Saksi Ahli KPK: Tidak Ada Bentuk Khusus dalam Penetapan Tersangka

Mantan hakim agung Yahya Harahap menjadi saksi ahli KPK dalam sidang praperadilan Jero Wacik.

oleh FX. Richo Pramono diperbarui 24 Apr 2015, 14:01 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2015, 14:01 WIB
Mantan Hakim Agung Jadi Saksi Sidang Lanjutan Praperadilan Jero Wacik
Sidang lanjutan praperadilan mantan Menteri ESDM, Jero Wacik kembali digelar di PN Jakarta Selatan, Jumat (24/4/2015). Tampak mantan Hakim Agung, Yahya Harahap memberi kesaksian pada sidang lanjutan Jero Wacik terhadap KPK. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 2 saksi ahli dalam persidangan praperadilan mantan Menteri ESDM Jero Wacik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka adalah mantan jaksa Adnan Paslyadja dan mantan hakim agung Yahya Harahap.

Yahya Harahap yang juga pernah bersaksi dalam sidang praperadilan Suryadharma Ali (SDA) ini berpendapat, penetapan seseorang sebagai tersangka tidak ada ketentuan dalam bentuk khusus.

Hal itu terkait pernyataan saksi ahli dari pihak Jero Wacik, Margarito Kamis, yang menyatakan penetapan tersangka harus menggunakan surat pemberitahuan. Dan, tidak mesti dengan menggunakan surat perintah penyidikan atau yang biasa dikenal sebagai sprindik.

"Di dalam KUHAP, tidak ada ketentuan penetapan tersangka harus berbentuk. Dalam Pasal 44 UU KPK, laporan yang disampaikan oleh penyidik adalah yang telah menyampaikan 2 alat bukti. Maka KPK dapat menetapkan apakah orang itu sebagai tersangka," kata Yahya Harahap di hadapan hakim tunggal Sihar Purba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (24/4/2015).

Yahya juga menerangkan, perbedaan ketentuan penetapan tersangka antara KUHAP dengan UU KPK. Dia menjelaskan, KUHAP berlaku generalis dalam pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan.

"Tetapi, ada UU KPK Pasal 39 selain daripada ketentuan penyidikan di dalam KUHAP, berlaku penyelidikan dan penyidikan yang diatur di dalamnya," kata dia.

Dia mengatakan, penjelasan alinea 14 UU KPK, penerapan penyelidikan dan penyidikan yang diatur dalam UU Tipikor dan UU KPK, menetapkan lex specialis terhadap KUHAP. "Itu komposisi tata cara mengenai ketentuan penyelidikan penyidikan," urai Yahya.

KPK menetapkan Jero sebagai tersangka dalam kasus dugaan melakukan penyalahgunaan wewenang dalam kapasitasnya sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata periode 2008-2011 dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2011-2013.

Pada kasus di Kemenbudpar, dugaan korupsi yang dilakukan Jero terkait penggunaan anggaran untuk memperkaya diri atau orang lain saat masih menjabat sebagai Menbudpar. KPK menaksir kerugian negara yang disebabkan Jero senilai Rp 7 miliar.

Sedangkan terkait kapasitasnya sebagai menteri ESDM, Jero Wacik dijerat kasus dugaan pemerasan yang merupakan pengembangan dugaan korupsi pengadaan di Sekjen ESDM yang juga menjerat mantan Sekjen ESDM, Waryono Karno. Menurut KPK negara dirugikan hingga Rp 9,9 miliar.

Atas penetapannya tersebut, politikus Partai Demokrat itu kemudian mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 30 Maret 2015. (Mvi/Yus)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya