Cerita Perjuangan Warga Melupakan Pasar Ikan

Puluhan kepala keluarga eks warga Pasar Ikan, Penjaringan lebih memilih tinggal di atas perahu. Ada kenangan yang sulit terlupakan.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 20 Apr 2016, 05:26 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2016, 05:26 WIB
20160414- Mengais Rezeki di Balik Puing Pasar Ikan-Jakarta- Helmi Afandi
Warga mengambil besi bekas bongkaran di kawasan Pasar Ikan Luar Batang, Jakarta, Kamis (14/4). Besi bekas tersebut dijual warga kepada pengepul dengan harga Rp.2.500. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Puluhan Kepala Keluarga (KK) eks warga Pasar Ikan, Penjaringan memilih tinggal dan menolak direlokasi ke rusun-rusun. Selain alasan lokasi rusunawa yang jauh, wilayah Pasar Ikan dinilai lebih menjamin kehidupan mereka. Terlebih bagi warga yang bekerja sebagai nelayan dan buruh kapal.

Tapi bukan berarti tinggal di reruntuhan bangunan. Mereka pun memilih tinggal di atas perahu. Urusan sekolah anak sampai sulit melupakan kota kelahiran juga menjadi alasan dominan warga.

"Ya bayangin lah, kalian udah ada di sini sejak lahir, tiba-tiba rumah langsung diratain. Kita paling sakit batin aja karena tempat tinggal kita udah rubuh," kata Asep Ireng di Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (19/4/2016).

Asep mengakui tidak memiliki sertifikat atas rumahnya. Namun bukan berarti pemerintah DKI Jakarta seenaknya menggusur tempat tinggalnya. Paling tidak setiap keluarga mendapatkan uang kerohiman jika tidak mendapat uang ganti rugi.

"Dia itu (Ahok) tahu lah kalau warga sini enggak punya sertifikat tanah. Makanya dia berani ngomong akan ganti rugi kalo ada sertifikat. Seenggaknya kita dikasih dana kerohiman lah, jangan langsung di gusur gini. Sejak tahun 70-an saya di sini," beber Asep.

Tak Bisa Alih profesi

Mereka menempati perahu-perahu nelayan yang berada tak jauh dari Pasar Ikan.

Warga Pasar Ikan lainnya, Hartanto (50) juga memilih tinggal di atas kapal. Semua perabotan rumah tangganya pun disusun di atas kapal. Dirinya enggan menempati rusun.

Menurut Hartanto, biaya melaut ketika dirinya berangkat dari Pasar Ikan saja sudah menelan biaya tinggi apalagi jika harus tinggal di Marunda. Sementara itu jika dirinya harus beralih profesi Hartanto mengaku tidak memiliki keahlian selain menangkap ikan.

"Kalau di relokasi ke Rusunawa Marunda atau Rawa Bebek, keberatan. Ongkos ke dermaga lagi. Kami tidak punya keahlian cukup, selain berprofesi sebagai nelayan. Sudah turun menurun. Kalau direlokasi ke rusun yang jauh sangat memberatkan. Tapi kalau dekat dengan tempat tinggal kami, itu tidak masalah ," jelas Hartanto.

Hartanto menuturkan, saat ini dirinya tengah mencari rumah kontrakan yang dekat dengan Pasar Ikan. Dan sambil menunggu mendapatkan tempat tinggal, Hartanto merasa cukup tinggal di perahu. Kapal Hartanto sendiri diparkir di muara Kali Pakin.

Perjuangan Melupakan Pasar Ikan

Seorang pria membawa sisa-sisa besi dari reruntuhan bangunan yang dirobohkan di kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta, Selasa (12/4). Selain warga, sejumlah pemulung besi berhambur untuk menjarah besi dari bekas bangunan (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Cuaca panas tak sanggup menghentikan air mata yang keluar dari kedua pelupuk matanya. Gambar mukanya menyatakan bahwa dirinya tak pernah rela rumahnya dirobohkan. Meski diganti dengan rusun yang diklaim lebih layak huni. Harusnya pemerintah diminta sedikit bersabar. Paling tidak menunda untuk beberapa bulan ke depan atau usai lebaran.

"Ya Allah berilah kekuatan. Rasanya kok enggak kuat saya, enggak terima saya, ini rumah saya. Saya lahir di sini. Sabar dikit tunggu lebaran kenapa sih koq teganya ngalahin orang kecil," kata Rohana (62) ditemui di reruntuhan bangunan Pasar Ikan.

Sambil duduk bersimpuh di reruntuhan bangunan di Pasar Ikan, Rohana terus mengelus dada. Rohana mengaku tidak pernah bermimpi meninggalkan tempat kelahirannya dan tempat bermain lima cucunya.

Rohana bersedih bukan tanpa alasan. Selain sudah merasakan nyaman, dirinya merasa para warga yang tinggal di Pasar Ikan seperti saudara. Tapi penggusuran membuat dia dan keluarganya berpisah. Ditambah lagi dirinya harus jauh dari tetangganya.

"Udah kaya saudara di sini. Udah enaklah. Dapat rusun tapi mencar-mencar kan. Ya cucu saya aja lima, masa mau ditaruh di satu rusun yang cuman segitu (kecil)," ujar Rohana.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya