Derita Denni, Rumahnya Ditembok Warga Bintaro Saat Masih Terlelap

Merasa hak asasinya diusik, Denni mengadu ke Komnas HAM dan Pemprov DKI Jakarta.

oleh Audrey Santoso diperbarui 04 Nov 2015, 19:41 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2015, 19:41 WIB
Rumah ditembok warga Bintaro
Rumah ditembok warga Bintaro

Liputan6.com, Jakarta - Minggu, 1 November 2015. Hari yang biasanya digunakan Denni Krishna Putera (41) untuk bersantai dengan istri tercinta, berubah menjadi hari berat bagi pria yang bekerja sebagai programmer ini. Saat Denni dan istrinya masih terlelap, sekelompok warga mendirikan tembok di sekeliling rumah barunya hingga menghalangi dia dan keluarganya keluar masuk rumah.

"Kisruhnya tanggal 1 November, saat Pak Denni dan istrinya masih terlelap. Warga menembok rumah sehingga menghalangi akses keluar masuknya Pak Denni ke rumah," kata Kuasa Hukum Denni, Djalu Arya Guna, kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (4/11/2015).

Saat terjaga, mata Denni terbelalak. Ia menyayangkan tindakan sepihak warga. Yang lebih disayangkan, aparat kepolisian turut hadir menyaksikan warga menembok rumah yang baru ditinggalinya 23 Oktober 2015 lalu, di dekat Perumahan Bukit Mas (WPPBM), Bintaro, Jakarta Selatan.

Denni pun merasa hak asasinya telah diusik. Karena itu dia mengadu ke Komnas HAM melalui tim kuasa hukumnya.


"Kami sudah ke Komnas HAM untuk mengadukan peristiwa penembokan. Berdasarkan Pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, menyebutkan pemilik rumah tidak boleh diganggu siapa pun. Kalau dari perspektif HAM, ada dugaan pelanggaran dan disaksikan kepolisian dan polisi tidak berbuat apa-apa," tandas Djalu.

Tidak hanya mengadu ke Komnas HAM, Denni juga mengadu ke berbagai tingkatan pejabat Pemerintah Provinsi DKI. Mulai dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Walikota Jakarta Selatan Tri Kurniadi dan Camat Bintaro Agus Irwanto.

Jika suratnya tidak ditanggapi dengan tindakan konkret selama seminggu, maka tim kuasa hukum Denni akan mengirimkan surat kedua yang bersifat somasi.

"Penembokan itu di tanah mereka (Pemprov), pembongkaran tembok tersebut hak mereka. Kami menyurati tanggal 2 (November 2015), paling tidak 7 hari setelah itu kami akan menyurati dengan menekankan somasi kepada gubernur jika tidak ditanggapi. Berarti dalam hal ini seolah-olah membiarkan adanya penembokan," terang Djalu.

Tembok Pertama Dibongkar

Djalu mengungkapkan, saat aksi penembokan pertama, kliennya tidak banyak bersuara karena merasa sebagai warga baru di lingkungan tersebut. Denni memilih bersabar dengan harapan warga akan merobohkan tembok dengan sendirinya. Namun, karena tembok tak juga dirobohkan dan ia ingin segera menempati rumah barunya, maka Denni dengan seizin Ketua RW/RW setempat, merobohkan tembok yang mengelilingi tiap sisi rumahnya tersebut.

"Sebelumnya sudah pernah (ditembok). Penembokan pertama itu dari keterangan Pak Denni sekitar Juni (2015). Pak Denni sudah memiliki itikad baik untuk menunggu. Tapi karena terdesak, ingin menempati rumah baru, maka tembok dirobohkan dengan seizin RT/RW dan disaksikan. (Dirobohkan) kurang lebih seminggu lalu, 23 atau 24 Oktober kemarin," imbuh Djalu.

Menurut Djalu, proses pembangunan rumah kliennya sudah mengikuti prosedur. Kliennya sudah mengantongi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), yang sejatinya menandakan pejabat setempat sudah melegalkan pendirian rumah di atas tanah milik Denni.

Dia pun sangsi dengan klaim warga yang menilai jalan depan rumah Denni milik Kompleks Bukit Mas Bintaro. Sebab, pengembang perumahan tersebut mengalami pailit pada 2000 dan menyerahkan fasilitas umum (fasum) serta fasilitas sosial (fasos) ke Pemerintah Daerah setempat.

"Kalau mereka mengatasnamakan ini jalan milik kompleks, pada 2000 developer mereka kan pailit, makanya developer menyerah terimakan fasum fasos ke Pemda. 15 Tahun kemudian terjadilah jual beli (tanah Denni) dan pemerintah sudah beri izin (dengan IMB)," papar Djalu. (Sun/Ron)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya