JK Tegaskan Indonesia Tak Takut dengan Ancaman Boikot Australia

JK mengatakan sebagai sebuah negara berdaulat, hukum yang sudah diputuskan di Idnoensia tidak akan berhenti di tengah jalan.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 17 Feb 2015, 18:52 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2015, 18:52 WIB
Wapres Jusuf Kalla
Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla menegaskan pemerintah Indonesia tidak takut dengan ancaman Australia soal pemboikotan warganya untuk datang ke tanah air jika dua orang warganya, anggota sindikat narkoba Bali Nine Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, jadi dieksekusi mati.

JK mengatakan sebagai sebuah negara berdaulat, hukum yang sudah diputuskan di Indonesia tidak akan berhenti di tengah jalan. "Kalau segi ancaman tentu kita tegas saja bahwa ini hukum kita seperti itu," kata JK, usai membuka Munas PHRI 2015, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (17/2/2015).

"Ya bisa saja ada dampak tetapi itu risiko dari prosedur negara yang berdaulat," imbuh dia.

JK melanjutkan apa yang dilakukan Indonesia sama sekali tidak mengganggu kedaulatan hukum di Australia. Ia mengakui hukuman mati akan dipelajari kembali penerapannya. Pengkajian itu nantinya akan memakai masukan dari Negara Kangguru tersebut.

"Sama kita tidak mengganggu hukum di Australia. Memang hukum mati juga tentu sekarang lagi dipelajari dan bagaimana pelaksanaannya. Kita pertimbangkan saran-saran dari Australia tetapi kita tidak pertimbangkan ancamannya. Jadi pertimbangkan saran-sarannya," tutur dia.

Ketua PMI itu juga merespon pernyataan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menentang keras eksekusi mati tersebut. Menurut JK, peringatan itu diberikan pada semua negara tanpa terkecuali, tidak hanya Indonesia.

"Tentu, Ban Ki Mon sebagai Sekjen PBB kan memberikan peringatan banyak hal ke negara-negara apapun, ke Syria, ke Pakistan, ke mana pun. Di Indonesia inikan hukum Indonesia. Di Amerika pun masih ada hukum mati, jangan lupa," tegas JK.

Khusus untuk Perdana Menteri Australia Tony Abbott yang tak suka dengan sikap Indonesia, JK menjelaskan tiap orang boleh saja tidak senang dengan keputusan hukum yang sudah diketuk. Namun, hal itu tetap harus dilaksanakan.

"Ya semua orang boleh tidak senang, tidak senang tetapi hukum kan di atas dari pada pandangan-pandangan itu," ucap JK.

Terkait dengan langkah kuasa hukum 2 terpidana mati Bali Nine tersebut yang akan menempuh jalur Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), JK mempersilahkan langkah hukum. Ia memastikan seorang wakil presiden tidak bisa ikut campur urusan hukum.

"Nanti tunggu hakim aja. Wapres tidak bisa campur tangan di PTUN," tandas JK.

Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott sebelumnya menyampaikan permohonan kepada Presiden Jokowi untuk lebih responsif dalam menanggapi desakan yang belakangan ini dilakukan pihaknya.

"Jutaan warga Australia sangat kecewa dengan apa yang akan terjadi pada 2 warga kami di Indonesia," ujar Abbott.

Abbott juga menyinggung soal apa yang terjadi jika ada warga Indonesia yang terancam hukuman mati di negara lain. Dia berharap Jokowi memikirkan hal itu.

Desakan dari Ban Ki-moon itu disampaikan oleh juru bicara PBB Stephane Dujarric. Menurut dia, Ban sudah berbicara dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno LP Marsudi soal hal itu.

"Ban telah mengungkapkan keseriusannya atas hukuman yang dilakukan di Indonesia. PBB dengan tegas menolak eksekusi mati," ujar Stephane Dujarric. (Tya/Yus)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya