Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi menegur Ahok pada rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan. Sebab pembangunan Light Rail Transit (LRT) di Jakarta belum jalan. Teguran Jokowi pada Ahok ini adalah pertama kalinya yang diketahui publik.
"Yang Jabodetabek sudah dimulai. Jakartanya belum. Saya nanti mohon laporan dari Gubernur (Ahok)," kata Jokowi di Istana, Jakarta, Selasa 29 Maret 2016.
Rapat terbatas mengenai LRT ini sudah yang kelima kali. Jokowi tidak menginginkan ada lagi rapat mengenai topik ini. Menurut dia, pembangunan moda transportasi itu mutlak dilakukan.
"Kita harapkan nantinya betul-betul terintegrasi dari MRT-nya, LRT-nya, busway-nya, ke bandara dengan commuter line, kemudian juga dengan kereta cepat," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Setelah ditegur, Ahok pun langsung tancap gas mengerjakan proyek itu.
"Juni ya sudah mulai kerja. Saya katakan sekarang kerja dulu, kelihatan baru ada tiang itu September," kata Ahok.
Baca Juga
Untuk anggaran pembangunan, tidak semua menjadi tanggungan Pemprov DKI Jakarta. Sejumlah perusahaan konstruksi pun ikut terlibat.
Ahok menjelaskan Pemprov DKI sudah menyerahkan uang Rp 4 triliun ke Jakpro. Kemudian, Wijaya Karya berjanji menyediakan Rp 1 triliun dan ditambah pula Adhi Karya turut terlibat.
"Kita keroyokan saja. Pokoknya barangnya ada, pusing amat. Nanti kita beli balik pakai APBD," tutur dia.
Pengerjaan yang dimulai Juni, lanjut Ahok, masih akan selesai tepat waktu menyambut Asian Games 2018.
Ahok sebelumnya berkelit terlambat membangun LRT karena terbentur aturan soal penunjukan langsung. Dalam rapat bersama Presiden ia pun meminta ada revisi.
PP Nomor 79 Tahun 2015 hanya menyebutkan penugasan pemerintah pada BUMN, tafsir pembuat ini juga termasuk BUMD, tapi Kejagung tidak bisa terima. "BUMN beda dengan BUMD, maka kita minta PP 79 diubah jadi garis miring daerah (BUMD)," ucap Ahok.
"Perpres 99 Pasal 8 kita minta ditambahkan dan berubah dari, gubernur melakukan pengadaan sarana kereta api menjadi gubernur menugaskan penyelenggaraan kereta api ke BUMD," tambah Ahok.
Sudah Sering Ditegur
Ahok mengaku ini bukan kali pertama dia ditegur Jokowi. Mantan Bupati Belitung Timur itu ternyata kerap ditegur Jokowi saat masih menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta.
"Aku juga waktu masih jadi Wagub juga sering ditegur. Kalau tidak benar ya ditegur dong," kata Ahok.
Ahok mengatakan bahwa teguran yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan hal yang wajar.
Jika ada yang tidak beres, kata Ahok, maka Presiden akan menegur bawahannya.
Sering Curhat
Jokowi dan Ahok mulai dekat saat berkampanye untuk Pilkada DKI Jakarta 2012. Saat Jokowi-Ahok menang, keduanya terlihat sangat kompak. Pembagian tugasnya pun jelas. Jokowi bagian blusukan untuk mendengarkan langsung keluhan warga DKI. Sementara Ahok bertugas berbenah di internal Pemprov.
Bahkan saat Jokowi menjadi Presiden, mantan Wali Kota Solo itu bolak-balik mengunjungi Ahok ke Balai Kota pada Januari 2015. Bahkan untuk bertemu Ahok, Jokowi beralasan ingin periksa gigi di Balai Kota.
"Tiga kali (periksa gigi) ke sini, baru bisa rampung," kata Jokowi, di Balai Kota.
Saat ditanya soal alasannya selalu mendatangi dokter di Balai Kota, Jokowi berdalih.
"Kamu tanya saja ke dokter, masak tanyanya ke saya? Nanti saya kalau disuruh (dokter gigi) mangap, ya saya mangap," kata Jokowi.
Ahok pun sering bolak-balik ke Istana. Dia curhat ke Jokowi, salah satunya saat dia dapat ancaman hak angket oleh DPRD pada Februari 2015.
Ia menjelaskan Surat Keputusan pemecatan seorang kepala daerah dikeluarkan oleh presiden.
"Beliau cuma tanya, kalau angket itu bagaimana. Saya jawab kalau angket saya salah, lapor ke Mahkamah Agung, ya dipecat pak," kata Ahok .
Dari pertemuan itu, Ahok mendapat sinyal Jokowi mendukungnya. Terlebih setelah Jokowi memintanya untuk tetap melanjutkan proyek e-budegting.
"Saya tanya ke beliau tetap komitmen nggak, mau e-budgeting berlaku di seluruh Indonesia? Beliau jawab harus. Presiden mau agar poin-poin penting di APBD itu tidak dikorupsi," ujar Ahok.
Advertisement