2 Perusahaan Asing di Balik Bencana Kabut Asap

Ada 2‎21 perusahaan dan perorangan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kabut asap. Dua di antaranya perusahaan milik asing.

oleh Luqman RimadiSilvanus AlvinM SyukurOscar FerriNafiysul QodarBangun Santoso diperbarui 13 Okt 2015, 00:37 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2015, 00:37 WIB
20151007-Ilustrasi-Kebakaran-Hutan
Ilustrasi Kebakaran Hutan (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Festival Batanghari seharusnya digelar bulan ini. Namun diundur hingga November 2015. Gara-garanya, kabut asap yang masih menyelimuti Provinsi Jambi.

"Karena kabut asap, pemerintah memutuskan untuk menunda jadwal menjadi 25-28 November 2015 nanti," ujar Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jambi, Dendy Denmark.

Festival Batanghari merupakan ajang hiburan rakyat yang diadakan di ruang terbuka, yakni di tepian Sungai Batanghari. Festival itu akan menampilkan berbagai hiburan seni budaya Provinsi Jambi. Tapi, karena kabut asap yang tak juga menjauh dari Jambi, membuat acara tersebut terpaksa ditunda.  

Kabut asap yang dipicu oleh kebakaran hutan dan lahan tidak hanya membuat Festival Batanghari ditunda. Tapi juga telah membuat kehidupan masyarakat terganggu. Masyarakat tak bisa leluasa bekerja, anak-anak tidak bisa sekolah, dan membuat banyak warga menderita Inspeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Bahkan beberapa hari terakhir, kabut asap telah menelan korban jiwa.  

Jambi sendiri merupakan satu dari beberapa provinsi di Pulau Sumatera dan Kalimantan yang menyatakan darurat kabut asap. Hampir 3 bulan lamanya, daerah-daerah di dua pulau itu diselimuti kabut asap.  

Di Riau, kabut asap sempat menghilang saat Presiden Joko Widodo atau Jokowi datang beberapa hari lalu, tapi kembali menyelimuti Riau sejak Sabtu 10 Oktober 2015.

Senin pagi, 12 Oktober 2015, jarak pandang di beberapa kawasan di Bumi Lancang Kuning hanya ratusan meter. Seperti di Kota Dumai jarak pandang hanya 500 meter, sementara Rengat (Kabupaten Indragiri Hulu) 800 meter, dan Kabupaten Pelalawan 700 meter.

"Di Pekanbaru, jarak pandang tidak jauh lebih baik, yaitu hanya 1.000 meter. Asap yang menyelimuti Riau ini masih kiriman dari provinsi tetangga yang masih banyak terpantau titik panas," sebut Kepala BMKG Pekanbaru Sugarin.

Keterlibatan Perusahaan Milik Asing

Pemandangan lahan yang terbakar dari atas helikopter di Pelalawan, Provinsi Riau, Kamis (17/9/2015). Asap dari kebakaran hutan ini mengakibatkan aktivitas warga Riau dan sekitarnya terganggu (AFP Photo/Adek Berry)

Polisi telah turun tangan mengusut pelaku yang harus bertanggung jawab dalam bencana kabut asap. Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti menyebutkan, hingga saat ini ada 244 laporan terkait tindak pidana pembakaran hutan dan lahan.

Laporan tersebut, kata Badrodin, tengah ditangani 6 Polda terdampak bencana kabut asap. Bahkan, sebagian berkas sudah lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan.

‎"Ada 244 laporan tindak pidana pembakaran hutan dan lahan dari 6 Polda, yakni Sumsel, Riau, Jambi, Kalteng, Kalbar, dan Kalsel. Kemudian yang masih penyelidikan 26, sisanya penyidikan 218. Dari total itu, 113 penyidikan perorangan, 48 perusahaan, dan 57 sudah P21 (berkas lengkap)," ujar Badrodin di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Badrodin mengungkapkan, ada 2‎21 perusahaan dan perorangan yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Untuk korporasi tercatat 12 perusahaan, sedangkan perorangan 209 orang. ‎Dari 12 perusahaan tersebut, 2 di antaranya milik Asing. Namun mantan Wakapolri itu enggan membeberkan identitas korporasi itu, ia hanya menyebutkan asal negaranya.

"Perusahaan yang jadi tersangka ada yang dalam negeri ada yang investor asing.‎ Asing ada dari Malaysia dan China. Kalau Singapura masih dalam penyelidikan," tutur Badrodin.

Para tersangka tersebut dijerat Pasal 108 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mereka terancam hukuman maksimal 10 tahun penjara‎ dan denda Rp 10 miliar.

Selain menjerat para pelaku pembakaran hutan dengan UU, untuk mengatasi kebakaran lahan dan hutan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta setiap kepala daerah segera mengambil langkah-langkah tegas. Di antaranya meminta gubernur dan walikota segera menginvetarisir kepemilikan lahan hutan. ‎

Tjahjo juga meminta agar menambah kriteria dalam perizinan untuk penyiapan sarana antisipasi kebakaran lahan. "(Kepala daerah) juga harus meninjau ulang Peraturan Gubernur yang memperbolehkan pembakaran oleh petani," kata Tjahjo di Jakarta, Senin 12 Oktober 2015.

Guna mencegah terjadinya kebakaran hutan, Politikus PDI Perjuangan itu menambahkan, para pemerintah daerah juga harus intens berkoordinasi dengan penegak hukum setempat. Pemda juga harus mempertegas regulasi yang menunjang bersama otoritas terkait.

"‎Lalu perbanyak pembuatan sumur bor dan embung. Tingkatkan koordinasi dengan Kepolisian serta Departemen Kehutanan dan instrusikan kepada para camat dan kepala desa, ditambah pengawasan keliling diintensifkan," ucap Tjahjo.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam‎) Luhut Binsar Pandjaitan membantah telah terjadi kekacauan dalam penanganan kabut asap.

"Saya ingin garis bawahi, semua operasi terkoordinir dan terukur dengan baik. Tidak benar operasi tumpang tindih," ujar Luhut di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Koordinasi tersebut, kata Luhut, dilakukan bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjadi salah satu pemegang komando operasi. Kemudian Polri diminta mengusut kemungkinan perusahaan yang bertanggung jawab terhadap kebakaran lahan dan hutan itu.

Bantuan ASEAN

Sebuah helikopter melakukan pemadaman api di kawasan hutan di Ogan Ilir, Sumatera Selatan  (1/8/2015). (AFP PHOTO/ABDUL Qodir)

Bantuan Australia ini diperkirakan tiba di Palembang pada Rabu 14 Oktober 2015. Namun, bantuan ini hanya untuk 5 hari, karena mereka juga membutuhkannya untuk memadamkan kebakaran hutan yang terjadi di New South Wales.‎

Adapun Jepang memilih memberikan bantuan berupa bahan kimia untuk memadamkan api. Namun, belum diketahui kapan bantuan tersebut akan tiba di Tanah Air.

Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, penanganan kabut asap saat ini memang membutuhkan kerja sama dengan ASEAN. "Ya, karena begitu besarnya kekeringan berlanjut, maka perlu kita kerja sama, dan itu ada dasarnya. Ada kerja sama ASEAN dalam menangani penanggulangan bencana alam seperti itu, itu yang dipakai," kata JK di kantornya, Senin kemarin.

Terhadap negara-negara lain yang terkena dampak bencana asap, JK menuturkan, Pemerintah RI tidak bisa mengatur arah angin yang membawa asap. Bila mau masalah asap teratasi, maka perlu secepatnya negara-negara di ASEAN turun tangan.

Terkait adanya perusahaan dari Malaysia yang diduga membakar hutan dan lahan di Indonesia, JK mengaku belum tahu dan tidak mau menduga-duga.

Hingga Senin 12 Oktober 2015, pantauan Satelit Terra dan Aqua mendeteksi masih ada 90 titik panas di Sumatera dan menyebar di 5 provinsi. Titik panas tersebut masih didominasi oleh Sumatera Selatan. (Sun/Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya