Mantan Hakim Pengadilan Tinggi Jabar Ditahan KPK

Dengan rompi orange, Pasti yang terakhir bertugas di Pengadilan Tinggi Jawa Barat itu langsung digelandang ke mobil tahanan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 08 Agu 2014, 17:12 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2014, 17:12 WIB
Gedung KPK_160213
Gedung KPK (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap mantan hakim Pasti Serefina Sinaga sore ini. KPK menahan Pasti usai memeriksa yang bersangkutan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat tahun 2009-2010.

Usai pemeriksaan, Pasti keluar sekitar pukul 16.00 WIB. Mengenakan rompi tahanan oranye, Pasti yang terakhir bertugas di Pengadilan Tinggi Jawa Barat itu langsung digelandang ke mobil tahanan.

Dimintai tanggapannya soal penahanan ini, Pasti pasrah. "Nggak apa-apa (ditahan). Biar nanti terbukti di persidangan," ujar Pasti sebelum beranjak ke mobil tahanan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/8/2014).

Juru Bicara KPK Johan Budi SP membenarkan soal penahanan tersebut. Pasti akan ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu Cabang KPK, Jakarta Timur.‎ "(Ditahan) di Rutan Pondok Bambu," ujar Johan ketika dikonfirmasi.

Menurut Johan, Pasti ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan. Bukan tak mungkin masa penahanannya akan diperpanjang.

Pasti diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Bersamaan dengan Pasti, KPK juga memeriksa tersangka Ramlan Comel.

KPK menetapkan 2 mantan hakim, yakni Pasti Serefina Sinaga dan Ramlan Comel sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi dana bansos Pemkot Bandung, Jawa Barat tahun anggaran 2009-2010.

Status tersangka itu ditetapkan lantaran Pasti yang saat itu selaku Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat dan Ramlan selaku Hakim Adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jawa Barat dianggap melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.

Kasus ini bermula dari dugaan suap Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung Setiabudi Tedjocahyono terkait penanganan perkara korupsi dana Bansos Pemkot Bandung. Kasus ini terbongkar setelah KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 22 Maret 2013 silam terhadap Asep Triana dan Setyabudi di kantor PN Bandung. Penangkapan dilakukan usai penyerahan uang suap yang berlangsung di ruangan Setyabudi.

Dari OTT itu KPK menyita uang tunai Rp 150 juta yang ditengarai sebagai uang suap yang diterima Setyabudi untuk penanganan perkara korupsi dana bansos Pemkot Bandung, termasuk barang bukti uang Rp 350 juta yang ditemukan di mobil milik Asep Triana. Setelah itu KPK juga menangkap Herry Nurhayat di kantor Pemkot Bandung.

Uang itu disebutkan diberikan dari Toto Hutagalung melalui Asep Triana kepada Setyabudi. Uang suap disebut-disebut diberikan agar vonis para terdakwa kasus korupsi bansos Pemkot Bandung rendah.

Setelah melakukan pengembangan, KPK juga menjerat Dada Rosada yang saat itu menjabat Walikota Bandung dan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Bandung, Edi Siswadi sebagai tersangka.

KPK juga mengendus keterlibatan hakim lainnya selain Setiabudi. Yakni Hakim Ramlan Comel dan Hakim Pasti Serefina Sinaga. Keduanya merupakan anggota Majelis Hakim penanganan perkara korupsi dana bansos tersebut. (Yus)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya