Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 10 Anak Buah Kapal (ABK) PT Brahma Indonesia bebas dari penyanderaan kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina Selatan. Lepasnya para sandera tersebut diakui murni hasil negosiasi pemerintah Indonesia.
"Semuanya kami serahkan pada tim negosiator. Jadi, tidak ada penyerahan uang dari PT Brahma International," ujar Yan Arief, Kepala Legal dan Eksternal Relation PT Brahma International, dalam keterangan pers di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Senin (2/5/2016).
Dia menyebut bebasnya ke-10 ABK setelah 36 hari di sarang kelompok Abu Sayyaf adalah murni diplomasi dari pemerintah.
Baca Juga
"Itu berkat diplomasi dari pemerintah dan batuan pemerintah," ucap Arief.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, pemerintah sama sekali tidak membayar tebusan 50 juta peso yang diminta kelompok bersenjata tersebut.
"Ya, sampai sekarang kita tidak akan pernah mengklaim kalau dari pemerintah melakukan karena pemerintah tidak pernah melakukan itu," kata Luhut.
Meski demikian, Luhut tidak pula secara tegas menyatakan jika proses pembebasan para sandera Abu Sayyaf karena negosiasi semata. Ia juga tidak mau berkomentar soal adanya peran swasta atau perusahaan yang membayar tebusan.
"‎Itu urusan perusahaan. Saya enggak ingin berkomentar. Saya enggak mau menduga-duga mengenai itu," ucap mantan Kepala Staf Presiden itu.
Disinggung mengenai adanya santunan untuk para korban penyanderaan, Yan menyebut pihaknya sudah menyiapkan santunan tersebut. Namun untuk besarannya belum diketahui.
"Pasti ada (santunan). Tapi untuk besaran kami belum tahu," ucap dia.
Terkait kerugian yang diderita sebagai pemilik kapal, Arief hanya mengungkapkan kerugian secara operasional.
Advertisement
"Kerugian, tentu kerugian secara operasional," kata Arief.