PGI: Tolak Teror, Agama Tidak Mengajarkan Kekerasan

Meningkatkan kekerasan juga tak lepas dari ketidakadilan negara-negara Eropa-Amerika (Barat) dalam memainkan peran politis di Timur Tengah.

oleh Yusron Fahmi diperbarui 17 Nov 2015, 19:54 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2015, 19:54 WIB
20151116-Pasca Ditutup, Menara Eiffel Disinari Warna Bendera Prancis
Gambar yang diambil Senin (16/11), memperlihatkan Menara Eiffel dihiasi lampu berwarna bendera Prancis merah, putih dan biru, untuk menghormati para korban serangan teror di Paris pada 13 November 2015 lalu. (AFP PHOTO/LUDOVIC MARIN)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Majelis Pertimbangan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Andreas A Yewangoe menyatakan, pihaknya menolak keras segala bentuk kekerasan mengatasnamakan agama yang belakangan bermunculan.

"Sekarang ini agama terlalu mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan kekerasan. Padahal esensi ajaran agama tidak pernah mengajarkan kekerasan pada orang lain. Mereka menyalahgunakan agama untuk kepentingan tertentu," ucap Andreas saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (17/11/2015).

Lontaran Andreas ini merujuk pada sejumlah kasus kekerasan yang meningkat di belahan dunia. Terakhir, teror di jantung kota Paris, Prancis, yang menewaskan ratusan orang adalah salah satunya.

Klaim militan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) sebagai pelaku teror di Paris, menjadi salah satu bukti agama disalahgunakan untuk melegalkan kekerasan.

"ISIS ini sebenarnya siapa? Sampai sekarang kan masih misteri. Mereka ngakunya Islam, tapi situs-situs Islam banyak yang dihancurkan oleh mereka," ujar Andreas.    

Lebih jauh mantan Ketua Umum PGI ini menambahkan, meningkatkan kekerasan juga tak lepas dari ketidakadilan negara-negara Eropa-Amerika (Barat) dalam memainkan peran politis di Timur Tengah.

"Teror Paris itu tak bisa dilepaskan dari rentetan teror-teror yang terjadi sebelumnya. Mereka saling terkait," ujar dia.

Bisa Merembet

Kekerasan yang terjadi di sejumlah belahan dunia, bukan tidak mungkin merembet ke Indonesia. "Indonesia patut waspada, harus ada antisipasi dini. Benih-benih ke arah sana mulai ada," ucap Andreas.

Bergabungnya sejumlah warga negara Indonesia (WNI) dengan ISIS menjadi salah satu indikasi telah menyebarnya ajaran ISIS di Indonesia.

"Bukan tak mungkin mereka akan terus mengembangkan ajaran-ajaran ISIS di Indonesia jika kembali ke Tanah Air," ucap dia.

Sebagai pencegahan, Andreas meminta program deradikalisasi yang digaungkan pemerintah terus dilakukan.

"Kita belum mendengar hasil kerja dari program ini, evaluasinya gimana?," kata Andreas.

Pihaknya menekankan pencegahan lebih penting daripada menghukum. "Menghukum itu gampang, tapi apakah dengan itu menyelesaikan masalah?" pungkas Andreas. (Ron/Yus)  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya