Saksi: Atut Tanya Boleh Tidaknya Pilkada Ulang pada 2014

JPU menghadirkan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah DJohan yang mengakui pernah dihubungi Atut.

oleh Sugeng Triono diperbarui 05 Jun 2014, 13:24 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2014, 13:24 WIB
ratu atut
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, salah satu kepala daerah yang terlibat kasus hukum. (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan suap pengurusan gugatan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi dengan terdakwa Ratu Atut Chosiyah.

Pada sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi ini, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah DJohan.

Saat bersaksi, Djohermansyah mengakui pernah dihubungi melalui telepon oleh Atut yang kala itu masih menjabat sebagai Gubernur Banten. Dalam perbincangan yang dilakukan pada tahun 2013 itu, Atut bertanya perihal mekanisme pilkada yang akan dilakukan pada 2014.

"Saya bilang, itu tahun pemilu, pilkada tidak boleh dilakukan tahun 2014. Harus selesai tahun 2013," ujar Djohermansyah saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/6/2014).

Atut, kata Djohermansyah, juga berkonsultasi soal pilkada ulang, apakah dimungkinkan dilaksanakan pada 2014. "Saya bilang ke Atut, pilkada ulang dari praktiknya dimungkinkan. Kalau pilkada induk tidak boleh," terangnya.

Kendati demikian, Djohermansyah mengaku, Atut tidak menyebutkan pilkada mana yang akan dilakukan pemungutan suara ulang.

Hanya saja lanjutnya, pada tahun 2013 lalu ada sejumlah pilkada di Provinsi Banten, salah satunya pemilihan Bupati Lebak. "Antara lain ya di Lebak itu," pungkasnya.

Dalam persidangan sebelumnya, Atut didakwa melakukan penyuapan kepada mantan Ketua Mahkamah Kontitusi (MK) Akil Mochtar sebesar Rp 1 miliar.

"Terdakwa melakukan perbuatan yang memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi uang sebesar Rp 1 miliar kepada hakim yaitu M Akil Mochtar selaku hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," kata JPU, Selasa 6 Mei 2014.

JPU menambahkan, Atut juga didakwa melakukan suap bersama-sama Komisaris Utama PT Bali Pacific Pragama (BPP), yang juga adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.

"Suap itu dilakukan agar Akil Mochtar selaku ketua panel hakim mengabulkan permohonan perkara konstitusi pada 12 September 2013 yang diajukan Amir Hamzah-Kasmin sebagai pasangan calon bupati/wabup Kabupaten Lebak, Banten," tutur JPU.

Dalam dakwaan juga disebutkan, pada 22 September 2013 bertempat di Lobi Hotel JW Marriott Singapura, Ratu Atut dan Wawan melakukan pertemuan dengan Akil Mochtar. Dalam pertemuan tersebut Atut meminta Akil untuk memenangkan perkara yang diajukan pasangan Amir Hamzah-Kasmin supaya Pilkada Kabupaten Lebak tahun 2013 dapat dilakukan PSU di seluruh TPS di Kabupaten Lebak. (Yus)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya