Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan praperadilan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) terhadap penghentian penyidikan mega skandal korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.‎
Dalam putusannya, PN Jakarta Pusat ‎menolak gugatan itu dengan alasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai pihak termohon berada di wilayah Jakarta Selatan.
"Dalam eksepsi termohon (KPK) mengajukan kompetensi relatif. Karena kedudukan KPK di Jakarta Selatan, maka sesuai dengan acara perdata seharusnya permohonan praperadilan ditujukan di Jakarta Selatan. PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara," ujar Majelis Hakim Sutarjo dalam putusannya di PN Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (2/11/2015).
Gugatan praperadilan ini diajukan MAKI ke PN Jakarta Pusat sekitar 2 minggu lalu. Sidang perdana digelar pada 27 Oktober. Sejumlah saksi dan ahli dihadirkan dalam sidang ini. Di antaranya mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazier, dan ahli penyidikan, Simon Munthe.
Kuasa hukum MAKI, Kurniawan Adi Nugroho mengatakan, permohonan praperadilan ini diajukan MAKI‎ lantaran pasca vonis terhadap [Budi Mulya](Divonis 10 Tahun Korupsi Century, Budi Mulya Banding ""), KPK tidak lagi melakukan pengembangan terhadap kasus Bank Century. Menurut Kurniawan, dengan tidak adanya penyidikan lagi maka KPK dianggap telah melakukan penghentian penyidikan, meski tidak secara formil.
"Penghentian penyidikan secara formil tidak ada. Tapi secara materil dengan tidak adanya pemeriksaan saksi-saksi maka dianggap sebagai telah dihentikan," ucap Kurniawan.
Baca Juga
Baca Juga
Hal ini, kata Kurniawan diakui oleh beberapa pengadilan bahwa penghentian penyidikan secara materil suatu kasus dapat dilakukan jika penyidik tidak melakukan pemeriksaan.
Kurniawan menambahkan, dirinya khawatir kasus Bailout Bank Century ini seperti kasus pembunuhan wartawan Bernas, Udin. Di mana tidak ada lagi kelanjutan penyidikan terhadap kasus Udin sehingga memasuki fase kedaluwarsa.
‎"Saya khawatir kayak kasus Udin Bernas. Itu lama sampai kedaluwarsa. Ketika polisi mau menyidik lagi, sudah kedaluwarsa. Akhirnya gelap siapa yang bunuh. Itu kan berbahaya. Kasus Century ini bisa seperti itu," ujar Kurniawan.
Advertisement
Vonis Budi Mulya
Budi Mulya divonis pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun, oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta hukuman Budi Mulya ditambah menjadi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan.‎
Majelis menilai Budi Mulya terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Budi Mulya dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Majelis Hakim menilai, Budi Mulya terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama. Kasus inipun menyeret Gubernur Bank Indonesia saat itu Boediono, Miranda Swaray Goeltom, (Alm.) Siti Chalimah Fadjrijah, (Alm.) S Budi Rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitodarwono, Raden Pardede, Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim.‎
‎
‎Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memperberat hukuman Budi Mulya menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan.‎ Serta menolak permohonan kasasi yang diajukan Budi Mulya dan mengabulkan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), serta membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi Jakarta.‎‎ (Nil/Yus)