Rupiah Terus Anjlok, Sampai ke Level Berapa?

Dolar Amerika Serikat menembus level Rp 13.000. Namun, menurut Presiden Jokowi, kondisi saat ini beda dengan krisis ekonomi 1998.

oleh Ilyas Istianur PradityaSeptian DenyAchmad Dwi AfriyadiArthur GideonSiska Amelie F Deil diperbarui 16 Mar 2015, 19:57 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2015, 19:57 WIB
Ilustrasi Rupiah Turun
Ilustrasi Rupiah Turun

Liputan6.com, Jakarta - Dolar Amerika Serikat menembus level Rp 13.000. Bagi sejumlah orang, angka tersebut mengingatkan pada kondisi krisis ekonomi di 1998 lalu, saat harga pangan melonjak, perekonomian anjlok, PHK massal terjadi, dan buntutnya pemerintahan Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun tumbang.

Namun, Presiden Joko Widodo menegaskan, kondisi saat ini berbeda dengan krisis 1998. Fundamental ekonomi sekarang jauh berbeda dengan saat itu.

Presiden Jokowi menegaskan, sebelum krisis ekonomi atau yang sering disebut juga dengan krisis moneter, nilai tukar rupiah masih Rp 2.000 per dolar AS. Namun, angka tersebut melonjak saat memasuki tahun baru 1998. Nilai tukar rupiah langsung melemah ke level Rp 6.000 per dolar AS. Puncaknya pada 22 Januari 1998, rupiah anjlok mencapai angka Rp 16.000 per dolar AS. Depresiasi tersebut tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia.

Nah, saat ini situasinya berbeda. Pelemahan yang terjadi tak terlalu drastis, karena hanya melemah di kisaran 6 persen saja yaitu dari kisaran Rp 12.800 per dolar AS menjadi Rp Rp 13.200 per dolar AS.

"Saya mengingatkan kembali dulu itu dari berapa sih? Dari Rp 2.000 menjadi Rp 14.000 dan menjadi Rp 16.000, Ingat kan? Sekarang Dari Rp 12.000 menjadi Rp 13.000," kata Jokowi.



Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya, kendati telah menembus level Rp 13.200 per dollar AS atau level yang sama saat terjadi krisis ekonomi di tahun 1998, namun kondisi saat ini jauh berbeda dengan berbeda dengan krisis pada 17 tahun yang lalu.

"Jangan dibandingkan 1998 dengan sekarang, itu salah. Di 1998 Indonesia depresi dari Rp 2.400 per dolar AS ke level Rp 13.000 per dolar AS hingga Rp 14.000 per dolar AS. Itu kenaikannya sampai ratusan persen. Sekarang hanya 5 persen," kata dia.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menambahkan, dari 1 Januari 2015 hingga Maret 2015 rupiah telah melemah 5,7 persen. Namun angka tersebut masih lebih baik dibanding negara berkembang yang lain. Agus menyebut, mata uang Brasil telah melemah 16,7 persen pada periode yang sama. Sementara Turki melemah 13 persen.

Selanjutnya: Level Nyaman Pelaku Pasar...

Level Nyaman Pelaku Pasar

Level Nyaman Pelaku Pasar


Sofyan Djalil mengungkapkan, saat ini pelaku pasar tak perlu kuatir dengan pelemahan rupiah tersebut. Menurutnya, level rupiah saat ini dipandangnya bisa membuat pelaku pasar nyaman.

"Kondisi rupiah di kisaran Rp 12.000 per dolar bikin eksportir nyaman. Jadi masyarakat jangan mengharapkan rupiah balik Rp 10.000 per dolar karena tidak bagus buat ekspor kita. Era mata uang Rp 10.000 (per dolar AS) sudah lewat," jelas dia.

Dari catatan BI, ekspor non migas pada 2013 sebesar US$ 15,5 miliar dan meningkat menjadi US$ 18,7 miliar pada tahun lalu. Ekspor manufaktur bertumbuh 7 persen sepanjang 2014 sehingga menaikkan cadangan devisa Indonesia pada bulan pertama tahun ini menjadi US$ 114,2 miliar.   

"Pelemahan rupiah karena faktor importing situation. Barang-barang impor akan terpengaruh, tapi selama kita memperbaiki masalah ekonomi domestik, saya pikir dampaknya ada tapi bisa dikontrol," jelas Sofyan.



Head of Economic Research PT Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan, level rupiah di Rp 13.200 per dolar yang terjadi pada minggu lalu merupakan titik terlemah rupiah. Menurutnya, ke depan rupiah akan terus menguat.

“Dari hitungan dengan beberapa teori, jika dilihat dari sisi fundamental rupiah seharusnya berada di kisaran Rp 12.800 per dolar AS hingga Rp 13.000 per dolar AS.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Senior Economist Global Research Standar Chartered Bank, Eric Sugandi. Menurutnya, sebenarnya pelemahan rupiah tidak perlu ditakutnya. “Yang penting jangan sampai jadi tren yang terus-menerus dan sebaiknya pemerintah dan juga BI menjaga volatilitasnya,” tuturnya.

Eric juga mengungkapkan bahwa level rupiah yang nyaman untuk pelaku pasar saat ini adalah di ksiaran Rp 12.800 per dolar AS hingga ke level Rp 13.000 per dolar AS. (VIDEO:Purbaya: Level 13.200 Adalah Titik Terlemah Rupiah)

Selanjutnya: Industri Belum Terpengaruh...

Industri Belum Terpengaruh

Industri Belum Terpengaruh

Pelemahan rupiah yang terjadi saat ini masih belum terpengaruh ke sektor rill. Beberapa harga barang yang komponennya merupakan produk impor belum mengalami kenaikan dan omzet penjualan juga belum mengalami penruunan.

Contohnya penjualan telepon seluler (handphone). Ketua Asosiasi Pedagang dan Importir Telepon Genggam (ASPITEG), Alie Cendrawan mengatakan, belum terpengaruhnya penjualan telepon seluler di dalam negeri karena pelemahan rupiah yang terjadi dalam beberapa pekan ini dianggap masih dalam batas normal.



Menurut Alie, kebiasaan masyarakat Indonesia yang suka gonta-ganti telepon seluler setiap ada model yang baru juga menjadi salah satu penyebab penjualan telepon seluler belum terlalu terganggu pelemahan rupiah. Menurutnya, untuk telepon seluler model baru, meski harganya naik akibat pelemahan rupiah, namun tetap banyak dicari oleh konsumen.

Pelemahan rupiah juga belum berdampak kepada para pengusaha tahu dan tempe. Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, pelemahan rupiah saat ini belum begitu terasa kepada industri.

Namun menurutnya, pelemahan rupiah terus terjadi hingga ke level yang lebih dalam. Bukan tidak mungkin industri tahu tempe bakal menjerit.

Dia menjelaskan, secara total, kebutuhan kedelai di dalam negeri mencapai 2,5 juta ton per tahun. Sedangkan produksi kedelai lokal rata-rata hanya sekitar 500 ribu ton per tahun.

"Jadi kebutuhan kita 2,5 juta ton per tahun, impor kita 2 juta ton karena prodksi lokal hanya 500 ribuan ton. Dari jumlah itu, kebutuhan untuk pengrajin tempe tahu sebesar 1,8 juta ton per tahun," jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya