Liputan6.com, Jakarta - Seorang perempuan dilaporkan meninggal dunia setelah menjalani prosedur laser untuk menghilangkan tanda lahir di kulitnya. Prosedur itu dilakukannya di Rumah Sakit Dermatologi Jinmen, Tianjin, China, lapor South China Morning Post, dikutip dari Mothership, Rabu, 27 November 2024.
Liu (27) menjalani tindakan laser ke-10 pada 21 Oktober 2024. Ia meninggal 10 hari kemudian pada 31 Oktober 2024. Prosedur ini umumnya melibatkan pengarahan gelombang pendek sinar laser langsung ke permukaan kulit untuk menghilangkan noda, seperti bintik-bintik, kerutan, bahkan tato.
Baca Juga
Pada 21 Oktober 2024, selama perawatannya, seorang dokter mengoleskan krim anestesi padanya. Liu dilaporkan mengalami pusing dan segera mengalami koma setelahnya. Selanjutnya, ia mengalami syok dan serangan jantung.
Advertisement
Ia kemudian dikirim ke unit perawatan intensif di Universitas Kedokteran Tianjin, tempatnya menghembuskan napas terakhir. Liu dilaporkan meninggal karena herniasi otak, keadaan darurat medis serius yang terjadi ketika tekanan intrakranial menyebabkan jaringan otak terdorong ke samping atau ke bawah melalui lubang kecil di lembaran jaringan kaku yang memisahkan otak.
Liu tampaknya menderita neurofibromatosis, suatu kondisi genetik yang menyebabkan perubahan pigmen kulit dan dapat menyebabkan tumor pada jaringan saraf. Menurut suami Liu, ia memiliki tanda lahir besar dan gelap di sekujur tubuhnya.
Ia telah menghabiskan lebih dari 100 ribu yuan (sekitar Rp2,2 miliar) di Rumah Sakit Dermatologi Jinmen untuk menghilangkannya. Ia telah dirawat di rumah sakit tersebut sejak 2020.
Kejadian Serupa
Sebelum sesi perawatan pada 21 Oktober 2024, Liu telah menjalani tindakan laser pada Mei 2023. Suami Liu menduga, obat bius jadi penyebab kematian istrinya.
Ibu Liu mengklaim bahwa putrinya telah menghentikan sesi tersebut beberapa kali sebelumnya karena "rasa sakit yang tidak tertahankan." Jenazah Liu telah dikirim untuk diautopsi, dan pihak berwenang sedang menyelidiki insiden tersebut. Wakil direktur rumah sakit mengatakan bahwa rumah sakit akan bertanggung jawab jika terbukti bersalah.
Namun, ini bukan kali pertama pasien prosedur kosmetika meninggal dunia. Mengutip kanal Global Liputan6.com, 12 November 2024, juga di China, seorang wanita meninggal usai menjalani enam kali operasi plastik dalam kurun waktu 24 jam.
Kejadian ini bermula saat perempuan bermarga Liu dari daerah pedesaan di Guigang, Provinsi Guangxi, China selatan, mengunjungi sebuah klinik di Nanning. Ia mengambil pinjaman lebih dari 40 ribu yuan (Rp87,1 juta) untuk membiayai enam prosedur kosmetik.
Melansir SCMP, ia menjalani operasi kelopak mata ganda dan hidung yang memakan waktu lima jam. Setelah itu, ia menjalani prosedur sedot lemak di paha, kemudian lemak disuntikkan ke wajah dan payudaranya keesokan paginya, yang juga berlangsung selama lima jam.
Advertisement
Laporan Otopsi
Dilaporkan, tepat saat Liu keluar dari rumah sakit dan saat mencapai lift, perempuan tersebut tiba-tiba pingsan di klinik. Meski ada upaya darurat dari staf klinik, ia dibawa ke Rumah Sakit Rakyat Nanning Kedua, di mana dia dinyatakan meninggal pada sore harinya.
Laporan otopsi menunjukkan bahwa dia meninggal karena "gagal pernapasan akut akibat emboli paru setelah sedot lemak." Atas kejadian tersebut, keluarga Liu menggugat klinik tersebut di Pengadilan Rakyat Distrik Jiangnan di Kota Nanning, meminta kompensasi sebesar 1,18 juta yuan (Rp2,5 miliar).
"Klinik tersebut menawarkan saya 200 ribu yuan sebagai kompensasi. Saya mengatakan bahwa setidaknya satu juta yuan harus diberikan untuk kematian seseorang. Bahkan. jika kita membagi tanggung jawab, itu tetap harus setidaknya 500 ribu yuan. Saya menolak penyelesaian pribadi mereka, dan saya mengatakan kita harus pergi ke pengadilan saja," kata suami Liu.
Penyelidikan mengungkap bahwa klinik tersebut memiliki dokumen hukum yang diperlukan untuk melakukan prosedur tersebut. Sementara, kedua dokter yang terlibat dalam prosedur Liu juga berlisensi resmi.
Kata Klinik Kecantikan
Volume lemak yang diangkat pun mematuhi standar medis. Selama proses hukum, klinik tersebut bersikeras bahwa Liu memahami risiko terkait operasi kosmetik, dengan alasan bahwa laporan otopsi saja tidak mendukung klaim malapraktik.
Meski beberapa lembaga yang ditugaskan pengadilan meminta klinik untuk mengungkap standar perawatan mereka, klinik tersebut gagal mematuhinya. Awalnya, pengadilan memutuskan bahwa klinik tersebut sepenuhnya bertanggung jawab atas kematian Liu dan memerintahkan kompensasi lebih dari satu juta yuan (Rp2,1 miliar).
Namun, klinik tersebut mengajukan banding. Pada Agustus 2023, pengadilan merevisi kompensasi jadi 590 ribu yuan, hanya mengakui sebagian tanggung jawab klinik.
"Penilaian tersebut menyimpulkan bahwa klinik gagal menilai risiko emboli darah vena, mengidentifikasi kesalahan tertentu dalam praktik medis mereka yang secara kausal terkait dengan kematian pasien," kata Li Shan, seorang hakim di Pengadilan Rakyat Distrik Jiangnan, Kota Nanning.
Evaluasi ini menunjukkan bahwa kondisi fisik Liu mungkin berkontribusi terhadap kematiannya. Maka itu, muncul putusan mengenai tanggung jawab bersama antara Liu dan pihak klinik.
Advertisement