Liputan6.com, Yogyakarta - Pesawat Batik Air tergelincir di runway 27 Bandara Adisutjipto Yogyakarta, Jumat kemarin. Tidak ada korban dalam kejadian ini. 161 penumpang berhasil diturunkan dengan selamat.
Pengamat aviasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Arista Atmadja mengatakan, tergelincirnya pesawat Batik Air dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, faktor landasan dimana runway Bandara Adisutjipto terhitung pendek untuk pesawat komersial. Padahal pesawat komersial yang menuju ke bandara ini rata-rata memakai pesawat besar seperti Boeing 737 classic, NG maupun ER.
"Ya memang landasan Bandara Yogya terkenal 'angker' karena runway-nya pendek untuk ukuran pasawat komersial. Masalahnya runway Adisutjipto itu depannya ada sungai kecil, jadi memang kurang nyaman bagi pilot. Jadi ada semacam psikologis barrier," ujar Arista kepada Liputan6.com, di Yogyakarta, Sabtu (7/11/2015).
Arista mengatakan Bandara Adisutjipto memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi. Di antaranya karena faktor landasan pendek dan di ujung landasan langsung ada sungai. Oleh karena perlu pilot yang benar benar andal saat menurunkan pesawat, terutama saat kondisi basah seperti kemarin.
"Jadi yang landing ke Yogja, seyogyanya pilot pilot yang jam terbangnya tinggi," ujar dia.
Arista mengatakan, karena landasan yang pendek dan basah inilah diperlukan pilot yang benar benar paham kondisi landasan. Menurutnya, positive landing atau landing dengan menghentak bisa dilakukan di bandara ini. Jika tidak maka resikonya adalah landing di mana roda bisa patah.
"Karena bandara Yogja runway pendek maka perlu pilot yang andal dan harus positive landing. Resikonya ya di antaranya Landing. Gear bisa rusak," kata Arista.
Advertisement
Baca Juga
- KNKT Butuh 4 Bulan Cari Penyebab Batik Air Tergelincir
- Pesawat Batik Air Dipindahkan Crane Berkekuatan 45 Ton ke Apron
Langkah Tepat
Kementerian Perhubungan membekukan izin slot terbang Batik Air rute Cengkareng-Yogyakarta dalam jangka waktu maksimum 90 hari. Pembekuan izin penerbangan ini berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 159 Tahun 2015 Pasal 103a ayat 1 dan Surat Dirjen Perhubungan Udara No AU.004/22/22.DRJU-DAU 2015 tanggal 6 November 2015.
Arista menilai pembekuan itu sangat penting dilakukan, sampai diketahui hasil investigasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
"Ya itu bagus sampai diketahui hasil KNKT. Apakah human error atau faktor cuaca hujan," ujar Arista.
Menurut dia, langkah Kemenhub dengan pembekuan Batik Air sudah sesuai UU yang berlaku. Bahkan, aturan penerbangan internasional juga mengatur tentang pembekuan ini.
"Semua pembekuan sudah mengacu ke UU Penerbangan RI Nomor 1 Tahun 2009 dan Civil Aviation Safety Regulation (CASR) dan standard International Civil Aviation Organization (ICAO)," jelas Arista.
Ditambah saat ini, kata Arista, tim audit dari FAA (Federal Aviation Admintration) sedang mengaudit di Indonesia. Menurut FAA, melakukan audit untuk menilai seberapa safety penerbangan di dalam negeri. Agar bisa naik ke rating 1 maka Kemenhub sangat ketat terkait masalah keselematan penerbangan saat ini.
"Karena orang orang FAA memang lagi audit ke Indonesia. Batik malah nyungsep," pungkas Arista. (Ron/Ali)