Israel juga melancarkan serangannya ke Damaskus di Suriah. (SAID KHATIB/AFP)

Petugas medis dilaporkan tidak mengizinkan Omar melihat saat-saat terakhir ayahnya di rumah sakit, karena kondisinya sudah "tidak mungkin diselamatkan." "Aku duduk menciumnya dan memeluknya (saat api berhasil padam)," ungkap bocah laki-laki itu.

"Mereka (petugas medis) mengangkutnya, sementara aku menangis mengejar ayahku. Mereka tidak membiarkanku berada di sampingnya. Aku tidak sanggup. Aku beri tahu semua orang bahwa aku mau berada di sisi ayahku. Aku tidak tahu bagaimana duduk tenang tanpanya."

Omar pada akhirnya duduk sendiri sambil menangis sampai ia terlelap. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak pernah membayangkan hidup tanpa ayahnya. "Aku terus menemaninya," kata bocah itu sambil menangis. "Ia selalu membawaku setiap kali ia menemui teman-temannya."

"Ia selalu mengajakku ke mana pun ia pergi. Sebelum ia meninggal dalam keadaan syahid, kami sering keluar untuk bermain. Aku tidak pernah membayangkan hari ayahku akan pergi dan meninggalkanku," imbuhnya. Omar merupakan satu dari ribuan anak di Gaza yang mengalami trauma berat.

Mau Kembali ke Rumah

Potret Pilu Anak-anak Palestina di Tengah Serangan Israel
Seorang anak berjalan pergi dengan barang-barang yang diselamatkan dari reruntuhan bangunan yang terkena serangan Israel di Rafah di Jalur Gaza selatan pada 15 Oktober 2023. (Photo by MOHAMMED ABED / AFP)

Al Jazeera mencatat, setidaknya ada 25 ribu anak jadi yatim piatu sejak serangan Israel dimulai pada 7 Oktober 2023. "Aku berharap perang segera selesai. Aku ingin kami semua bisa kembali pulang ke rumah kami dan menjalani keseharian yang normal," harapnya.

Sebelum ini, YouTuber Fuadh Naim telah berbagi surat wasiat seorang anak Gaza yang meninggal dalam serangan Israel di akun media sosialnya, Selasa, 18 Mei 2024. Tulisan berbahasa Arab itu diterjemahkannya jadi Bahasa Indonesia, berbunyi, "Wasiatku untuk kalian."

"Jika kelak aku meninggal, pergi, dan menjadi syahid dalam peperangan ini, aku tidak akan pernah memaafkan semua penguasa Arab yang telah mengkhianati kami. Kami jalani hari-hari yang sulit tanpa makanan atau minuman, serta dalam pengepungan."

"Hingga rambutku beruban, meski aku masih kecil," ungkapnya. "Demi Allah, aku akan mengadukan kalian pada Pencipta tujuh langit. Maafkan aku, wahai ibu. Sesungguhnya aku sangat mencintaimu ibu. Ibu jangan sampai bersedih karena berpisah dengannya."

"Pesanku pada rakyat Mesir, rakyat Yaman, rakyat Yordania, rakyat Aljazair, rakyat Libya, rakyat Lebanon, rakyat Tunisia, Sudan, Somalia, dan Malaysia, kami adalah amanah untuk kalian. Jangan pernah tinggalkan Gaza sendirian. Ini adalah amanah bagi kalian."

"Jangan pernah melupakan Gaza. Aku berwasiat pada kalian untuk menjaganya. Ini adalah amanah dan janganlah kalian khianati kami. Siapa pun yang menemukan pesanku, silakan bagikan. Aku akan menjadi syahid, insya Allah. Muhammad Abdul Qadir Al-Husseni, tanggal 25/3/2024," tutupnya.

Frustasinya Anak-Anak di Gaza Utara

Potret Anak-anak dan Pengungsi Palestina Rela Antre untuk Dapatkan Makanan Berbuka Puasa
Anak-anak menunggu sambil memegang panci kosong bersama pengungsi Palestina lainnya untuk mendapatkan makanan menjelang berbuka puasa selama bulan suci Ramadhan, di Rafah di Jalur Gaza Selatan pada 16 Maret 2024. (SAID KHATIB/AFP)

Di cerita berbeda, seorang anak kecil asal Gaza Utara bernama Wassim mengatakan ia ingin meninggal saja saking frustasi karena perang. "Aku harap kami mati saja, aku ingin mati. Karena kami tidak punya apa-apa untuk dimakan atau diminum," ujar Wassim dalam sebuah video yang diunggah akun Instagram @hema.alkhalili, 10 Mei 2024. "Aku lelah hidup karena perang."

"Perang menghancurkan kami dan menghancurkan rumah kami," ujar anak lain yang juga ada di video. Di rekaman, anak-anak iitu terlihat sedang berkumpul di pantai untuk mengangkut makanan dan minuman.

Perjuangan anak-anak Gaza Utara dalam mengambil paket bantuan di pantai bukanlah hal mudah. Di video lain yang diunggah @hema.alkhalili, 12 Mei 2024, ia mewawancarai orang-orang yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk mengambil bantuan.

Ada satu anak yang menceritakan bahwa ia hampir tenggelam ketika berusaha mengamankan sekotak bantuan. "Saya datang ke sini untuk meminta bantuan, tapi itu jatuh ke laut. Kami masuk dan saya hampir tenggelam, tapi seorang Samaria yang baik hati datang dan menyelamatkan saya," ujar seorang remaja laki-laki.

Banner Infografis Bocah Palestina Sekarat dan Mati Kelaparan di Gaza. (Sumber Foto: AP Photo)
Banner Infografis Bocah Palestina Sekarat dan Mati Kelaparan di Gaza. (Sumber Foto: AP Photo)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya