Liputan6.com, Jakarta - Raib selama 3 hari, Marsinah ditemukan tak bernyawa pada 8 Mei 1993. Jenazahnya teronggok di hutan Dusun Jegong, Nganjuk, Jawa Timur. Tanda-tanda penyiksaan, termasuk di bagian kelamin, terlihat di tubuh buruh PT Catur Putra Surya (CPS), Sidoarjo, tersebut.
Polisi bergerak. 9 orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Direktur PT CPS, Yudi Susanto, dan Kabag Personalia PT CPS, Mutiari. Yudi dijatuhi hukuman 17 tahun dengan tuduhan menjadi otak pembunuhan, Mutiari divonis 7 bulan karena dianggap mengetahui rencana keji itu namun tidak melapor.
Alkisah, pada awal 1993, Gubernur Jawa Timur mengeluarkan surat edaran yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya. Pada pertengahanĀ April 1993, Karyawan PT CPS membahas surat edaran tersebut. Akhirnya, mereka memutuskan berunjuk rasa pada 3 dan 4 Mei 1993 untuk menuntut kenaikan upah.
Marsinah terlibat sejak perencanaan unjuk rasa. Sampai 5 Mei 1993, ia masih aktif bersama rekan-rekannya dalam unjuk rasa dan perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 perwakilan karyawan yang berunding dengan pihak perusahaan.
Pada 5 Mei siang, tanpa Marsinah, 13 buruh digelandang ke markas Kodim Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah buruh masuk kerja. Beberapa jam kemudian, Marsinah lenyap.
Lalu, sidang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya. Yudi didampingi pengacara Trimoelja D. Soerjadi. Pengadilan penuh keanehan dan teror. "Saya diminta jangan pulang dengan rute yang sama. Lalu, kaca mobil Kijang saya dicukil dan dibuang di got," kata Trimoelja kepada TEMPO.
Di pengadilan, Yudi mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) yang berisi pengakuan telah menjadi otak pembunuhan. Ia beralasan, BAP dibuat saat dirinya mengalami penyiksaan oleh para interogator.
Yudi divonis, banding diajukan. Di Pengadilan Tinggi Jawa Timur, ia divonis bebas. Putusan kasasi Mahkamah Agung juga membatalkan vonis PN Surabaya tersebut. Para terdakwa lain juga dibebaskan.
"Saya yakin para terdakwa pembunuhan Marsinah, termasuk Yudi Susanto, bukan otak maupun pelaku pembunuhan. Mereka adalah hasil rekayasa untuk menutupi kejadian yang sebenarnya," kata Trimoelja.
Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada 1993. Ia menjadi simbol perjuangan kaum buruh. Kasus ini pun menjadi catatan Organisasi Buruh Internasional atau ILO, dikenal sebagai kasus 1713. Namun, pembunuh yang sebenarnya belum menerima hukuman.
Marsinah, 21 Tahun Berlalu dan Pembunuhnya Belum Dihukum
Yudi divonis, banding diajukan. Di Pengadilan Tinggi Jawa Timur, ia dibebaskan. Putusan kasasi MA juga membatalkan vonis PN Surabaya itu.
Diperbarui 08 Mei 2014, 07:49 WIBDiterbitkan 08 Mei 2014, 07:49 WIB
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Wasiat Paus Fransiskus: Sebuah Makam Sederhana Tanpa Gelar
Didukung PAN Maju Pilpres 2029, Prabowo: Nantilah Itu, Kita Kerja Dulu untuk Rakyat
Gemilang di Klub Lain, Manchester United Rela Bayar 2 Kali Lipat untuk Pulangkan Mantan
Tradisi Buang Bayi di Jawa yang Semakin Jarang Ditemukan
Metal Dragon Chinese Zodiac: A Comprehensive Guide to the Year of Power and Ambition
Prabowo Yakin Indonesia Tetap Jadi Tujuan Investasi Menjanjikan bagi Investor
Target Rampung Pekan Ini, Pemkot Semarang Kebut Perbaikan Jalan Tanjakan Trangkil Gunungpati
Panen Demplot di Indramayu, Menteri PU Dorong Penerapan IPHA untuk Swasembada Pangan
Masa Depannya di Liverpol Dipertanyakan, Luis Diaz Ungkap Mimpi Terselubung
Prabowo Tetap Optimis Meski LG Mundur dari Proyek Baterai Mobil Listrik: Indonesia Cerah
Mengenal Rumah Mod Aki Aksa, Hunian Adat Papua Barat Penuh Penuh Makna dan Filosofi
Rektor Pilih Bungkam Usai Dugaan Konsuler Tendang Alat Vital Mahasiswa FK PPDS Unsri