Survei Indeks: Mendes-Mendagri Sukses Letakkan Dasar Nawacita

Untuk indikator dasar-dasar desentralisasi asimenteris hanya ada 3 kementerian yang nilai skornya paling tinggi.

oleh Oscar Ferri diperbarui 29 Des 2015, 18:42 WIB
Diterbitkan 29 Des 2015, 18:42 WIB
20151102-Tiga Agenda Yang Dibahas Pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana
Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla beserta menteri melakukan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta,(2/11/2015). Sidang membahas APBN 2016, Persiapan Pilkada, dan Paket Kebijakan Ekonomi VI. (Liputam6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks) mempubliksikan hasil surveinya terkait dengan kinerja kementerian dalam menjalankan amanat Nawacita nomor 3, yakni 'Membangun Indonesia dari Pinggiran'. Untuk indikator dasar-dasar desentralisasi asimenteris hanya ada 3 kementerian yang nilai skornya paling tinggi.

Direktur Eksekutif Indeks, Nanang Sunandar mengatakan, dari 14 Kementerian yang memiliki tugas dan kewenangan khusus dalam meletakkan dasar-dasar desentralisasi asimetris, Marwan Jafar yang memimpin Kementerian Desa ‎Daerah Tertinggal dan Transmigrasi berada di urutan teratas dalam survei ini.

"Marwan dinilai menunjukkan kinerja paling baik dibanding 13 menteri lain.‎ Skornya 6,48," ucap Nanang di Hotel Max One, Sabang, Jakarta Pusat, Selasa (29/12/2015).

Di urutan kedua, kata Nanang, ditempati Mendagri Cahyo Kumolo dengan skor 5,23. Disusul Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di urutan ketiga dengan skor 5,20.

Di urutan terbawah, tercatat diisi Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, dan Menteri Pariwisata, Arief Yahya. Keduanya punya skor yang sama, yakni 1,23.

Nanang menjelaskan, dari survei ini ditemukan kinerja 14 menteri itu sejatinya memang belum optimal. Pihaknya menilai, hal itu dikarenakan beberapa alasan. Pertama, belum adanya kebijakan terobosan dari masing-masing menteri. Kedua, masa jabatan menteri yang masih relatif pendek, yakni kurang lebih 1 tahun.

"Alasan ketiga, masih kurangnya sinergi yang dibangun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam implementasi affirmative policy‎," ucap Nanang.‎

Nanang menjelaskan, survei yang menggunakan metode studi kualitatif ini berusaha mengkaji kinerja menteri/kementerian yang secara khusus diberi tanggungjawab untuk melaksanakan Nawacita nomor 3.‎ Yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Pengumpulan data melalui Focus Group Discussions (FGD) dan wawancara mendalam dengan 20 orang narasumber atau informan yang dilaksanakan di Jakarta mulai tanggal 14 hingga 19 Desember 2015.

Narasumber atau informan dipilih berdasarkan kriteria yang ketat. Pendidikan terakhir informan ditentukan minimal magister (S-2) dari beragam disiplin keilmuan dan profesi. Hasil penilaian informan dinyatakan dalam skor dengan rentang nilai minimum-maksimum 1,00 - 10,00, kemudian diperingkat dari yang tertinggi hingga terendah.

Mengenai evaluasi kinerja kementerian dalam program Nawacita ke-3 ini dipilih sebagai fokus penelitian setidaknya karena 2 alasan. Pertama, Nawacita ke-3 memiliki relevansi yang kuat dengan persoalan ketimpangan pembangunan dalam konteks Indonesia sebagai negara kepulauan. Kedua, dalam Nawacita nomor 3 terkandung visi lintas-sektoral dan multiperspektif.

Konsep 'pinggiran' dalam Nawacita nomor 3 ini dirumuskan secara luas yang meliputi geografi (daerah perbatasan, terluar), ekonomi (daerah tertinggal, sektor ekonomi tertinggal seperti pertanian dan usaha kecil dan menengah, kelompok miskin), dan hierarki pemerintahan (desa sebagai batas paling bawah dalam struktur pemerintahan).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya